Malam minggu, malam dimana pesta ulang tahun Mona dilaksanakan pun tiba. Pukul 18.30, Marsha sudah berdiri di depan gerbang rumah Mona. Halaman rumah yang luas itu mendadak menjadi sempit setelah disulap menjadi tempat parkir mobil. Dan sudah penuh. Jadi tamu undangan yang datang belakangan memarkirkan mobil mereka di pinggiran sepanjang jalan kompleks. Ternyata bukan hanya anak-anak sekolah mereka yang datang, tapi juga beberapa teman SMP mereka. Beberapa kali mereka yang melihat Marsha sendirian mengajak Marsha untuk ikut masuk, tapi Marsha menolak semuanya.
Marsha masih harap-harap cemas menanti seseorang datang. Kedua tangannya menggenggam sesuatu, yang kiri menggenggam plastik berisi kado sementara yang kanan menggenggam smartphonenya yang sedari tadi tidak bergeming, menunggu-nunggu kabar dari Arfin. Terakhir kali Arfin meneleponnya adalah tadi sore saat cowok itu akan berangkat ke kantor, dia bilang mungkin akan sedikit telat karena Ares memberinya tugas baru : menemani beliau melobby sebuah perusahaan Fintech. Entah apa yang Ares harapkan dari Arfin yang hanya anak magang.
Marsha menghela napas berulang kali sementara bibirnya maju beberapa senti. Sebal pada dirinya sendiri yang sudah buru-buru, padahal sudah tahu Arfin akan datang belakangan. Dia terlalu antusias dengan ulang tahun sahabatnya dan ingin cepat-cepat memberikan selamat pada Mona, ingin memujinya cantik, ingin memberikan doa-doa yang terbaik untuknya.
"Weh, Marsha? Kok nggak masuk?" Didi yang datang bersamaan dengan Awan dan Ridho menyapa Marsha. Mereka tampak dewasa dengan balutan outfit kemeja dan celana panjang.
"Nungguin Arfin?" tanya Awan.
"Iya. Tapi nggak tahu deh jadi datang apa enggak." Marsha mengangkat bahu, bakal kecewa kalau itu terjadi.
"Udah, masuk aja duluan sama kita...." ajak Didi.
"Iya, ayo," bujuk Awan.
"Tapi-" Marsha tergagap ketika mereka memaksanya untuk ikut masuk. Karena dia masih ingin menunggu di situ.
"WOI, KALIAN!!" Lani yang baru saja menutup pintu mobil yang mengantarnya, tiba-tiba berseru. Dia setengah berlari ke arah mereka lalu menggerakkan tangannya mengisyaratkan agar mereka segera pergi. "Sana deh jauh-jauh. Marsha biar sama gue aja. Ntar dia kenapa-napa lagi!" Bukan apa-apa, Lani cuma takut kalau mereka yang notabene teman Arfin, ikut membully Marsha karena termakan gosip.
Mereka memberikan tatapan aneh pada Lani, karena kelebayan cewek itu.
"Yeee... nggak usah pakai urat dong!" balas Ridho. "Emang kita tukang culik apa!"
"Urus aja noh si Tayo... Tayo mana Tayo...." Setelah puas meledek, akhirnya Didi mengajak keduanya untuk masuk. Beberapa saat Lani memikirkan apa hubungan dirinya dengan Tayo? Sampai akhirnya dia ingat bahwa namanya Lani, adalah nama teman Tayo juga, bis yang berwarna kuning. Sebal! Pengen jitak kepala mereka!
"Yuk Sha, masuk," ajak Lani akhirnya.
"Gue lagi nungguin Arfin." Marsha menolak.
"Nungguin di dalem aja udah. Kita temui Mona dulu."
Kali ini mau tidak mau Marsha menurutinya untuk masuk. Mereka menuju halaman belakang, tempat pesta diadakan. Tempat itu penuh dengan dekorasi balon dan tali-tali pita yang menjuntai. Lampu-lampu tumbler dinyalakan temaram serta meja-meja sudah tertata rapi dengan beraneka macam hidangan di atasnya. Semuanya sudah dirancang sempurna oleh Event Organizer. Marsha dan Lani meletakkan kado yang mereka bawa ke sebuah meja besar yang sudah terisi penuh oleh kado-kado berukuran yang besar pula.
Lalu dari arah pintu belakang rumah, Mona dengan gaun panjang bersusun warna pink keluar didampingi mamanya. Senyum Mona merekah, membuat gadis itu semakin memukau. Semua tamu bertepuk tangan menyambutnya dan memuji-muji kecantikannya. Mona dan Mamanya berjalan menuju podium tempat live music baru saja dimainkan. Bintang dan dua kameramen mengikuti mereka.
YOU ARE READING
The Prince's Escape [Season#2 END✅]
Teen FictionKarena konflik keluarga, Arfin Ishida Dirgantara yang baru tujuh belas tahun itu, rela keluar dari rumahnya yang bak istana dan memilih bertahan hidup di sebuah kos sepetak yang hanya berisikan kasur buluk dan lemari pakaian usang. Namun dia bisa me...