Rinai Hujan 23

5.5K 321 12
                                    

Jangan lupa diputer mulmednya yaa...


Week end telah tiba, kebanyakan orang akan menikmati hari mereka dengan berlibur di puncak apalagi cuaca sangat mendukung. Bandung pagi ini sangat cerah setelah beberapa hari selalu diselimuti oleh hujan. Rinai ingin sekali menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan keliling kota. Ia terlalu jenuh di rumah sakit sehingga butuh untuk menyegarkan otaknya lagi. sementara ia harus menunggu hingga Senin untuk bisa kembali sekolah dan bertemu teman-temannya. Sejak pagi Rinai mencari Rei keliling rumah, tetapi tidak berhasil menemukannya. Begitupun ketika ia mencari di kamar Rain. Karena memang Rei tidur bersama Rain. Hanya ada Rain di dalam yang masih tertidur pulas. Rinai mencoba menghubungi ponsel Rei, tersambung tetapi tidak ada jawaban. Tetapi sedetik kemudian ada pesan yang dikirimkan Rei.

Rin, bangunin Rain gih. Terus tungguin aku di gazebo kebun. C u very soon honey :*

Rinai sedikit mencibir melihat pesan singkat yang dikirim Rei. Honey..honey.. emang gue lebah madu? Rinai akhirnya memutuskan untuk menuruti perintah Rei. Tuan muda satu itu kalau perintahnya nggak diturutin bisa berabe deh, Rinai membatin. Rinai mengetuk kamar Rain yang tertutup. Rinai menepuk keningnya sendiri. Bukannya tadi pagi ia sudah masuh kesini? Harusnya ia langsung masuk saja. Rinai memutar kenop pintu, dan Rain tetap saja berada di posisinya. Tidur seperti orang mati. Akhirnya Rinai mendekati Rain, menggoyang-goyangkan badan Rain agar laki-laki itu segera terbangun.

"Kak, bangun.."

Rain masih belum membuka mata. Rinai semakin keras menggoyangkan tubuh Rain sambil menarik-narik tangannya.

"Kak, banguuuuun!!" teriak Rinai tepat di telinga Rain. Belum bangun juga. Dengan kesal akhirnya Rinai mencubit hidung rain dengan keras. "Kakak, bangun ih..tidurnya udah kayak kebo aja."

"Aduh, aduh, sakit Rin!" Rain langsung membuka matanya dan memegang hidungnya yang sedikit memerah gara-gara dicubit oleh Rinai.

"Habis ngapain pakai pura-pura tidur segala," Rinai berkacak pinggang.

"Yah, ketahuan. Gue kan ngarepnya kayak pangeran yang bangun ketika mendapatkan ciuman dari sang putri pujaan hati," Rain terkikik geli. Ia suka sekali menggoda Rinai akhir-akhir ini. Biarlah kebersamaan mereka hanya sebatas kakak dan adik. Melihat Rinai bahagia saja sudah membuat Rain ikut bahagia.

"Ih, kakak pagi-pagi bayangin yang enggak-enggak. Ya nanti deh minta cium sama pacar kakak," timpal Rinai sambil menarik tangan Rain agar segera bangun.

"Cariin pacar dong, Rin. Keburu gue karatan nih masa nggak ada cewek yang mau sama gue. Apa sama lo aja deh? Gue rela dunia akhirat," Rain menampilkan wajah mupengnya.

"Duh, pagi-pagi otak nggak beres nih. Virusnya Rei bener-bener udah lengket di kakak ya?" Rinai mencubit pelan tubuh Rain hingga Rain kegelian dan akhirnya bangun.

"Iya..iyaa.. galak banget sih tuan putri satu ini. Lagian ngapain coba bangunin pagi-pagi buta begini. Matahari aja masih ogah nongol," gerutu Rain. Tapi ia pada akhirnya tetap bangun.

"Ini udah jam tujuh kak! Tuh kakak diketawain sama matahari. Udah ah becandanya, aku tunggu di gazebo," tanpa menjelaskan apa-apa lagi Rinai segera keluar dari kamar Rain. Sementara itu Rain hanya melihat kepergian Rinai dengan senyum mengembang di wajahnya.

***

"Rei, lo dimana sih? Kita udah nungguin hampir satu jam dan lo nggak nongol juga!"

"Bawel amat sih! Bentar lagi juga nyampe gue. Bye!"

Klik! Rei memutuskan sambungan teleponnya. Sementara Rain ingin sekali melempar ponselnya sekarang juga. Satu jam! Dan harusnya ia masih punya waktu satu jam untuk tidur. Eh, tapi jika dipikir-pikir harusnya Rain berterimakasih dengan Rei karena berkat Rei yang tidak segera muncul jadi ia memiliki banyak waktu untuk berduaan dengan Rinai. Sedikit licik memang, tapi ya dengan cara-cara seperti ini yang bisa membuat Rain bisa merasa dekat dengan Rinai.

Rinai HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang