Chapter 28

2.6K 96 0
                                    

"Anastasya sudah tidak apa-apa hanya sedikit terjadi benturan dikepalanya. Tadi sempat asma nya kambuh tapi tentu saja kami bisa mengatasinya", kata dokter yang bernama Gaudensia itu.

"Baiklah dok kalau begitu, terimakasih ya", kata dokter.

"Sama-sama. Kalian pasangan yang serasi", kata dokter itu.

"Terimakasih dok, tapi kami bukan", jawabku yang langsung dihadangnya dengan pernyataan.

"Jangan malu-malu. Baiklah pak, saya ada urusan saya duluan dulu ya", kata dokter Gaudensia.

"Baik dok",

Aku segera masuk ke ruangan Ana. Aku melihatnya tertidur.

Blandina? Bagaimana dengan dia?

Aku segera keluar dari ruangan Ana dan berlari menuju ruangan Blandina.

Aku melihat tante dan om yang saling berpelukan namun terdengar isakan tante dan Titian yang sedang berada di sana.

Aku bahkan melihat oma Pratik ,oma Blandina yang tinggal di Bandung sudah disini. Ray juga, apa yang terjadi.

"Tante? Blandina baik-baik sajakan?", tante tidak menjawab dan aku mendengar suara langkah kaki. Ibu dan ayah. Mereka berada disini.

"Geraldo, Blandina  terjatuh dari tempat tidur tadi suster menemukannya terjatuh di lantai. Dokter sekarang sedang memeriksanya", kata om.

Ya Tuhan. Betapa bodohnya aku?
Jikalau aku nggak pergi kebawah dan tetap disini tentu ini tidak akan terjadi kan? Jikalau aku selalu di sampingnya dan selalu bersamanya ini tidak akan terjadi kan? Jikalau tadi aku tidak panik dan langsung menuju kebawah untuk Ana ini tidak akan terjadi kan? Tapi hanya jikalau. Terlalu banyak jikalau. Bodoh bodoh bodoh.

"Bapak, ibu? Blandina sangat kritis tetapi dia masih sadar.  Benturan yang terjadi merusak sistem saraf otaknya. Sekarang dia ingin bertemu dengan ibu dan bapak. Nanti malam kami akan melakukan operasi. Sekarang menunggu obat-obatnya masuk ke dalam tubuhnya", kata dokter.

Aku hanya bisa diam diluar menunggu om dan tante keluar.

10 menit kemudian mereka keluar.

Tante dan om memangis sambil berpelukan dan duduk di bangku depan ruangan.

"Bagaimana keadaannya?", kata Ibu.

Tetapi tante malah menangis.

"Bapak Geraldo? Adakah bapak Geraldo? Mbak Blandina  menginginkan bapak Geraldo menemuinya", kata salah seorang suster.

Aku segera masuk ke ruangan Blandina dan melihatnya tertidur lemas dengan alat untuk membantu pernafasan.

''Blandina", kataku memanggil.

"Geraldo", katanya tanpa bisa melihatku. Dia mengatakannya dengan bibir tanpa suara.

Aku mendekat dan duduk dikursi sebalah ranjang tempatnya berbaring.

"Hai Blandine. Gimana kabar lo?? Makin sehat aja lo", kataku mencoba memasang nada yang ceria dan air mataku kembali mengalir malam ini. Hari ini aku terus menangis hanya untuk gadis manjaku ini.

"Blan, kalo lo sembuh gue bakal ngajak lo keliling dunia deh. Gue bakal nurutin apa yang lo mau. Mau kemana? Hongkong? Korea? Eropa? Ato ke london tempat kita ketemu dulu. Lucu ya sekarang kita udah tua-tua. Gimana ya kalau nanti kita udah punya anak. Bakal gue ceritain ke anak gue tentang cantiknya lo waktu kuliah dulu ", kataku kembali mengingat masa laluku untuk menyemangatinya.

Dia mengangakat kedua sudut bibirnya.

Aku juga melakukan hal yang sama. Tapi aku melihatnya mengeluarkan air mata.

LOVED or LOVESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang