Rinai Hujan 8

5.2K 315 0
                                    


Jangan lupa dengerin mulmed ya... :)

Maaf kalau part ini agak singkat dan nggak ngefeel.

***

Onie mengantar Rinai dengan mobilnya. Ia juga yang mengantar Rinai hingga ke dalam kamar diikuti Oma. Tubuh Rinai masih lemah. Yang ia butuhkan saat ini hanya istirahat. Entah kenapa saat tadi di sekolah badannya terasa sakit semua. Padahal kemarin ia sudah merasa sedikit enakan. Sampai klimaksnya sakit itu tidak bisa ditahan lagi hingga ia akhirnya pingsan.

"Apa nggak sebaiknya kamu ke dokter?" Oma menawarkan.

Rinai menggeleng lemah, "nggak usah, Oma. Dulu di Jogja Rinai juga sering kok seperti ini. Jadi ini sudah biasa."

"Justru karena sudah sering itu harus diperiksakan ke dokter, Rinai. Mama kamu tau?"

"Tau kok, Oma. Mama udah hafal sifat aku. Aku nggak suka ke dokter apalagi rumah sakit. Biasanya kalau aku sakit paling lama tiga hari. Nanti juga sembuh-sembuh sendiri, Oma," Rinai berusaha meyakinkan Oma.

"Baik kalau begitu. Sebentar lagi biar Oma masakkan bubur. Kamu istirahat saja," Oma tidak memaksa lagi. Oma berjalan keluar kamar diikuti oleh Onie.

"Gue pulang dulu ya, Rin. Besok lo nggak usah masuk dulu. Nanti pulang sekolah gue pasti jenguk lo. Get well soon yah," setelah itu Oma dan Onie menghilang di balik pintu.

Tinggal Rinai sendirian disini. Jujur saat ini yang ada di pikiran Rinai adalah Rei. Kemana dia? Sejak kejadian di UKS itu Rinai sudah tidak melihat Rei lagi. Bahkan saat pulang sekolah motor Rei sudah tidak ada di parkiran. Rinai tau karena motor Rei selalu diparkir di tempat yang sama, di sisi mobil Onie. Meskipun Rei tau parkiran itu bukan parkiran motor, tapi Rei tetap ngotot kepada satpam yang berjaga disana agar diperbolehkan parkir disitu. Padahal sebelum Onie membawa mobil, Rei masih menaati aturan dengan memarkir motor di tempat yang semestinya.

Saat tiba di rumah pun juga nihil, meskipun Rinai tidak menyusuri seluruh isi rumah tapi Rinai tau Rei belum pulang. Motornya tidak ada. Lalu kemana dia? Apa beberapa hari ini Rinai sudah keterlaluan? Rinai sadar sesadar-sadarnya bahwa bukan Rei yang mencari masalah duluan, tapi dirinya. Dirinya yang terlebih dahulu menghindar dari Rei. Dirinya yang lebih dahulu menyulut api permusuhan di antara mereka. Dirinya yang terlebih dahulu mendirikan tembok tak kasat mata yang semakin menjauhkan jarak di antara mereka. Padahal kalau dipikir-pikir Rei sudah baik padanya, mungkin bisa di bilang terlalu baik. Awal saat Rinai kemari memang Rei sempat membencinya, tapi itu hanya berlangsung sebentar. Sesudah itu pun Rei jadi baik padanya. Harusnya ia tidak mengikuti saran Onie dengan pura-pura menjadi pacarnya dan menjadi pembangkang.

Saat itu Rinai memang sedang emosi jadi ia asal mengambil keputusan tanpa pikir panjang. Saat Rei tau bahwa ia menjadi pacar Onie, Rinai dapat melihat sorot terluka di mata cowok itu. Rinai belum berani berpikir yang macam-macam. Dia juga tidak mau dibilang ge-er. Bisa saja Rei terluka bukan karena Rei suka padanya. Mungkin karena masalah lain entah apa itu. Rei itu tidak bisa dibaca. Bahkan meskipun Rinai berusaha menyelami hatinya, tetap saja hati itu masih tergembok rapat tanpa ada yang tau apa isi di dalamnya.

Kini Rinai juga bisa melihat dan merasakan Rei itu misterius. sama seperti Rain. Tapi membaca Rain lebih mudah daripada membaca Rei. Sejak awal Rinai datang ke rumah ini ia sudah tau Rain memendam luka yang begitu dalam. Tapi Rei? Rinai tidak tau. Saat itu Rei terlihat baik-baik saja. Bahkan mungkin terlalu baik. Keceriaannya menutupi segalanya. Rinai penasaran. Ada apa dengan Rei dan Rain? Rinai sudah bertekad, ia harus segera mencari tau.

***

Rinai terkejut saat Rain memasuki kamar dengan membawa senampan bubur dan teh yang asapnya masih mengepul. Yang Rinai tau adalah Rain tidak keluar kamar lagi sejak beberapa hari yang lalu. Rinai bisa menebak Rain pasti sedang 'kumat' lagi. Sejak kapan Rain berhenti mengurung diri?

Rinai HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang