Sudah tiga hari aku menjalani training assesment di Singapura dan tentu saja aku mulai merindukan ketoprak, nasi uduk, soto daging, dan....slrrpp duh air liur ini sampai mengalir membayangkan kelezatan cita rasa Indonesia. Sayangnya, makanan Indonesia disini tidak seenak yang aslinya.
Aku tersadar dari lamunan akan makanan dan tiba-tiba saja masing-masing anggota training sudah berdiri dari kursinya dan mereka seperti membentuk grup. Aku yang sedari tadi tengah melamun langsung panik. Namun kepanikanku langsung mereda ketika Raka menghampiriku dan berbisik kepadaku. "Kita sekarang bikin focus group discussion, sayang kita tidak sekelompok." Ucapnya.
"Gue di kelompok mana, Ka?" Bisikku. Raka langsung menunjuk kelompok FGDku berada dan aku langsung menuju kelompokku. Tak lupa aku menepuk bahunya sebagai simbol terima kasih.
Kelompokku terdiri atas lima orang, 2 orang sepertinya keturunan Tionghoa, 1 orang bule, 1 orang India, dan aku. Mereka tampaknya sudah berkenalan sebelum membentuk grup hari ini, beda denganku yang baru kenal dengan beberapa orang disini dan sayangnya orang yang kukenal berada di grup lain.
"Hi, I'm Michael J. Sanders. Call me MJ." Ucap si pria bule yang sepertinya baru sudah berumur 30an lebih tapi dari gaya bahasa seperti anak abg.
"Hi, MJ." Sapaku dengan senyum. "I'm Rika."
"Hi, Rika! I'm Chen, and she's Fionna." Ucap salah satu pria keturunan Tionghoa sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman denganku.
"And I'm Shavara." Ucap wanita keturunan India yang sekelompok denganku. Wajahnya cantik khas India, seperti Aiswarya Rai.Setelah acara berkenalan selesai, kami pun langsung melakukan FGD sesuai dengan topik yang sudah ditentukan sebelumnya. Masing-masing aktif mengemukakan pendapatnya. Berbeda sekali ketika jaman aku masih kuliah, ketika lagi ada diskusi tugas kelompok, yang aktif hanya segelintir orang, sisanya hanya ikut-ikut saja. Wajar saja banyak yang bilang kalau pelajar Indonesia hanya pintar di kertas, tetapi tidak secara aktual. Entah pihak dari akademisi dan kurikulum yang harus disalahkan, atau pihak orang tua yang mendidik, atau mungkin karena memang dari dirinya sendiri yang harus disalahkan. Aku sudah lama sekali tidak mengenyam bangku pendidikan setelah gelar S1 aku ambil beberapa tahun lalu, sempat terpikir aku ingin melanjutkan S2ku, hanya saja aku masih harus mencari dana untuk membiayai S2ku dan aku pun masih mengejar karirku.
Di tengah-tengah diskusi FGD, aku sempat melirik ke arah kelompok Raka. Sepertinya Raka menjadi pusat perhatian kelompoknya karena sedari tadi aku perhatikan Raka yang selalu unjuk bicara.
"Seems like your partner has become a center of attention, Rika." Bisik Shavara sambil mengikuti arah tatapanku.
"Yeah, he's quite famous in my office, too." Responku sambil tersenyum simpul ke arah Shavara. Shavara ikut tersenyum dan kami langsung kembali ke diskusi karena ketiga teman segrup kami langsung berhentj berdiskusi mengingat ada dua anggota grup yang sedang tidak fokus.*************************
Hari ini training berjalan cukup lama yakni dari pagi hingga sore hari akibat adanya kegiatan FGD tadi. Tentu saja perut ini sudah meraung-raung minta diisi akibat FGD yang terlalu menguras otak. Sebenarnya sehabis training, teman satu grupku tadi mengajakku clubbing untuk melepas penat. Hanya saja, aku terlalu lelah untuk berjoget ria ditemani lampu diskotik dan suara musik yang hingar-bingar. Sehingga aku dengan sangat terpaksa menolak ajakan tersebut dengan alasan harus mengerjakan pekerjaan dari kantor yang sangat urgent. Untunglah mereka mau mengerti. Kemudian mereka pun mengajak rekan training yang lainnya. Tentu saja Raka pun diundang, karena sepertinya banyak rekan training wanita yang ingin sekali melihat Raka mabuk dan berjoget dengan mereka. Pengen tau sisi seksinya si Raka, kalau aku mengutip ucapan Shavara. Sepertinya Shavara mulai tertarik juga terhadap Raka karena sepanjang istirahat Shavara terus-menerus menanyakan perihal Raka ke aku. Aku bilang saja aku masih belum terlalu mengenal Raka karena dia baru saja dimutasi belum lama ini. Aku tidak mau mengatakan kalau Raka itu dulu teman sekampusku--bahkan kita pernah bekerja di satu organisasi dan satu projek yang sama. Bisa-bisa pertanyaannya akan lebih berentet dan aku sejujurnya malas melayani pertanyaan tentang Raka. Entah mengapa, aku memiliki sisi posesif terhadap Raka, padahal kami berdua tidak memiliki status apa-apa. Aku sendiri bingung apakah perasaanku terhadap Raka masih sama, mengingat insiden di hari pertama oa pindah ke kantorku yang membuatku sakit hati.
Akupun langsung pulang menuju hotel dan tak sabar ingin berendam di bathtube dan mendengar lagu-lagu favoritnya sambil merenung kenapa jalan hidupku seperti ini.Baru kakiku melangkah keluar dari kantor, tiba-tiba suara yang familiar memanggilku dari belakang. Aku malas menoleh, jadi aku hanya berdiri terdiam sambil menunggu yang memanggilku menghampiriku.
"Kamu mau kemana?" Tanya Raka.
"Mau balik, Ka. Badan penat banget rasanya. Tadi sih gue udah izin sama yang lain gue engga bisa ikut karena ada urusan kantor." Jelasku.
"Ooh gitu. Oke istirahat aja, Ka. Aku mau pergi dulu ya sama mereka." Ucapnya. Aku hanya tersenyum dan kembali melangkahkan kakiku menuju stasiun MRT.Stasiun MRT terlihat sangat padat dengan orang-orang yang baru pulang dari kantor, terlihat dari penampilan khas orang kantoran dan dihiasi dengan tampang lelah yang mereka tunjukkan dari wajah mereka dan baju mereka yang sudah tidak rapi lagi. Tak jauh berbeda dengan suasana ketika aku berada di stasiun kereta di Indonesia ketika sedang rush hour. Dan tentu saja tantangan yang harus kulewati adalah berdesak-desakan dengan mereka di kereta.