Seorang anak laki-laki kecil berlari masuk ke rumah. Bibirnya mengembangkan senyum sebab kertas ulangan yang berkibar di tangannya.
"Ma, lihat nih! Bahasa Inggrisku dapat 100 lagi!" Anak itu memamerkan kertas ulangannya yang bernilaikan sempurna kepada mamanya yang tengah sibuk di dapur. Dia bahkan lupa untuk mengucapkan salam terlebih dulu seperti yang sudah mamanya ajarkan setiap hari.
Sang Mama menoleh. Wajahnya lesu. Meski seolah tanpa minat, Mama meninggalkan kegiatan mengupas wortelnya, lalu tersenyum melihat kertas ulangan putranya itu.
"Hebat ya anak mama," ucapnya dengan suara dibuat senang. Tapi anak yang masih berumur 8 tahun itu belum mengerti bahwa ada sesuatu yang salah. Ada aura hitam yang melingkupi jiwa mamanya.
Anak itu tersenyum bangga. "Mama bilang kalau Bahasa Inggrisku bagus, kita akan ke luar negeri ketemu Papa. Nanti aku bisa sekolah di sana dan kita bisa tinggal bareng-bareng Papa? Iya, kan, Ma?"
Mama tersenyum mendengarkan. Sebenarnya anak itu tidak benar-benar mengenal papanya. Sejak dia kecil, papanya sudah bekerja di Jepang dan pulang paling cepat tiga bulan sekali. Itupun tidak bisa lebih dari tiga hari. Dia iri dengan teman-temannya yang selalu membangga-banggakan papanya. Sementara dia... tidak mengenal sosok papanya seperti apa.
Hingga akhirnya Mama berjanji mereka akan menemui papanya kalau nilai-nilai ulangannya sempurna. Anak itu selalu mengingat janji mamanya itu dan berusaha sekeras mungkin untuk mewujudkan mimpinya tinggal bersama sang Papa.
"Besok ya, Ma, kita ketemu papa?" rengeknya. "Kan besok udah mulai libur seminggu, ada try out kelas 6. Ya, Ma?"
Tanpa ada kata-kata yang keluar, Mama mengangguk.
"Yeee.... makasih, Ma... aku kemas-kemas dulu ah." Terlampau senang, dia segera ke kamarnya untuk mengemas barang. Semangatnya luar biasa. Dia yang masih kelas 2 Sekolah Dasar itu belum tahu kalau ke luar negeri itu harus punya paspor dan visa. Mereka tidak memiliki keduanya. Dan untuk mendapatkannya dibutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Keesokan harinya, begitu membuka mata, anak laki-laki itu langsung menyibak selimut lalu keluar menuju kamar mamanya. Dia pikir pasti mamanya masih berkemas.
"Ma, ayo cepat-" Bersamaan itu, dia membuka pintu kamar mamanya. Kalimatnya berhenti ketika matanya tidak menemukan mamanya yang sedang berkemas. Alih-alih itu, yang ditemukannya adalah tubuh mamanya yang menggantung dengan leher terikat tali yang menjuntai dari atap plafon.
Tubuh anak laki-laki itu bergetar hebat. Pupil matanya mengelam sementara dadanya terasa amat sakit. Dan dunianya seketika tersedot ke lubang hitam yang gelap nan pekat.
Dia melihat mamanya sudah menjadi mayat dengan cara paling mengenaskan.
Sampai dewasa, anak itu tidak akan pernah bisa melepaskan trauma dan luka itu di hatinya. Penderitaan yang mamanya rasakan telah membuat dendam yang tak akan pernah berkesudahan.
YOU ARE READING
The Prince's Escape [Season#2 END✅]
Fiksi RemajaKarena konflik keluarga, Arfin Ishida Dirgantara yang baru tujuh belas tahun itu, rela keluar dari rumahnya yang bak istana dan memilih bertahan hidup di sebuah kos sepetak yang hanya berisikan kasur buluk dan lemari pakaian usang. Namun dia bisa me...