Monday. Hari yang bagi sebagian banyak orang tak menyenangkan. Karena setelah weekend berakhir, mereka harus menghadapi rutinitasnya kembali. Tapi Marsha tidak setuju, karena hari senin adalah hari dimana dia bisa bertemu dengan pangerannya kembali di sekolah. Jadi, menurut dia, hari senin itu hari paling menyenangkan dibanding hari-hari lain. Kecuali malam minggu sih, saat Arfin apel ke rumah.
Pagi ini, sebelum jam pertama dimulai, mereka harus mengikuti upacara bendera. Selain untuk mengucap cinta pada bangsa dan tanah air, upacara kali ini bertemakan semangat untuk meraih cita-cita. Pak Kepala Sekolah menggebu-gebu saat berpidato, merasa bangga karena sekolah yang dia pimpin berhasil menyabet medali emas Olimpiade Internasional untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Arfin yang disuruh maju ke depan untuk menerima piala dan medali tidak begitu antusias melakukannya. Tapi untungnya dia tidak kabur seperti yang sudah-sudah. Anak-anak satu sekolah bertepuk tangan meriah untuknya. Sampai akhirnya ada satu tepukan paling keras di deretan anak-anak paling depan. Pandangan Arfin menyapu lalu menemukan cewek itu. Marsha. Sorot mata cewek itu berbinar saat tanpa malu dia berteriak, "AILOPYU ARFIN!"
Mendapat teriakan itu, Arfin tertawa dan melambaikan tangan padanya. Reaksi semua anak bermacam-macam. Ada yang jengkel, ada yang mengatainya tidak tahu malu, ada yang ingin menimpuknya. Tapi kebanyakan mencie-cie dan melontarkan ledekan. Marsha tidak peduli dikata norak. Toh satu sekolah sudah tahu kalau dia pacar Arfin, bahkan sempat membullynya karena mengira dia selingkuh. Jadi apapun yang akan mereka pikirkan atau lakukan, udah masa bodohlah!
Sejak kejadian pengamanan Arfin untuk Marsha di pesta ulang tahun Mona, akhirnya kabar perselingkuhan Marsha terpatahkan. Buktinya mereka masih mesra-mesra saja. Rian juga sudah tidak kelihatan mendekati Marsha lagi akhir-akhir ini. Hidup Marsha kembali adem ayem sekarang.
"Sha! Mona kenapa nggak masuk?" tanya Lani ketika upacara sudah berakhir dan mereka menuju kelas masing-masing. Dapat pertanyaan itu, Marsha malah baru sadar dengan absennya sang sahabat. Dari tadi dia hanya fokus sama Arfin, jadi tidak begitu memperhatikan sekitar.
"Iya, ya. Mona nggak ngasih kabar sih."
"Kecapean kali karena pesta kemarin," sambung Rara.
"Coba gue telepon dulu." Marsha mengeluarkan smartphone lalu mencoba menghubungi nomor Mona. Nadanya tersambung tapi tidak juga diangkat. Mengernyit, Marsha mencoba sekali lagi. Hasilnya tetap sama.
"Nggak diangkat," ucap Marsha. Kedua temannya pun sama bingungnya. Tidak biasanya Mona tidak masuk tanpa kabar.
"Kalau pulang sekolah kita samper ke rumahnya gimana?" usul Lani.
"Yuk. Takutnya dia sakit. Kasihan. Mamanya kan sibuk." Marsha mengangguk setuju.
"Gue ikut," tambah Rara.
Mereka pun sepakat.
***
Karena Mona tak kunjung memberi kabar sampai bel pulang sekolah berbunyi, akhirnya mereka bertiga memutuskan melaksanakan niat mereka untuk ke rumah cewek itu. Dengan berbekal buah-buahan yang dibungkus kotak cantik, di sinilah mereka sekarang. Di depan pintu gerbang rumah Mona. Halaman rumahnya sudah benar-benar bersih dari sisa-sisa pesta kemarin.
"Kalau ternyata Mona lagi pergi gimana?" tanya Rara yang ragu-ragu untuk memencet bel.
"Kita bagilah buah ini bertiga," jawab Marsha sekenanya.
"Yes!" Karena kelamaan, akhirnya Lani menggantikan Rara memencet bel. Dan ketiga kalinya bel itu dipencet akhirnya ada juga yang membuka pintu rumah. Surprisely, Mona yang muncul.
"Oh, kalian," desisnya. Dengan lesu dia menuju gerbang dan membukanya untuk mereka. Dengan wajah pucatnya, Mona memaksakan diri untuk tersenyum. "Masuk."
YOU ARE READING
The Prince's Escape [Season#2 END✅]
Teen FictionKarena konflik keluarga, Arfin Ishida Dirgantara yang baru tujuh belas tahun itu, rela keluar dari rumahnya yang bak istana dan memilih bertahan hidup di sebuah kos sepetak yang hanya berisikan kasur buluk dan lemari pakaian usang. Namun dia bisa me...