"MARSHAA.... DITUNGGUIN ARFIN DI DEPAN!!!"
Marsha terkesiap, menghentikan aktivitasnya sejenak di depan cermin. Bukan karena suara barito ayahnya yang membuatnya terkejut, tapi karena kedatangan Arfin yang tiba-tiba. Sebenarnya bukan tiba-tiba sih, karena saat Marsha mengecek jam weker di atas nakas, ternyata jam sudah menunjukan pukul hampir setengah tujuh.
"Iya, Ayaaahh... suruh tungguin sebentar lagiiii...." Suara balasan Marsha dari dalam kamar tak kalah melengking. Untung Marsha sudah sarapan sandwich dan membawa 2 potong untuk dia bawa sebagai bekal. Tinggal satu polesan terakhir lip balm di bibirnya dan Marsha pun siap menemui Arfin.
"Bikinin minum dulu itu Arfinnya, malah dianggurin," ucap Ayah yang Marsha temui sedang sarapan di meja makan.
"A'... mau minum apaaaa?" seru Marsha pada Arfin yang masih menunggu di teras.
"Buruaaann...," balas Arfin dari luar.
Sudah kesepakatan sepihak dari Marsha bahwa setelah resmi jadian, dia menggunakan nama panggilan baru untuk Arfin : A' bisa asalnya dari panggilan Aa' atau A' dari huruf depan nama Arfin. Cowok itu sih setuju-setuju aja. Asal bukan panggilan bucin yang aneh-aneh. Sudah lebih dari setahun mereka pacaran. Sekarang Marsha sudah berada di kelas XI dan Arfin di kelas XII.
"Tuh kan?" Marsha nyengir tanpa dosa dan dibalas gelengan kepala oleh Ayah. "Marsha berangkat dulu, Yah, Assalamualaikum." Lalu mencium punggung tangan ayahnya.
"Hmmm... Waalaikum salam."
Marsha berjalan cepat untuk keluar rumah. Tapi begitu sampai teras, tiba-tiba Arfin merangkul lehernya.
"Morning," ucap cowok itu.
"Morning..." senyum Marsha. "Sori, kelamaan. Belum jamuran, kan?"
Arfin hanya tersenyum karena sudah terbiasa dengan kebiasaan Marsha yang lelet itu. "Yuk, berangkat." Cowok itu menggenggam tangannya ketika menuju motor yang terparkir di halaman rumah.
Dan Marsha yang sejak tadi menunggu reaksi Arfin melihat wajahnya yang berbeda hari ini menjadi kecewa saat pujian dari cowok itu tidak kunjung dia dengar. Dia kan sudah dandan cantik begini. Yaaah walaupun cuma pakai bedak tipis-tipis sama lip balm sih. Dipuji cantik, kek.
"Kenapa?" tanya Arfin yang melihat Marsha yang berekspresi begitu.
Marsha hanya mendesah pelan saat akhirnya memutuskan untuk masa bodo-lah. Kalau dipikir-pikir lagi, Arfin juga tidak berkomentar apa-apa waktu wajahnya berjerawat, kan? Sudahlah, berarti Arfin memang tipe cowok yang tidak peka. Besok-besok lagi dia jadi tidak perlu susah payah dandan buat cowok itu. Apa adanya aja kayak biasanya. Gitu aja.
"Nggak papa," Marsha menghampiri Arfin yang sudah duduk di atas motor, lalu bertanya, "Udah makan?"
"Belum."
"Sori ya nggak sempet ajakin makan di rumah, takut telat, " ujar Marsha. "Tapi aku bawa sandwich nih, makannya nanti di sekolah?"
"Iya, bawel...."
Dikatai bawel, Marsha langsung cemberut. "Kok gitu sih?"
"Aku suka kamu bawel."
Cemberut Marsha langsung sirna digantikan senyum malu-malu. Marsha memukul lengan Arfin pelan. "Ups, kalau hobi mukul gini suka nggak?" gurau Marsha.
Arfin menatapnya geli. "Tapi jangan sering-sering...."
Marsha terbahak, naik ke belakang Arfin, memeluk cowok itu erat-erat.
***
Sampai di sekolah, Marsha langsung membawa Arfin menuju kantin. Marsha sudah tidak peduli lagi sekarang, atau mungkin lebih tepatnya sudah terbiasa, saat menjadi bahan "suit-suit" atau "cie-cie", bahkan mendapat tatapan iri dari anak-anak yang melihat mereka sedang bersama.
YOU ARE READING
The Prince's Escape [Season#2 END✅]
Teen FictionKarena konflik keluarga, Arfin Ishida Dirgantara yang baru tujuh belas tahun itu, rela keluar dari rumahnya yang bak istana dan memilih bertahan hidup di sebuah kos sepetak yang hanya berisikan kasur buluk dan lemari pakaian usang. Namun dia bisa me...