Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Suasana di SMA Yudhiska sudah mulai dipenuhi oleh siswa-siswi. Seperti kegiatan siswa di pagi hari, ada yang diam-diam merokok di belakang sekolah, ada yang sibuk membuat sontekan di meja karena hari ini ada ulangan, ada yang sibuk mengerjakan PR, ada yang sibuk menggosip, dan masih banyak kegiatan lainnya khas anak SMA sebelum bel pelajaran dimulai. Rinai baru saja tiba di depan gedung sekolahnya yang baru. Ia memandang gedung ini sejenak sebelum memasukinya. Sementara itu, Rei sudah berjalan beberapa meter di depannya. Rei memang bertubuh jangkung, jadi wajar kalau jalannya cepet. Nggak kayak Rinai yang udah pendek, tapi leletnya setengah mampus.
"Rin, jalan lo jangan kayak putri keraton, dong! Bandung nih Bandung, bukan Jogja!" teriak Rei.
Huh! Kumat lagi ketusnya, batin Rinai. Akhirnya Rinai berlari agar langkahnya sejajar dengan Rei. Setelah berada tepat di sebelah Rei, Rei menggandeng tangan Rinai dan masuk ke dalam kelas. Suasana kelas yang tadinya ramai, berubah hening. Sudah bisa ditebak, Rinai menjadi pusat perhatian. Hal itu membuat Rinai jadi sedikit salah tingkah.
"Temen-temen, kenalin nih adik gue. Namanya Rinai, dia bakal jadi penghuni baru disini. Jadi baek-baek sama dia, ya?" seru Rei di depan kelas. Semuanya mengangguk. Rinai berpikir, mungkin Rei cowok yang paling ditakuti di sekolah. Buktinya semua kok kayak nurut gitu ke dia? Rinai juga sudah terbiasa mendengar Rei bilang kalau dia itu adiknya. Ya, lebih baik begitu. Lagian punya kakak keren seperti Rei, siapa yang mau nolak?
Pandangan Rinai menjelajah. Tiba-tiba matanya melihat seseorang yang duduk di pojok memandangnya dengan pandangan aneh. Rinai berusaha mengingat, ia pernah melihat wajah itu. Tapi dimana? Ia benar-benar lupa! Kenapa otaknya nggak berfungsi maksimal disaat seperti ini? Lamunan Rinai buyar saat tangannya ditarik oleh Rei menuju ke sebuah bangku kosong yang terletak di belakang, tepat disebelah cowok yang memandangnya dengan pandangan aneh tadi tapi beda bangku. Rinai berusaha bersikap biasa, tapi cowok itu tetap menatapnya lekat, membuat Rinai jengah.
"Rin, sementara lo duduk disini sama gue karena cuma bangku ini aja yang masih kosong," Rei berujar pelan. Rinai mengangguk perlahan sebelum kemudian duduk di bangku barunya.
***
"Rain sakit jiwa..."
Rinai terperangah. Re mengucapkan kata-kata itu seolah tanpa beban. Hanya seperti mengucapkan "harga bakso satu porsi goceng". Rinai benar-benar bingung bagaimana hubungan kakak beradik antara Rain dan Rei. Sebenarnya ini bukan urusannya, tapi ia penasaran dengan sikap Rain yang aneh itu, makanya waktu istirahat Rinai nggak tahan buat tanya tentang Rain langsung dari Rei.
"Maksud kamu?"
"Rinai, jangan belagak bego deh! Lo tau orang sakit jiwa, kan? Nggak waras! Gila! Salah satunya Rain itu, cuma dia orang nggak waras versi cakep dan intelek. Hehehehe..." Rei cengengesan. Rinai mendelik lebar.
"Rei, aku serius! Jangan jawab asal dong!" sergah Rinai.
"Lho, gue dua rius. Tiga rius malah. Lo lupa kalau gue adik kandungnya?" Lagi-lagi Rei menjawab enteng. Kelihatannya Rei serius dengan kata-katanya. Buat apa Rei berbohong soal kondisi kakaknya sendiri? Apalagi sampai di buat lelucon.
"Tapi dia kelihatan normal, kok," Rinai masih mencoba menyelidiki.
"Dari luar aja kelihatan normal, tapi apa lo tau kalau otaknya nggak beres, Rin? Iya sih, kadang dia kelihatan normal banget tapi sering juga dia berubah jadi aneh. Lo betah-betahin aja deh tinggal serumah sama dia. Jangan kaget kalau dia ngelakuin hal-hal yang bikin lo sport jantung," cerita Rei.
"Kamu kok tega sih ngomongin kakak kamu sampai kayak gitu? Kamu nggak takut aku bakal nyebarin ke seantero sekolah soal ini?"
"Bukannya gue tega, Rin. Gue ngomong apa adanya. Lagian kita juga serumah, dan gue nggak mau aja suatu saat lo kaget lihat keanehannya. Makanya gue ngomong sejak awal sama lo. Gue sekarang percaya sama lo, tapi kalau kepercayaan yang gue kasih ke elo, lo rusak, selamanya gue nggak akan pernah percaya lagi," tegas Re. Rinai mengangguk mengerti, toh dia nggak akan cerita ke siapapun soal ini. Tiba-tiba Rinai teringat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai Hujan
Teen FictionNO COPAS/REMAKE!!! CERITA INI BELUM MENGALAMI REVISI EYD... Aku menemukan bidadari kecil. Sayang, bidadari itu tidak sempurna. Sayapnya patah. Ia tidak bisa terbang seperti bidadari lainnya. Tapi ia memiliki kelebihan. Ia mampu memberikan kebahagia...