Sudah beberapa kali aku bertemu dengan Satria, mulai dari ngopi bareng, nonton film di bioskop, sampai fancy dinner yang sebenarnya membuatku pegal. Tetapi, entah mengapa aku masih berusaha untuk menjaga jarak dengannya. Wajar saja, sebab keputusanku untuk mencoba berkenalan dengannya terkesan sangat terburu-buru. Ya, aku gegabah. Sejak Raka menceritakan kisah pertemuan pertamanya dengan istrinya di LA, aku merasa kesal...atau cemburu? Ya, mungkin aku cemburu. Wajar saja, aku memendam perasasaanku kepada Raka selama hampir lebih dari 6 tahun dan begitu kami bertemu kembali, ia berhasil memporakporandakan hatiku. Ia membuatku kesal, marah, sedih, tapi ia yang membuatku merasa nyaman dan menjadi diriku sendiri. Aku teringat canda tawa kami saat kami menikmati es krim Orchard Road, tingkahnya begitu polos dan lugu. Dan aku mencintai sosok Raka yang seperti itu.
Dan begitu Raka memelukku dan menyapukan bibirnya ke bibirku...aku merasa aku memiliki dia. Tapi semudah itu juga ia membuatku kecewa.
"Neng, udah kelar jam kantor, masih aje disini." Ujar seseorang dari belakangku. Aku menoleh dan mendapati Tio yang sudah siap pulang. "Orang sedivisi pada ngira lo lagi banyak kerjaan, makanya engga ada yang berani ganggu lo."
"Dan cuma lo yang berani.." ucapku tersenyum sinis kemudian langsung tertawa. "Ini juga gue mau pulang, kok. Lo duluan, gih!"
"Oke deh. Eh iya, si Raka masih ada di kubikelnya juga, tuh! Jangan aneh-aneh di kantor, ya!" bisik Tio.
Aku langsung mencubit pipi Tio. "Thanks atas peringatannya, Monyong! Gih pulang biar gue bisa ngelakuin yang aneh-aneh." ucapku mengikuti ucapannya.
Tio langsung berkedip dan tersenyum nakal, dan langsung meninggalkan ruangan tersebut. Aku langsung buru-buru membereskan mejaku supaya aku tidak usah berlama-lama di kantor.
"Rika..."
Aku tak menoleh. Aku tahu siapa yang memanggilku dari belakang, namun aku hanya menjawab sekenanya sambil membereskan mejaku. "Apa?"
"Aku mau bicara sama kamu, bisa?" tanyanya.
"He'eh, bisa. Mau ngomong apa?" tanyaku masih tidak menoleh.
"Bisa tidak kita pergi dari sini dulu?" tanyanya lagi.
"Ngomong aja sekarang. Gue banyak kerjaan, habis ini gue mau balik ke apartemen dan ngerjain sisa kerjaan gue hari ini." ucapku. Aku berbohong. Padahal aku tidak mau menghabiskan waktu lebih lama dengan Raka.
"Oke, tapi tolong kamu menoleh dulu. Aku engga suka kamu bersikap seperti itu." ucapnya.
Aku menoleh dengan wajah menahan kesal. "Now what?"
Ia berlutut di hadapanku. Ia meraih tanganku dan menggenggam dengan erat. Ugh, ini seperti adegan melamar saja! Untung seluruh orang di ruangan ini sudah pulang, kalau tidak kami bisa diejek abis-abisan!
"Ka, elo ngapain sih?" Tanyaku gusar. Aku berusaha menarik tanganku tapi sulit, genggamannya sangat kuat.
"Rika...sekali ini saja, bisakah kamu mengabulkan keinginanku? Kalau kamu menyanggupi, aku janji aku engga akan ganggu kamu lagi." ucapnya serius.
"Apa?" tanyaku sambil menatap puppy eyesnya.
"Kita ke LA, aku ingin meluruskan beberapa hal dan menjelaskan secara keseluruhan. Semua biaya kamu aku tanggung, jadi kamu engga perlu khawatir. Ya?" tanyanya.
Lagi-lagi permohonan ini. Ini sudah kedua kalinya ia memohon seperti ini kepadaku.
"Meluruskan apa sih, Ka? Engga ada salah paham antara kita, kok. Dan gue bukan siapa-siapa elo, jadi elo engga usah susah-susah meluruskan konflik apapun antara kita." Ucapku sambil menatap matanya. "Dan lo pikir biaya ke LA kayak pergi ke Puncak, apa? Sembarangan banget lo bilang mau bayarin gue."
Ia mengeratkan genggaman tangannya. "I know you wouldn't admit that everything goes wrong between you and I. I know deep down in your heart, you're still asking me, about how my life in LA, including my..." ia terdiam sejenak. "..wife."
Aku melepas genggamannya namun cukup sulit. Akhirnya aku hanya bisa terdiam sambil membuang muka. Sulit. Sulit untuk berakting tegar. Dia masih tetap memandangiku dari balik kacamata berbingkai hitamnya--satu-satunya hal yang tak pernah berubah dari dirinya hanya kacamatanya saja.
"Please, Ka, no matter how many times you try to explain, but you can't change my mind." Ucapku pasrah.
"I'm not the one who try to explain.." ucapnya. "But you. You'll understand what I'm trying to say. So please, just let me take you there."
Aku menghela nafas panjang. "I'll think about it.."
***************************