Aku tidak tahu harus bersyukur atau harus menyesal. Kenyataan bahwa dia lah yang merupakan karyawan mutasi dari LA membuatku senang dan sebal sekaligus. Siapa yang tidak senang ketika bertemu dengan orang yang sejak dari dulu tidak pernah kamu lupakan? Tentu saja aku senang sekali. Tetapi perasaan senangku langsung berubah jadi sebal. Sebal karena dia berubah! Dia bukan dia yang bijak, kalem, dan ramah. Dia....sangat sarkastik!
"Guys, malem ini ke Dragonfly, yuk! Kita sambut si Raka, bule palsu ini!" koar-koar Tio ketika jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Semua sontak langsung bergembira--kecuali aku. Walau pada kenyataannya kami tidak jadi bertemu dan bekerja dengan bule tampan, tetapi kehadiran Raka menjadi warna baru di divisi kami. Aku bahkan cukup kaget melihat perubahan Raka. Dia kini tambah tinggi, wajahnya semakin terlihat maskulin, bahkan wangi tubuhnya kini semerbak menghiasi satu ruangan divisi HR ini. Raka yang kukenal dulu sangat berbeda dengan Raka yang sekarang. Raka yang dulu sudah cukup tampan bagiku tanpa adanya embel-embel Hugo Boss Black dan jam tangan Cartier. Raka yang kukenal merupakan sosok pria sederhana, berkacamata, jago di bidang IT, namun tetap rendah hati. Namun semuanya telah berubah. Bahkan sikapnya kepadaku tadi membuatku....sebal.
"Rika, lo mau nebeng, engga?" tanya Wika sembari membereskan mejanya.
Aku menggeleng. "Gue engga ikut, Wik."
Wika dengan nada kecewa langsung menghampiri kubikelku dan berbisik, "Hal yang tadi engga usah elo pikirin, Ka. Mungkin dia nervous kali makanya dia ketus sama elo dan pura-pura engga kenal sama elo."
Aku tersenyum pahit. "Ya, sepertinya gue juga engga kenal sama dia. Raka yang gue maksud bukan Raka yang sekarang, Wik."
"Cut it out! Peduli setan dengan Raka yang dulu atau sekarang. Yang penting sekarang kita have fun dulu aja!" ucap Wika sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, sepertinya ia tak sabar mendengar irama jedag jedug khas DJ di Dragonfly.
Tiba-tiba Tio muncul di belakang kami. "Hayoo kenapa lagi nih cewek-cewek?"
"Ini, si Rika gamau ikut, Yo. Katanya elo yang ngajakin sih!" timpal Wika sambil menonjok lengan Tio.
"Yeee asal lu ye!" ujar Tio. Matanya langsung menatapku. "Udah Rik, engga usah dendam lah ama Raka! Mungkin itu gaya baru di Amrik kali, ketus biar cool!"
Aku langsung buru-buru membereskan mejaku dan langsung berjalan menuju pintu. "Sorry guys, gue ada urusan lagi nih jadi...have fun!" ujarku sambil membuka pintu dan melesat keluar. Aku mempercepat jalanku agar tidak ada lagi yang menghalangiku.
Hari ini aku super capek. Sebal. Aku pikir ini merupakan hari paling bahagia buatku. Nyatanya, aku salah terka. Seharusnya aku mempercayai ucapan 'nothing last forever'. Semuanya akan berubah, begitu juga dengan Raka.
Aku mencoba menyapanya kembali dengan harapan senyum tulus yang ia akan berikan ketika ia melihatku. Namun yang kudapatkan hanya tatapannya yang mendelik dan nada suara ketus yang ia keluarkan.
"Engga usah sok kenal, deh."
Sarkas.
Baru kali ini aku mendengar ucapan sarkas yang keluar dari mulutnya.
Dari situ aku menyadari bahwa setiap orang bisa saja berubah seratus delapan puluh derajat hanya dalam kurun waktu enam tahun saja.
Setetes air jatuh membasahi rambutku kemudian disusul dengan terpaan air lainnya membasahi bajuku. Tak ayal air mataku ikut turun. Aku tetap melangkah menuju apartemenku yang kini sudah terlihat di depan mata. Sekarang yang aku inginkan hanya kasur yang hangat.