Rinai Hujan 16

5.1K 330 2
                                    


Pagi yang mendung. Rinai baru saja terbangun dari tidurnya. Aroma kamar yang begitu maskulin segera tercium oleh hidungnya. Ia merentangkan tangan, mencoba menghirup aroma ini lebih lama. Aroma ini adalah aroma yang sangat ia suka. Aroma milik Rei. Wajah Rinai memerah. Kenapa pagi-pagi udah mikirin dia sih?

Rinai bergegas bangun dari tempat tidur. Melakukan senam sedikit sebelum bersiap-siap menuju kamar mandi. Saat sedang mengambil handuk, pintu kamarnya terbuka. Rinai memang tidak terbiasa mengunci pintu kamar. Rei masih dengan celana boxer dan kaos oblongnya memamerkan senyum ala pasta gigi.

"Selamat pagi, Sayang. Enak kan nggak tidur di luar lagi?" Rei masuk ke dalam dan duduk di ranjang.

"Apaan sih lo! Kita nggak lagi main drama-dramaan!" Rinai melemparkan handuk kecilnya ke wajah Rei sambil tertawa.

"Oh iya gue lupa, hehehe...," Rei cengengesan. "Ikut gue yuk, Rin?"

"Kemana? Emang lo mau bolos?"

"Yah sehari aja ini bolosnya. Ikut, ya? Please...?"

Rinai paling tidak bisa menolak jika Rei sudah memohon seperti ini. Rinai mengangguk setuju. Rinai segera bersiap-siap. Ia mengambil handuk yang tadi ia lempar kepada Rei dan bergegas menuju kamar mandi. Sementara Rei tetap bertahan di tempatnya. Ia mengambil gitar akustik miliknya dan mulai memainkan sebuah lagu. Lagu Eric Clapton- Tears in Heaven adalah lagu yang selalu ia mainkan saat ia ingin mengenang Clery. Mengingat Clery membuat Rei lupa akan dunia nyata. Ia tenggelam dalam dunianya sendiri dimana hanya ada dia dan Clery. Clery yang tersenyum dan mendengarkan alunan petikan gitar yang ia mainkan. Rei tersenyum sendiri. Jari-jarinya tetap memetik senar gitar dengan nada-nada yang indah.

***

Mutiara Clery

11 Mei 1994-25 Desember 2007

Rinai membaca nisan di depannya. Nisan yang diukir dua tahun yang lalu. Rinai menoleh ke arah Rei. Rei tampak sedang mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di makam Clery. Rinai memalingkan pandangannya. Ia kembali menatap nisan itu.

"Andai Tuhan masih mengijinkan gue ketemu Clery, gue pasti jadi orang paling bahagia di dunia ini. Andai Tuhan masih beri kesempatan buat gue nunjukin cinta gue ke Clery, gue akan jadi orang paling setia di dunia ini. Andai Tuhan tau betapa berartinya Clery buat gue, Dia nggak akan ambil Clery secepat itu," Rei berandai-andai. Ia sudah berada di samping Rinai.

"Tapi meskipun Clery udah pergi, dia tetap ada di hati lo," Rinai menanggapi.

"Selalu. Selalu ada di hati gue dan dia menempati ruang yang paling istimewa," Rei menegaskan.

Sedetik setelah mengatakan itu Rei mengeluarkan dompet dari saku celananya. Ia mengambil sesuatu dari dalam sana. Ia menyerahkan sesuatu itu pada Rinai. Sebuah foto ukuran 4x6. Di dalamnya ada foto Rei bersama seorang gadis yang sangat cantik. Dalam foto itu Rei memeluk si gadis dari belakang. Wajah gadis itu seperti malaikat kecil. Saat melihat sinar matanya, Rinai merasakan kenyamanan yang luar biasa. Pasti ini yang namanya Clery. Tidak salah bila Rei begitu mencintainya.

"Dia seperti bidadari kan?" Rei menunjuk gadis dalam foto itu. Rinai menjawab dengan anggukan.

"Rei, lo beneran nggak mau berusaha buat mencintai cewek lain yang bener-bener mencintai lo?" hati Rinai tergerak untuk menanyakan hal ini.

"Gue nggak kepikiran. Tapi kayaknya saat ini nggak ada orang yang bener-bener cinta sama gue."

"Kalau orang itu ada?"

"Emang lo tau orangnya?"

Rinai menggeleng. Sebenarnya hal itu sangat kontra dengan hatinya. Ia ingin mengangguk, karena ia sudah tau orangnya. Orang itu adalah dirinya sendiri. Ya, dalam hati Rinai berani mengakui bahwa ia mencintai Rei.

Rinai HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang