Ready, Or Not?

29 0 0
                                    

Aku memandang ke arah luar jendela pesawat. Langit terlihat sangat kelabu, beberapa kali pesawat mengalami turbulence. Sampai-sampai aku sering memanjatkan doa setiap mengalami turbulence. Aku bukan orang yang phobia ketinggian atau takut terbang, tetapi tetap saja aku panik kalau mengalami turbulence.

Lampu tanda seatbelt menyala kembali. O'oo....

Pesawat kembali mengalami turbulence!

Aku langsung menggengam pinggiran kursiku dengan erat. Oh Tuhan, semoga engga kenapa-kenapa!

Aku merasa tanganku hangat. Aku tahu kini Raka kembali menggenggam tanganku. Sedari tadi setiap pesawat mengalami turbulence, ia selalu menggenggam tanganku. Entah dia berusaha menenangkan aku....atau mungkin dia sendiri juga ketakutan?

Aku menoleh ke arahnya. Ia memandangku dengan lembut. 

Oke, ternyata dia engga takut. Dia hanya berusaha menenangkan aku.

"Sebentar lagi kita sampai, kok." ucapnya. Aku tak menjawab. Aku hanya bisa pasrah tanganku digenggam olehnya. Entah kenapa, aku merasa ketakutanku seketika lenyap. Namun aku juga tak ingin merusak kesunyian di antara kami. Jadi kami berdua hanya berdiam diri sampai beberapa saat sebelum pesawat landing. Baru setelah pesawat landing ia melepaskan tangannya.

Tiada kata terucap di antara kami sampai kami selesai dengan urusan imigrasi. Kami pun berjalan menuju lobi namun perhatian kami teralihkan dengan kehadiran sesosok wanita keturunan Tionghoa berambut lurus sebahu dengan umur sekitar 20an. Ia memegang kertas bertuliskan namaku dan nama Raka serta nama perusahaan kami. Aku dan Raka langsung menghampiri wanita tersebut.

"Mr. Raka and Ms. Rika?" tanya wanita tersebut. Kami berdua menganggukkan kepala. Raka duluan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan wanita tersebut baru setelah itu aku yang berjabat tangan.

"Nice to meet you! I'm Stefanie Chiang." ucapnya dengan aksen Mandarin. "Ah, anyway saya bisa sedikit berbahasa Indonesia." tambahnya.

"Hai, Ms. Stefanie. Saya Rika. Pleasure to meet you." ucapku.

Setelah acara basa-basi sedikit, aku dan Raka langsung diantar ke hotel yang telah disediakan perusahaan, The Fullerton. Wah, lumayan sekali training ini, akomodasinya saja di The Fullerton!

Sepanjang perjalanan, baik aku maupun Raka hanya mengobrol sekenanya, itupun juga karena diajak ngobrol oleh Stefanie. Sehingga bisa dibilang komunikasi yang terjalin hanyalah antara Stefanie-Rika atau Stefanie-Raka. Kasihan Stefanie harus berbicara dengan dua 'batu'.

Sejak kejadian di tengah hujan lusa kemarin, baik aku maupun Raka tak ada yang mau membuka mulut. Saat mengambil SK pun kami berdua tidak bertegur sapa. Aku tak tahu entah Raka sakit hati dengan ucapan terakhir yang kulontarkan, atau mungkin dia berusaha jaga jarak denganku. Tapi, untuk sekarang ini memang lebih baik kondisinya seperti ini.

Sesampai di hotel, Stefanie langsung mengurusi proses check in sedangkan aku dan Raka menunggu di lobi. Aku tengah mengamati salah satu lukisan yang terpampang di dinding, bukan berusaha untuk mengerti makna lukisan itu, tapi hanya agar aku tidak harus memulai konversasi yang super awkward antara aku dengan Raka.

"Sepertinya kamu masih marah.." ucap Raka yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku. Pandangannya mengikuti pandangan mataku yang tertuju kepada lukisan tersebut. 

Aku tidak menoleh sesenti pun. "Tidak."

"Oke.." jawabnya singkat. Ia langsung pergi meninggalkanku dan kemudian ia menghampiri Stefanie yang masih menunggu di meja resepsionis. Tak berapa lama kemudian mereka terlihat seperti tengah mengobrol seru karena beberapa kali Raka terlihat tertawa--tawa yang sudah lama sekali aku tak pernah lihat. 

Deg...

Deg...

Deg...

Kok lama-lama aku jadi sebal, ya?

Stefanie kemudian menoleh ke arahku dan memanggilku. Aku langsung berjalan menuju resepsionis.

"Ini keycard kamar Ms. Rika..." ucapnya sambil menyerahkan seamplop kecil berisi dua keycard ke tanganku. "...dan ini keycard Mr. Raka. Kamar kalian ada di lantai empat, ya." ucapnya sembari menyerahkan keycard lain ke Raka.

"Thanks." jawab Raka dan aku hampir berbarengan. Setelah itu, Stefanie langsung pamit pergi duluan karena masih ada urusan lainnya. 

Aku dan Raka berjalan menuju lift bersamaan. Lagi-lagi tidak ada pembicaraan sama sekali di antara kami sampai perjalanan kami menuju kamar kami masing-masing. Sudah tentu kamar kami letaknya bersebelahan.

Aku langsung memasukkan cardkeyku ke pintu di hadapanku. Baru aku mau masuk, Raka kembali memanggilku.

"Rika..."

Aku menoleh. "Hem?"

"Tidur yang nyenyak, ya." ucapnya. Tiada senyuman. Ia kembali ke sikap dinginnya persis ketika pertama kali ia baru pindah dari LA.

"Oke...lo juga, ya." jawabku datar. Tanpa menunggu balasan ucapannya, aku langsung masuk ke kamarku sambil mendorong koperku. Aku langsung menutup pintu kamar dan aku langsung saja berlari menuju tempat tidur dan menghempaskan tubuhku ke atas tempat tidur.

Entah mengapa hari ini aku lelah sekali.


The Same YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang