Rinai Hujan 6

6K 383 0
                                    


Yeyy.. hari ini bisa update 2x... :D :D

Author mah suka nyenengin hati readers.. ihii.. XD

Makasih buat readers yang sudah vote...

Peluk cium :* :*


***

Masih jam pelajaran pertama, tapi sudah mampu membuat mata Rinai terasa berat. Sepertinya semalam ia kurang tidur. Jelas saja, Onie meneleponnya sekitar jam 12 malam hanya untuk menanyakan kabar Rinai. Mungkin itu hanya basa-basi karena selanjutnya Onie dan Rinai malah asik ngobrol hingga hampir subuh. Tentu hal itu Rinai lakukan tanpa sepengetahuan Rei. Tanpa sadar, Rinai mulai membangun benteng pertahanan dari Rei. menurut Rinai, Rei baik dan juga bisa dipercaya. Tapi ia terlalu menuntut Rinai untuk melakukan apa yang ia mau. Hanya satu kata yang tepat, otoriter. Dan Rinai sangat membenci itu. Di rumah atau di sekolah, sebisa mungkin Rinai berusaha menghindari Rei dengan cara yang sangat halus. Ia bahkan menjadi sedikit dekat dengan Onie walau hanya lewat dunia seluler. Sementara di sekolah, Rinai dan Onie berlagak biasa saja.

Rinai menelungkupkan kepalanya di bangku selama menunggu Pak Yakob, guru kimia, yang masih belum datang. Tiba-tiba sebuah tangan menarik kepalanya hingga tubuh Rinai tegak kembali. Kemudian tangan itu menolehkan kepala Rinai ke kiri. Rinai bisa melihat wajah seseorang di depannya sedang melotot padanya.

"Bayar sekolah mahal-mahal tapi kerjaan lo cuma tidur!" semburnya galak.

Rinai menepis tangan itu dari kepalanya dan melanjutkan tidurnya. Sebelum kepala Rinai berhasil mendarat di meja, tangan itu kembali menariknya hingga tegak. "Gue ngantuk!" sentak Rinai.

"Emang lo nggak punya cukup waktu buat tidur? Kalau delapan jam nggak cukup, lo lebih parah dari kambing!"

Rinai mendengus, ia segera berdiri dan melangkahkan kaki keluar kelas tanpa mempedulikan Rei. Tapi saat itu, Pak Yakob sudah ada di ambang pintu.

"Maaf, Pak, saya ijin ke kamar mandi sebentar," kata Rinai sesopan mungkin. Setelah Pak Yakob mengangguk, Rinai melesat pergi.

Kaki kecil Rinai tidak membawa Rinai ke kamar mandi, tapi justru membawanya ke sebuah tempat yang agak sepi. Gudang sekolah. Rinai heran apa yang membuat ia sampai disini. Rinai hanya bisa percaya dengan keyakinannya mungkin dia butuh menenangkan pikiran disini. Di tempat yang agak jauh dari jangkauan Rei.

"Hei bandit kecil, escape lagi?"

Suara seseorang di belakangnya hampir membuat jantung Rinai copot. Rinai menoleh, Onie sudah memamerkan senyum termanisnya. Rinai mengelus dada. Lega.

"Ngapain lo disini? Bukannya tadi lo lagi di kelas?" tanya Rinai.

"Gue dari tadi merhatiin lo. Kayaknya lo lagi di serang virus keki. Kenapa sih?" Onie balik bertanya.

"Sahabat lo itu tuh. Dia pikir dia siapa berani ngatur-ngatur gue? Okelah dia itu care, tapi nggak gitu-gitu juga. Lama-lama gue ngerasa jadi robotnya dia yang bisa seenaknya dia kontrol pake remote!" Rinai berapi-api.

"Lo mau membangkang nih sama dia? Gue tau caranya."

"Mau banget! Emang gimana caranya?"

Onie menyuruh Rinai mendekat, kemudian ia berbisik di telinga Rinai. "Jadi cewek gue, Rin..." Seketika itu juga Rinai melotot. Ia melirik Onie tak percaya. "Maksud gue kita pacaran bohong-bohongan. Kalau lo sama gue kan Rei nggak bakal ngatur-ngatur lo lagi karena gue yang lebih berhak. Tapi gue nggak bakal ngatur elo kok, Rin. Ini kan cuma akal-akalan kita. Paham nggak?"

Rinai HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang