Kesempatan untuk Rian?

1.5K 74 54
                                    

Jam masih setengah tujuh pagi, tapi Marsha dan Arfin sudah berada di sekolah. Mereka memanfaatkan waktu sebelum pelajaran dimulai di gedung panahan. Lagi-lagi Arfin mengajari Marsha cara memanah yang baik dan benar. Anak panah Marsha bisa mencapai papan target hanya saat Arfin membantu dengan memegang tangannya, kalau tidak, anak panah itu akan meluncur asal-asalan.

"Kamu mau modus, ya?" goda Arfin. Dan Marsha hanya menjawabnya dengan tawa geli.

"Aku mau duduk aja, liatin kamu memanah," ucap Marsha menyerahkan busur panah di tangannya kepada Arfin.

"Coba sini." Arfin menggulung lengan sweaternya sampai siku lalu mengambil benda itu dari tangan Marsha.

Marsha duduk saat Arfin membuat ancang-ancang untuk memanah. Seketika Marsha bertepuk tangan heboh saat melihat anak panah yang diluncurkan Arfin tepat mengenai pusat papan target.

Marsha memandangi Arfin yang memunggunginya. Mengingat-ingat, sejak kapan dia mulai jatuh cinta pada cowok itu dan alasannya. Semua sangat sulit dijabarkan. Terlalu banyak rahasia di hidup Arfin. Tapi itu semua tidak membuat Arfin menutup diri dan insecure. Kebalikannya, Arfin selalu percaya diri dan apa adanya.... Semua yang dilakukan Arfin terlihat begitu keren di mata Marsha.

Tiba-tiba dia ingat percakapannya semalam dengan Arfin saat mereka berdua selesai bersih-bersih badan dari sisa hujan lalu makan mie instan berdua.

Flashback...

"Kamu kok kelihatan udah akrab banget sama Om Ares?" tanya Marsha saat menunggu mie instannya tidak terlalu panas. "Padahal belum kenal lama, kan?"

Mendengar pertanyaan Marsha, Arfin yang akan menyendokkan mie ke dalam mulut berubah pikiran. Dia meletakkan sendok kembali ke dalam mangkok lalu diam.

"Kenapa, A'? Aku salah ngomong, ya?" Kening Marsha berkerut, khawatir pertanyaannya ada yang menyinggung.

Arfin menatap Marsha lalu tiba-tiba berbisik misterius. "Mau aku kasih tahu satu rahasia lagi?"

"Apa?" Kening Marsha makin berkerut, was-was. Membasahi bibir, dia bersiap mendengarkan.

"Dia itu... Papa kandungku."

Arfin tersenyum samar melihat bola mata Marsha yang melebar karena terkejut dan tak menyangka.

"Apa? Papa kamu? Siapa?" tanya Marsha, siapa tahu dia salah sangka.

"Ares," jawab Arfin singkat.

Jantung Marsha mencelos. Dia tidak salah dengar atau salah sangka, kan? Marsha menelan ludah dengan susah payah. Kenapa dunia ini begini sempit, sih? Dia sama sekali tidak percaya kalau Om Ares sebenarnya laki-laki brengsek.

"Tapi setahuku Om Ares orang baik kok. Nggak mungkin Om Ares nggak bertanggung jawab, pergi begitu aja ninggalin mama kamu...." Marsha mencoba membela Ares, bersikukuh membuat Ares memang orang yang selama ini dikenalnya.

Arfin menggeleng. "Bukan begitu ceritanya...."

Cerita pun meluncur dari bibir Arfin lengkap dari A-Z, tanpa ditambah atau dikurangi. Marsha yang mendengarkan cerita itu menjadi lega karena tahu yang sebenarnya terjadi, lalu bangga kepada Arfin. Karena cowok itu selalu berpikiran terbuka. Tidak menghakimi siapapun berdasar egonya sendiri.

Flashback end

Lamunan Marsha buyar saat tiba-tiba terdengar suara lagu Jepang dari dalam tas Arfin.

"Hpnya bunyi, A'!" serunya. Arfin yang juga mendengar segera menuju tasnya yang tergeletak di samping Marsha lalu mengeluarkan smartphonenya.

"Iya, Nek?" sapa Arfin segera begitu tahu Neneknya yang menelepon.

The Prince's Escape [Season#2 END✅]Where stories live. Discover now