16

7.8K 498 10
                                    

Kelly's POV

"Lihat langitnya Mam," kata Kelly sambil duduk di pangkuanku.

Aku mengikuti telunjuk mungilnya yang mengarah ke langit. Aku tersenyum dengan tatapan yang terfokus pada taburan bintang di langit. Indah. Itu kembali mengingatkanku pada gadis kecil yang dulu sempat menempati hatiku. Gadis kecil yang menbuatku bertahun-tahun lamanya tak bisa bangkit. Aku merindukannya setiap saat. Friska. Gadis kecil yang sangat kusayangi masa itu.

Sejak kedatangan Wina beberapa bulan lalu, cukup membuatku menghapus semua keterpurukanku karena Friska. Namun, ini sama saja. Aku tetap berpisah dengan mereka yang kusayangi. Semua takdir kebahagiaanku mungkin tak akan terkabul selama hidupku ini. Aku takut tak bisa menemukan Wina sampai bertahun-tahun lamanya. Aku takut jika kepergian Wina kembali membuatku semakin jatuh dan tak bisa bangkit perlahan.

"Key, kamu nangis?"

Aku menoleh pada Rita yang sedaritadi memperhatikanku. Dia menyaksikan setiap tetes bulir bening yang membasahi pipiku. Kelly masih sibuk melihat bintang-bintang. Untunglah dia tak melihat air mataku ini.

"Kelilipan Mbak. Aku mau ke kamar mandi bentar, titip Kelly,"

Aku memindahkan Kelly kecilku ke pangkuan Rita. Tanpa berbasa-basi, aku meninggalkan mereka di tengah keheningan malam dengan ditemani taburan bintang dan semilir angin malam.

Aku ingin hidupku seperti 24 jam. Ketika ada pagi digantikan siang, siang digantikan senja, senja digantikan malam, dan malam berganti pagi. Berputar seperti itu tanpa ada perubahan sedikitpun.

Atau aku ingin menjadi langit saja. Langit selalu memiliki teman, baik disaat cerah maupun gelap. Langit begitu beruntung memiliki pendamping dikala apapun. Berbeda denganku yang tak punya apa-apa untuk bahagia.

Aku? Aku hanya manusia yang berusaha mandiri dan bangkit dari kerinduan yang mendalam pada seseorang yang pernah berhasil membuatku bangkit. Setelah bangkit, kembali aku terpuruk karena ditinggalnya. Poros kehidupanku berputar seperti itu saja, tak pernah berubah. Aku dibawa terbang setinggi tingginya, bahkan melewati langit, namun aku dilepaskan dengan begitu kejam hingga hatiku berkeping tak bisa ungkapkan rinduku. Okelah, aku terlalu berlebihan. Oh! Damn!

"Key, kamu jangan angin-anginan lagi. Malem ini anginnya kenceng banget,"

Aku memalingkan tatapanku pada Rita yang sudah duduk di ranjangku. Aku tak menghiraukannya. Air mataku tak tertahankan lagi. Dengan sekuat tenaga kutahan gundukan luka dalam hatiku agar tak pecah menjadi tangis.

Kupegang pembatas balkon dengan kuat agar tangisku tak kunjung pecah. Namun, sia-sia saja. Air mataku mengalir perlahan dan tubuhku mulai bergetar. Aku merasakan tubuhnya memelukku dengan sangat erat. Dia membalikkan tubuhku dengan perlahan dan membiarkanku menyandarkan kepalaku di bahunya. Kedua tanganku tak berdaya untuk memegang apapun, termasuk membalas pelukannya.

"Maafin aku gabisa jaga janji. Aku gabisa Mbak,"

Aku terisak di sela-sela kalimatku. Dia tak membalas sepatah katapun, tangannya masih setia mengalung di pinggangku.

Kurasakan ada yang memeluk salah satu kakiku. Kulepaskan pelukanku dengan Rita dan melirik ke bawah. Astaga! Kelly! Kenapa dia disini??

"Mam kenapa nangis?"

"Nothing Baby," jawabku sambil berjongkok untuk menyamakan tinggiku dengannya.

Dia tersenyum padaku dan kedua tangan mungilnya mengusap pipiku dengan lembut.

"Hey! Je t'aime Kelly!"

"Too Mam,"

"Saya tidak?" Rita menimpali.

Perfect Badly (gxg) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang