9

10K 666 13
                                    

Kelly's POV

"Nek~, Kelly ga lapeer...."

Aku merengek manja saat nenek memaksaku untuk membuka mulut dan memasukkam makanan tawar yang kental itu. Bubur. I don't really know how to taste it.

"Hmm, terus maunya apa?"

"Aku boleh minta tolong?"

"Apa itu sayang?"

"Tolong beritahu Dinza kalau Kelly gabisa balik ke apartemen sekarang,"

"Harus Nenek yang ngomong sama dia?"

"Iya, tolong Nek," mohonku.

"Nanti Nenek suruh Pak Gunto saja," jawabnya acuh dan meninggalkanku di kamar ini.

Mendegar nama Dinza, tak membuat nenek mempertahankan ekspresinya yang bahagia saat memaksa menyuapiku tadi. Seketika wajahnya menjadi muram, kaku dan berbicarapun menjadi sangat dingin.

Aku tau dan sadar, sejak awal memperkenalkan Dinza padanya, tidak ada raut wajah bahagia yang di perlihatkannya. Terlebih hanya ekspresi datar dan tidak mau tahu mengenai kehidupanku bersama Dinza.

"Kelly, kamu makan sendiri saja ya. Nenek harus pergi ke kantor sebentar,"

Aku menatapnya yang kini mendekatiku. Dia mencium keningku dan mengacak rambutku. Aku yakin sedang tersenyum saat ini. Selayaknya aku merasakan kasih ayah dan ibuku saat ini. Ya. Aku merasakannya.

"Iya, hati-hati Nek. Maaf Kelly gabisa nganterin,"

"No problem. Abis minum obat langsung tidur ya,"

Aku mengangguk mendengarkan perintahnya. Dengan senyuman hangat itu, dia meninggalkanku. Aku merasakan ketenangan. Dia meninggalkanku, tetapi dengan senyumannya yang sangat langka. I'd love to enjoy her limited smile.

Aku mendengar ponselku bergetar. Kuraih dengan tangan kiriku. Pesan. I hope it's Wina.

"Kenapa harus nginep segala hm! Apa karena gue cuekin, lo jadi menghindar? Lo sakit gue rela ngerawat"

Aku menghembuskan nafas pelan. Dia salah paham. Dinza. Kenapa bersikap sangat egois sih? Kenapa Din? Perubahan lo revolusioner banget!

Aku tidak membalas pesan singkatnya itu. Singkat. . . tapi isinya cukup membuatku merasa tersindir dan semakin pusing. Sejahat itukah aku di matanya? Hmm.

Ponselku bergetar lagi. Aku melihat ada pesan masuk lagi. Aku yakin ini Dinza.

"Hey! Kalo lo gamau gue di sekitar lo lagi, bilang sejujurnya aja Key! Gue gabisa dicuekin gini!"

Aku menatap pesan itu. Hatiku mencelos membacanya. Pemikiran lo sesempit itu Din!

"Gue ke apartemen sekarang. Nanti gue jelasin"

Setelah mengetik beberapa kata itu, aku segera memakai jaket dan mengambil kunci mobilku. Aku berjalan cepat menuju garasi. Tak menggubris larangan ataupun pertanyaan dari assisten nenekku, aku tetap mengukuhkan langkahku menuju garasi.

"Non Kelly? Nyonya melarang anda untuk mengandarai mobil dan tidak boleh keluar rumah sampai besok pagi," ucap Pak Gunto yang masih mengejarku.

Aku tidak memperdulikannya. Kututup pintu mobil dengan emosiku. Kulajukan mobil ini menuju apartemen. Aku butuh ketenangan. Shit! Tidak ada area untuk mendapatkan ketenangan bagiku.

Kulajukan mobilku dengan cepat dan berharap Dinza tidak mengamuk di apartemen. Jalanan begitu sepi, sehingga memudahkanku untuk menancap gas tanpa rasa khawatir sedikitpun.

Perfect Badly (gxg) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang