Chapter 27

2.4K 101 3
                                    


"Aku akan menemuinya",

Aku segera masuk ke ruangan Blandina.

"Mom? Aku haus", kata Blandina. Aku melihatnya sedang berbaring di ranjang rumah sakit, matanya terbuka.

Gadis manjaku.

Aku segera mengambil gelas yang berisikan air minum dan membantunya duduk untuk meminun airnya.

"Terimakasih mom", dia tidak menyadari keadaanku. Benar dia tidak melihatku padahal aku berada di sampingnya.

"Mom? Apakah Geraldo tidak menanyakanku?", katanya. Aku memfokuskan seluruh tubuhku ke Blandina. Aku melihat gerak-gerik mulai dari tangannya, kakinya, bibirnya yang bergerak karena dia berbicara, dan suaranya.

Saat aku mau mengeluarkan suara Blandina kembali mengeluarkan suara.

"Mom, apakah Geraldo tidak menanyakan keadaanku? Ah ya benar, dia mungkin sedang keluar dengan Ana. Aku yakin pasti orang itu sedang tertawa bersama. Mom, jangan beritahu Geraldo tentang keadaanku ya. Aku sudah membaik kok. Kalau Geraldo menelepon bilang kalau aku tidak apa-apa hanya sedikit kecapean tapi aku tidak yakin sih mom kalau Geraldo akan menelepon. Mom, bilang sama dad juga ya, Blandina minta maaf karena melanggar larangan dad untuk pergi ke luar kota. Sebenarnya, Blandina hanya ingin menemui Geraldo saat itu sampai-sampai melanggar larangannya dan sekarang malah Blandina ada disini", katanya dengan nada yang sangat tegar dan senyumnya. Tapi saat dia menampilkan senyumnya itu airmatanya keluar dari pelupuk matanya dan segera di hapusnya.

Air mataku juga keluar. Ingin sekali aku mengatakan kalau aku yang sedang berada disini menemuinya. Apa yang dipikirannya sehingga berkata seperti itu? Apakah dia tidak tau betapa kecewanya aku kalau dia berfikiran seperti itu.

"Mom, kalau bertemu dengan si tampan Geraldo itu bilang ya aku sangat merindukannya", kata-kata itu yang membuatku langsung memeluknya mencium puncak kepalanya berkali-kali dan kurasakan kalau badannya menegang.

"Geraldo?", ucapnya.

"Ya ini gue", kataku masih memeluknya dari samping.

"Lo kok disini sih? Lepasin gue ger ", katanya sambil ingin melepaskan tanganku yang memeluknya.

Aku hanya diam dan tetap memeluknya.

"Ger, lepasin. Mending lo pergi aja deh", katanya dengan nada perintah.

"Ger lepaaaasssiiinn", katanya berulang kali sampai akhirnya dia merasa lelah karena tidak mendapat tanggapan dariku.

Tiba-tiba dia langsung membalas pelukanku dan terdengar isakan tangis darinya. Air mataku terus keluar dari pelupuk mataku.

"Kenapa lo gak cerita sama gue?", akhirnya aku membuka bibirku untuk berbicara.

Dia semakin terisak dan memelukku dengan sangat erat.

"Hussh, jangan nangis dong lo. Katanya lo kangen sama gue, gue udah disini dan lo malah nangis", kataku menenangkannya. Dan saat aku mengucapkannya hatiku rasanya sangat sakit. Entahlah aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Aku menghapus air matanya yang mengalir dan dia diam saja.

"Blandina, dengerin gue. Gue selalu ada buat lo disaat lo butuh bahkan saat lo gak butuh gue. Blan, Ana emang pacar gue tapi itu dulu. Lo denger baik-baik, lo akan baik-baik aja lo akan sembuh. Gue sayang sama lo dan akan selalu sayang sama lo. Lo inget itu baik-baik Blan. I love you", itu lah kata yang terucap dari bibirku.

Aku mendekatkan bibirku ke bibirnya cukup lama. Lalu aku mulai menggerakkan bibirku di bibirnya. Dia tetap menutup mulutnya dengan rapat dan aku pun menggigit pelan bibir bawahnya dan mulai melumatnya.

LOVED or LOVESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang