Jangan Minta Lebih

107 17 108
                                    

Arfin menghabiskan masa skorsingnya selama 3 hari ini lebih banyak di kantor. Bahkan saat bukan shiftnya dia tetap masuk. Hitung-hitung sekalian belajar. Dia ingin lebih banyak tahu tentang ilmu Teknik Informatika. Setelah kemarin berhasil nge-hack smartphone dan laptop Rian, dia jadi sadar kalau dia punya passion di bidang itu dan berniat mendalaminya lebih jauh.

Korbannya adalah Pak Hendra dan Pak Roni, senior di divisinya. Keduanya jadi objek untuk setiap pertanyaan di kepala Arfin sampai mereka jengah sendiri lalu menghindar setiap kali Arfin datang mencari mereka. Bukannya tidak mau berbagi ilmu. Pertanyaan-pertanyaan Arfin seringkali sesuatu yang bahkan belum mereka dengar dan sulit untuk mereka jawab.

Ares yang mengamati Arfin secara diam-diam, merasa bangga karena Diana memiliki anak dengan bakat yang luar biasa begitu. Karena skill Arfin cukup baik, dia tidak perlu mencari programmer handal lagi untuk dipekerjakan full time.

Saat Arfin tidak bisa mengandalkan kedua seniornya itu, dia memuaskan rasa penasarannya dengan mencari buku di perpustakaan sekolah lalu mempraktekkan langsung di laptop perpus. Setelah terpuaskan, barulah dia mencari kesenangan lain di gedung panahan.

Marsha yang kesenangan. Karena meskipun Arfin diskors, dia tetap bisa sering bertemu cowok itu. Setelah kemarin pulang sekolah dia main ke kos Arfin untuk menunjukkan kehebatannya memasak Chicken Teriyaki sebagai menu makan siang, pagi ini dia pun masih diberi kesenangan melihat cowok itu di sekolah. Dan di sinilah dia sekarang berada. Di gedung panahan, berdua Arfin. Meski saat ini di kelasnya sedang berlangsung pelajaran sejarah, tapi dia dengan dablegnya berbohong pada Bu Rima kalau perutnya sakit dan harus ke UKS. Sekarang Arfin sedang mempelajari teknik memanah menggunakan dua anak panah sekaligus dalam satu luncuran.

Saat kedua anak panahnya itu akan diluncurkan, tiba-tiba smartphone Arfin berdering panjang. Akhirnya dia batal memperlihatkan kehebatannya ke Marsha untuk terlebih dahulu menjawab panggilan itu.

"Moshimoshi," sapa Arfin untuk mamanya di seberang sana. Dahi Arfin terlipat karena tidak ada jawaban. "Ma?"

"Nak, kamu lagi belajar, ya? Mama ganggu?" Suara lembut itu akhirnya terdengar di antara suara kresek-kresek. Mendengar pertanyaan itu, Arfin jadi tahu kalau mamanya tidak tahu peristiwa perkelahian yang melibatkan anak kandung dan anak tirinya kemarin yang berujung hukuman skorsing. Kalau tahu, apa Mama akan memantapkan hati untuk pulang dan seperti rencana semula, beliau akan meminta maaf pada Rian? Benak Arfin bertanya-tanya.

"Lagi jam kosong, Ma," Arfin berbohong. Dia duduk di sebelah Marsha. "Mama sehat?"

Terdengar helaan napas Mama yang berat. "Nggak tahu kok akhir-akhir ini mama sering pusing, ya?"

"Pusing kenapa, Ma?"

"Kayaknya stres ini mikirin kerjaan. Kamu gimana, sehat?"

"Sehat. Mama nggak di rumah aja? Kirain ke sana cuma mau liburan. Kenapa kerja?" Arfin tidak heran, selama ini Mama mengikat hatinya untuk pekerjaan. Kalau tidak begitu, mamanya bisa tenggelam lebih dalam lagi ke masa lalu. Apalagi di Tokyo, tidak ada orang yang ditujunya untuk pulang. Arfin yang merupakan satu-satunya tujuan sedang berada ribuan kilometer darinya.

"Pamanmu Takahiro sedang cuti beberapa hari, Mama cuma menggantikan posisinya sebentar." Takahiro satu-satunya anak lelaki Nenek, jadi mau tidak mau beliau harus menjadi penerus generasi berikutnya, mengelola perusahaan raksasa Nenek. Dua saudara perempuan Diana yang lain sudah merdeka ikut suami masing-masing. Anehnya hanya Takahiro yang memiliki nama dengan bahasa Jepang, sementara 3 saudara perempuannya yang lain punya nama kental Indonesianya. Diana, Wulan, dan Bunga.

"Oke, Mama sehat-sehat, ya? Kabari kalau mau pulang." Arfin pikir mamanya menelepon karena ingin memberitahu bahwa Hermawan sudah meminta Mama untuk pulang. Tapi ternyata tidak. Jadi ya sudah, terserah mereka saja bagaimana yang terbaik.

The Prince's Escape [Season#2 END✅]Where stories live. Discover now