25 Desember 2007...
Rein berencana menyerahkan sesuatu pada Clery. Sebuah buku di tangannya. Buku yang sangat berarti baginya karena dalam buku ini tertumpah semua curahan hatinya pada Clery. Rein hanya ingin Clery mengetahui apa yang ia rasakan selama ini. Rein hanya ingin jujur pada dirinya sendiri, juga pada Clery.
"Oma, lihat Clery? Kok dikamarnya nggak ada?" Tanya Rein pada Oma yang kebetulan lewat.
"Tadi Oma lihat Rain menggendong Clery ke teras. Coba kamu lihat disana," Oma memberitahu.
Rein segera melesat menuju teras, dan ia menemukan Clery sedang duduk sendirian sambil memandang hujan yang saat ini turun deras sekali. Rein menghampiri Clery dan duduk disebelahnya. "Liatin hujan?" Rein memulai pembicaraan.
"Iya. Tapi hujannya kelewat deras, Kak. Clery jadi nggak bisa main air," jawab Clery dengan nada lesu.
"Kalau mau main air kan di kamar mandi juga bisa, Clery, hehehe..."
"Kakak nggak bisa diajak ngomong serius deh. Coba kalau Kak Rain, dia pasti langsung ngertiin Clery."
Rein terdiam. Ia jadi teringat tujuannya mencari Clery. Rein memandang buku di tangannya. Sempat ragu-ragu sampai akhirnya ia menarik tangan Clery dan meletakkan buku itu di atas telapak tangan Clery. Clery memandang benda di tangannya dengan bingung.
"Ini buku apa, Kak?"
"Kado natal untuk kamu. Jangan sampai Kak Rain tau, ya?" pinta Rein. Clery mengangguk. Setelah itu Rein berdiri dari duduknya dan beranjak meninggalkan Clery. Setelah Rein menghilang di balik pintu, tinggal Clery sendiri. Clery penasaran terhadap buku yang ada di tangannya. Ia membuka lembar pertama. Dengan cepat ia membalik lembar selanjutnya dan begitu seterusnya. Sampai pada suatu lembar tangan Clery berhenti membalik. Ia terlihat serius membaca sesuatu yang tertulis disana.
"Clery, kamu lagi baca apa?" tiba-tiba Rain muncul dari balik pintu sambil membawa secangkir teh hangat untuk Clery. Clery menoleh. Rain menyadari ada yang berbeda di wajah Clery. Wajah ceria itu berubah menjadi wajah yang begitu sendu. Mata indah yang selalu bersinar itu kini berkabut. Sampai pada akhirnya Clery tidak bisa menahan semuanya. Ia memeluk Rain dan menangis dalam dekapannya.
"Kamu kenapa, Clery?" Rain jadi panik dan mengelus-elus punggung Clery, berusaha menenangkan. Clery tidak menjawab, ia masih sesenggukan. Akhirnya Rain memutuskan membawa Clery kembali ke kamar. Saat Rain menggendongnya, tanpa sengaja Clery menjatuhkan buku itu. Rain tidak tau, Clery juga tidak menyadari. Buku itu akhirnya tergeletak di lantai tanpa ada yang peduli.
Di dalam kamar Clery sudah agak mendingan. Ia sudah tidak menangis lagi, tapi masih saja tidak mau bicara. Rain benar-benar merasa janggal. Selama ini Clery tidak pernah menangis. Meskipun ia sakit, Clery selalu menebarkan keceriaan bagi orang-orang di sekitarnya. Hal ini tentu membuat Rain takut sekaligus khawatir. Ada apa dengan Clery?
***
Rein memungut buku yang tergeletak di lantai itu. Hatinya hancur. Apa Clery sudah membaca semuanya dan ini balasan atas apa yang sudah ia tulis di dalamnya? Rein menyesal. Harusnya ia tidak memberikan buku ini pada Clery. Hanya sebuah tulisan, tapi bisa menghancurkan semuanya. Rein merasa memang inilah yang pantas ia dapatkan dari seorang Clery. Clery pantas membuang buku ini. Bahkan ia terlalu pantas untuk membakarnya.
Rein merasakan matanya mulai memanas. Seorang gadis kecil cacat seperti Clery mampu membuat perasaannya jungkir balik, mampu membuat air matanya mengalir, mampu membuat hatinya terkoyak. Rein masih dengan benteng pertahanannya. Ia tidak boleh menangis! Tidak! Rein tidak ingin terlihat lemah di hadapan Clery atau Rain. Rein hanya ingin Clery benar-benar melihatnya. Ia mampu melakukan apa yang dilakukan Rain terhadap Clery. Ia bisa seandainya Clery menginginkan dirinya lebih kuat daripada Rain. Tapi hatinya sudah merelakan. Ia juga menyayangi Rain. Ia tidak bisa egois. Clery lebih bahagia bersama Rain. Rain adalah segalanya bagi Clery. Maka Rein akan memposisikan dirinya seperti semula. Menjadi bayangan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai Hujan
Teen FictionNO COPAS/REMAKE!!! CERITA INI BELUM MENGALAMI REVISI EYD... Aku menemukan bidadari kecil. Sayang, bidadari itu tidak sempurna. Sayapnya patah. Ia tidak bisa terbang seperti bidadari lainnya. Tapi ia memiliki kelebihan. Ia mampu memberikan kebahagia...