Apa Kamu Bahagia?

1.3K 54 160
                                    

Pagi ini Marsha bangun tidur dalam keadaan segar. Meskipun setelah kepulangannya dari berkemah kemarin pikirannya teracuni dengan omongan Rian, tapi malamnya ketika Arfin menelepon, bercanda dengannya dan memintanya untuk mendoakan agar bisa menjuarai Olimpiade, Marsha langsung bisa melupakan segala gundah gulananya. Biarkan Rian mau seperti apa menilainya, yang terpenting dia tahu bagaimana perasaannya sendiri. Seperti yang dia yakini sejak awal, Arfin tinggal di sini pasti karena itu yang terbaik untuk semuanya. Arfin lebih bahagia di sini, bersamanya. Sudah, dia tak mau memikirkan hal-hal yang membuatnya makin pusing lagi.

Marsha merentangkan sebelah tangannya, menyentuh dinding-dinding kelas yang dilewatinya saat berjalan menuju kelasnya sendiri. Tapi langkahnya mendadak terhenti ketika menyadari bahwa sejauh mata memandang yang dilihatnya adalah anak-anak yang tengah memegang undangan berwarna keemasan dengan pita pink di tengah-tengahnya.

Marsha menyaksikan fenomena itu dengan kernyit heran. Sampai dia akhirnya tiba di kelas, semua teman sekelasnya pun sedang memegang benda yang sama.

"Marshaaaa....!!!" Suara melengking Mona mengejutkan Marsha. Mona yang selalu mempesona dengan bando kainnya yang kali ini berwarna indigo, melambaikan tangan ke Marsha dengan raut khawatir. "Lani bilang lo kemarin sakit pas pulang kemah? Udah sehat sekarang?"

"Iyalah, ngapain lama-lama sakit?" cengir Marsha setelah duduk di bangkunya di sebelah Mona lalu melepaskan ransel di bahunya. Sementara Lani dan Rara di bangku belakangnya sedang asik menonton sesuatu di smartphone Lani.

"Alhamdulillah... " Mona tersenyum lega. "Makanya besok-besok lagi nggak usah ikut begituan. Capek doang, Beb."

"Betul juga sih." Marsha sungguh-sungguh membenarkan. Bukan karena capeknya, tapi dia jadi antipati dengan kegiatan itu gara-gara Rian. Saat tanpa sengaja menurunkan mata, Marsha melihat tangan Mona yang memegang undangan yang sama dengan apa yang dipegang anak-anak lain di luar. "Itu undangan apa, sih?" tanyanya kemudian, penasaran.

Tahu arah pandangan Marsha di undangan yang dipegangnya, Mona langsung menyerahkannya pada Marsha. "Undangan ulang tahun gue. Nih, punya lo."

"Oh, ya ampun, Sori gue lupa." Marsha mengingat tanggal hari ini dan dia baru ingat bahwa ulang tahun Mona memang 3 hari lagi. Selama hampir 4 tahun Marsha mengenalnya, Mona memang selalu merayakan ulang tahun. Marsha berterima kasih saat menerima undangan itu.

"Jangan lupa datengnya sama Arfin," pinta Mona.

"Iya pasti gue ajak dia," senyum Marsha. "Lo undang satu angkatan?"

"Iya," Mona nyengir. "Biar rame."

Horang kayaaah, pikir Marsha. "Pantesan diluar banyak yang pegang undangan. Gue pikir siapa-"

Tiba-tiba ada suara "sssttt..." yang menyela obrolan mereka, datang dari bangku belakang. Lani yang sedang fokus pada layar smartphonenya menyuruh mereka untuk diam sebentar.

"Kalian lagi nonton apa, sih?" tanya Marsha penasaran karena mereka seperti tidak mau diganggu. Dia melongok sejenak layar yang menyala di atas meja itu. Dari jarak itu, dia hanya bisa melihat seperti beberapa orang yang berkelompok, menjawab pertanyaan dari para juri di depan mereka.

"Coba lo buka IG. Tonton live broadcastnya Viona," jawab Lani singkat.

Marsha memandang Mona minta penjelasan. Tapi Mona malah menggeleng, memperingatkan Marsha agar tidak membukanya. Marsha pun menatapnya curiga. Dia malah makin penasaran dengan apa yang sedang ditonton Lani dan Rara dan segera membuka Instagram di smartphonenya sendiri.

Akunnya Viona? Oke.

Begitu membuka live brodcastnya, Marsha langsung mencelos. Karena ternyata itu adalah tayangan saat sesi tanya jawab olimpiade yang Arfin ikuti dan sedang dilaksanakan saat ini. Dia melihat bagaimana tim Arfin berkali-kali memencet tombol lebih cepat daripada tim lain dan menjawab dengan benar semua pertanyaan yang diberikan juri. Tapi entah kenapa Marsha tidak bahagia sama sekali menontonnya.

The Prince's Escape [Season#2 END✅]Where stories live. Discover now