Rinai Hujan 24 (ENDING)

6.8K 371 4
                                    


Suasana hening ini begitu menenangkan. Membuat siapa saja terbuai dengan kenyamanan ketika hiruk pikuk dunia luar mampu melumpuhkan dan menjenuhkan otak. Rei menikmati suasana hening yang saat ini ia rasakan. Rumah begitu sepi. Oma dan Opa pergi ke stasiun untuk mengantar orangtua Rinai kembali ke Jogja. Sejenak Rei terdiam, hanya memandang apa yang mampu ia lihat. Sebuah kamar, yang beberapa tahun ini selalu menemaninya. Menjadi saksi saat ia terluka, saat ia harus pura-pura kuat, saat ia ada di titik terendahnya, saat ia menangis. Sebuah kamar yang akhir-akhir ini juga menjadi saksi bahwa ada seorang gadis lugu yang pernah menempatinya. Menangis di tempat yang sama. Dan menjadi saksi atas segala mimpi-mimpi buruk mengenai kenangan masa lalunya.

Rei memandang setiap sudut kamarnya, yang akhir-akhir ini telah berubah menjadi kamar Rinai. Ia merasakan ada perubahan dalam kamarnya. Suasana maskulin yang sangat kental dulu, kini ada sentuhan feminin. Bagitu juga aroma kamar ini, sangat lekat dengan aroma Rinai. Rei sangat menyukainya. Ia betah untuk berdiam lama-lama di tempat ini. Saat ia mencium aroma Rinai dalam kamar ini, seakan ia merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya.

Rei tersenyum singkat, kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas jinjingnya. Sebuah foto-foto yang berhasil ia abadikan dengan kamera ponsel. Walau ada beberapa yang tidak jelas dan tidak fokus karena Rei mengambilnya secara diam-diam, tapi Rei tetap menyukai karyanya. Ia memandnag foto itu satu persatu. Foto Rinai yang ia ambil diam-diam saat Rinai ada di rumah sakit. Rinai yang sedang mengaduh karena kesakitan terkena jarum infus. Rinai yang sedang mengupas apel. Rinai yang sedang melamun. Rinai yang sedang tertidur pulas. Dan foto favoritnya adalah Rinai yang sedang mengulurkan tangan sambil menunggu tetes air hujan membasahi tangannya. Sama seperti Clery. Tapi Rei tau bahwa mereka berdua adalah pribadi yang berbeda.

Bagi Rei, Clery adalah pribadi yang sangat kuat. Ia bagaikan batu karang yang sangat kokoh. Tidak akan pernah jatuh walaupun deburan ombak keras menghantamnya berkali-kali. Clery begitu kuatnya hingga ia mampu mempengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk ikut kuat. Tetapi Rinai, ia adalah pribadi yang sangat rapuh. Seperti sebuah kaca yang jika terjatuh sekali maka akan pecah berkeping-keping. Ia adalah gadis yang sangat ceroboh dank eras kepala. Bagi Rei, sangat sulit untuk menjaga Rinai. Tapi itu pula yang membuat Rei begitu mencintainya. Ia tertawa geli. Menertawakan dirinya sendiri, bagaimana cinta itu ternyata mampu mengoyak pertahanannya. Mampu memporak porandakan perasaannya. Tapi pada akhirnya cinta itu pula yang akan membawa kebahagiaan.

Rei kemudian kembali fokus pada foto-foto di tangannya, Ia menempel foto itu satu persatu di sebuah papan yang memang terpasang di kamarnya. Setelah semua foto Rinai terpasang ia mencoba membuka lemarinya, mencari keeping-keping kenangan yang masih ia simpan di dalam sana. Dan di salah satu sudut lemari yang sangat tersembunyi, ia mengambil beberapa foto yang masih ia simpan dengan rapi. Foto Rain dan juga Clery. Yang ia ambil juga dengan kamera ponsel dan dengan cara diam-diam. Semua dalam berbagai ekspresi dan tanpa mereka sadari. Foto-foto yang tampak begitu natural. Rei mengelus foto-foto itu sambil melemparkan senyumnya. Tidak ada satupun yang mengetahui bahwa ia sangat suka mengoleksi foto-foto orang yang ia cintai dengan hasil bidikannya sendiri.

Rei juga menempel foto Rain dan Clery diantara foto-foto Rinai. Ia menata sedemikian rupa sehingga dalam satu papan besar itu terdapat banyak foto yang begitu indah dipandang. Rei mengambil spidol hitam dan menuliskan sesuatu disana. Ia menuliskan kalimat itu dengan penuh ketulusan. Selesai menuliskan itu, Rei memandang karyanya tanpa pernah melepaskan senyum terbaiknya. Ia teringat sesuatu, ia mencoba mencari-cari benda yang dulu pernah ia berikan pada Rinai. Buku diary-nya. Setelah mencari ia menemukan buku itu ada di bawah bantal Rinai. Rei mulai membuka lembar demi lembar. Hanya tulisannya yang acak-acakan. Tulisan yang sama. Perasaan yang sama. Tetapi kemudian matanya terhenti pada sebuah kalimat yang sama sekali tidak pernah ia tuliskan disana. Kalimat yang baru di lembar yang juga baru setelah terakhir kali ia menuliskan diary-nya.

Rinai HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang