Hello : Prolog

164 1 0
                                    

"Hari ini lagi-lagi hujan deras..."

Ucapan seseorang menyadarkanku dari lamunan panjangku. Menatap setetes demi setetes hujan yang turun membasahi bumi. Pemandangan jalanan Ibukota yang biasanya terlihat dengan jelas dari jendela kaca langsung terlihat kabur akibat tetesan hujan yang menempel di jendela. Suasana di dalam ruangan tersebut masih sepi, hanya ada beberapa karyawan yang baru hadir dan sisanya mungkin masih terjebak di jalan yang macet, hujan atau mungkin kebanjiran. Untung saja apartemenku dekat dengan lokasi kantorku, sehingga untuk menempuh perjalanan sampai kantor, aku hanya tinggal berjalan kaki kira-kira 10 menit.

"Cuaca kayak gini sih enakan dimanfaatin buat tidur, bukan buat kerja di kantor," sambung Wika, salah satu rekan kerjaku yang kebetulan kubikelnya bersebelah di kubikelku. Aku hanya bisa tersenyum sambil memandangi hujan dengan diam. Ah, tak biasanya aku melankolis. Tetapi, begitu melihat hujan, mendadak hatiku terasa lebih emosi dan melankolis. Apalagi ditambah harum petrichor sehabis hujan bisa membuatku betah duduk seharian di balkon apartemenku sembari menghirup coklat hangat.

Lagi-lagi lamunanku berhenti karena terdistraksi suara derapan sepatu yang datang dari arah pintu masuk ruang divisi kami. Benar saja, Tio, salah satu orang terheboh di divisi kami datang dengan tergopoh-gopoh--masih dengan rambut dan setelan bajunya yang basah akibat hujan. "Guys! Big news!!!" teriaknya.

Sontak aku, Wika, dan beberapa karyawan lainnya langsung menghampiri Tio yang masih berdiri di ambang pintu dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Kenapa, Yo?" tanya Julia.

"Debt collector dateng ke rumah lo, Yo?" timpal Beni dengan nada bercandanya yang khas.

"Atau lo baru dimutasi ke cabang di Papua?" tanya Vera setengah serius.

Tio yang akhirnya bisa mengatur ritme nafasnya kembali langsung mengeluarkan mimik ala Fenny Rose, salah satu host acara gosip terkenal. "Lo lo semua harus tau...ada karyawan mutasi dari cabang di LA! Dia bakal kerja disini, persis di divisi kita!"

Sontak semua langsung heboh karena membayangkan sosok bule tampan yang nantinya akan bekerja dengan kita semua. Aku sih bukan penggemar bule, tetapi lumayan lah ada yang enak untuk dilihat di divisi HR ini.

"Yes! Langsung gue gaet ah!" ucap Geraldine, salah satu karyawati yang paling centil.

"Eh Dine, laki lu yang dari kantor sebelah mau dikemanain?" timpal Dissa, salah satu teman akrabnya Geraldine.

"Ah lo kayak gatau gue aja, Dis. Gue kan gamau serius-serius banget!" ucap Geraldine sambil meminum air lemonnya. Kami semua hanya bisa menggelengkan kepala setelah mendengar ucapan Geraldine. AKu pun langsung kembali berjalan menuju kubikelku untuk mengecek HPku yang kutinggalkan di atas meja kerjaku. Tidak ada Whatsapp, Line, atau SMS yang masuk. Yang ada hanya update Path teman-teman di Pathku. Tadinya ingin aku langsung hapus semua notifikasi Path tersebut namun tiba-tiba mataku menangkap satu nama yang jarang sekali muncul dan update di Path. Nama yang dahulu seringkali aku rindukan.

Langsung saja aku buka update-an Pathnya dan mataku langsung terbelalak. Apakah kini aku tengah bermimpi? Atau memang ini jalan Tuhan agar aku bisa bertemu lagi dengannya?

Nampaknya harapan Geraldine untuk flirting dengan 'bule' hanya menjadi angan kosong.


The Same YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang