Chapter 15

700 16 0
                                        

"Mandaaa.. Shane udah dateng tuh!" Teriak mama dari depan kamarku.

Tanpa menjawab pertanyaan mama, segeraku membuka pintu dan mama masih berdiri disana. Aku tersenyum melihat mama.

"Cantiknya anak mama." Puji mama.

"Iya dong. Kan mamanya juga cantik." Ucapku lalu mencium pipi kanan mama. "Manda berangkat ya maaa"

"Hati-hati ya sayang."

"Kami pamit, tante." Shane dan aku bergantian mencium tangan mama dan pergi dengan ransel di punggung kami.

Matahari bersinar terik, membuatku harus menyipitkan mata karena silaunya. Ku gunakan tangan kananku untuk menghalau sinarnya masuk langsung ke mataku.

Sesuatu menempel dikepalaku. Topi. Akupun menoleh ke satu-satunya orang yang ada bersamaku kini. Shane. Dia tersenyum tanpa melihat kearahku. Pandangannya lurus ke depan, fokus ke jalanan, dengan kedua tangannya memegang setir mobil.

"Terima kasih" ucapku
"Sama sama, putri tidurku."

------------------

"Sayang.. Sayang.." Suara itu, suara lembut itu, dan belaian lembut tangannya. Aku tau. Aku hafal.

"Shane?" Ujarku sambil membuka mata. Tampaklah shane dengan senyumannya yang menggoda hati.

"Kita sudah sampai."

Aku melihat keselilingku. Ini bukan rumah Emily. Aku tak tau ini dimana. Sungguh sejuk dan pemandangan desa yang asri. Kebun teh terlihat tak jauh dari sini. Dimana aku?

"Kita dimana?" Tanyaku pada shane.

"Amandaaa..!" Teriak seseorang, memangil namaku. Suaranya tepat dibelakangku. Emily.

"Emily?" Aku bingung. Sungguh bingung. "Sejak kapan kau disini?"

"Bisa turun sekarangkah, em? Gue capek, mau istirahat.

Emily membuka pintu mobil dan keluar begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Shane. Tapi menurutku, itu adalah jawaban.

Aku dan shane keluar mobil. Mengambil ransel yang kita letakkan di bagasi belakang mobil dan berjalan mengikuti Emily masuk kedalam sebuah rumah yang sederhana.

"Mmmmm, kita udah di Bandung, ya? Sejuk." Tak seorang pun menjawabnya. Mereka sibuk dengaan pikiran mereka masing-masing yang tak ku tau.

"Haniiii... Antooonnn..." Teriak Emily memanggil sepupunya. Ya, aku mengenal dua orang ini. Sepupu emily pernah datang ke Jakarta dan kami sudah saling berkenalan.

Tak lama, mereka datang menghampiri kami dengan wajah senang. Sepertinya mereka telah menunggu kami sejak tadi.

"Amandaa.. Emily..!" Seru hani dan langsung memeluk kami -aku dan Emily.

"Shane?" Anton terkejut melihat Shane yang berdiri dibelakangku.

"Kau mengundangnya?" Tanya Hani yang hanya mendapat senyuman dari Emily.

"Aku yang mengajaknya, han." Jawabku pelan.

"Kau mengenalnya? Bagaimana bisa?" Tanya Anton penasaran.

"Ton, Shane tidur denganmu ya." Emily berjalan lemas menuju sebuah kamar tanpa memperdulikan pertanyaan Anton.

"Yuk Man, Han kita istirahat. Aku capek." Ajak Emily kemudian.

Sunyi. Sepi. Berbeda dengan kota yang masih terdengar ramai dari luar rumah. Suara jangkrik berlomba merayu. Suara detak jarum jam pun ikut bernyanyi.

"Em..." Emily tidak menjawab. Sepertinya dia sudah terbang ke alam mimpi.

"Kamu belum tidur man?" Tanya Hani mengagetkanku.

"Belum. Aku kira tinggal aku saja yang belum tidur." Jawabku.

"Kamu engga biasa tidur dirumah gubuk ya?"

"Bukan. Bukan itu." Ucapku cepat.

"Lalu? Kenapa kamu belum tidur? Kamu kan pasti capek dan besok harus bangun pagi." Aku hanya terdiam. Aku bukan tidak bisa tidur karena ini didesa dan rumahnya berbeda dengan rumahku. Hanya saja ada mengganggu pikiranku. Shane dan Emily.

"Ada yang sedang kau pikirkan?" Hani seakan membaca pikiranku.

"Apa yang akan kamu lakukan jika kamu menyayangi seseorang, sedang sahabatmu malah membencinya?"

"Aku tau. Maksud mu Shane dan Emily, kan?" Hani menatapku dalam.

"Mereka dulu akrab. Ya memang tidak begitu dekat." Ujar Hani membuatku semakin penasaran.

"Tapi sesuatu terjadi. Menurutku ini hanya salah paham. Dan Shane juga yang terlalu cuek. Tidak menjelaskan apapun ke Emily." Hani berkata lagi sebelum aku sempat bertanya.

"Sesuatu terjadi apa?" Tanyaku cepat. Aku sungguh penasaran denga apa yang telah terjadi kepada Shane dan Emily.

"Emily tidak pernah bercerita apapun?" Aku menggeleng. "Sedikitpun?" Tanyanya lagi.

"Dia bilang tidak mau mengingat kejadian itu lagi."

"Ya. Akupun akan begitu bila menjadi Emily."

Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang