5

12.1K 890 46
                                    

Kelly's POV

Aku terbangun dari tidurku. Tidur panjang. Ya panjang. Cukup menyelesaikan mimpiku yang begitu buruk di pagi ini.

Kulirik keberadaan jam dinding, sudah pukul 10 pagi. Cukup lama aku tertidur. Aku mencoba meregangkan tubuhku. Pegal, nyeri, sakit. Semuanya satu. Aku merasakannya disaat bersamaan.

Kudengar seseorang memasuki apartemenku. Aah, mungkin saja itu petugas kebersihan yang dikirim perusahaan setiap harinya. Kuraih ponselku yang tergeletak diatas nakas. Kubuka galeri.

Sebuah foto yang berisikan dua orang gadis manis tengah bermain jungkat-jungkit di taman bermain. Tersenyum bahagia, menikmati betapa bahagianya masa kecilnya. Tidak ada beban yang mengkerak di kepalanya.

Kembali aku teringat pada gadis kecilku yang hilang tak berkabar itu. Kemana saja dia? Rinduku sudah melebur, dan tidak tahu harus diibaratkan seperti apa lagi. Kenapa dia pergi disaat dirinya berhasil membagi kebahagiaan? Ooh! Semua pertanyaan kenapa, kini berderet menjadi apa. Pertanyaan yang takkan bisa dijawab oleh siapapun, terkecuali jika si narasumber yang menjawabnya. Mustahil rasanya aku menemukan narasumber itu.

"Key?"

Sebuah suara menginterupsi lamunanku. Lirikan mataku kini terarah pada seorang gadis yang berjalan mendekat kearahku. Mangkok yang penuh dengan bubur, serta segelas air yang begitu bening. Jernih. Pikiranku kembali melayang.

"Key lo sarapan dulu ya,"

Aku tidak menjawab. Dia tersenyum padaku. Ingin aku membentaknya, mengusirnya, memaksanya untuk meninggalkan kamarku. Tapi, apa dayaku? Tenagaku habis untuk sekedar berucap, lidahku kelu untuk bernostalgia keji. Hari ini aku lemah, bahkan tidak bisa menatap sinis padanya.

"Iya," sahutku menurut dan berusaha bangun dari posisi tidurku. Gagal. Aku merasa kesulitan untuk menegakkan tubuhku.

"Lo baik-baik aja kan? Perlu gue panggil dokter?"

Raut wajah khawatirnya membuatku tenang. Baru kali ini aku menatapnya seperti ini. Wajah datar penuh kebenciannya padaku, memudar seketika. Wajah ini berbeda. Bahkan aku merasa bersalah pernah berlaku kasar padanya. Ah, kenapa aku memujinya?!

"Ga usah Wina. Gue baik-baik aja kok, obat dokternya masih ada. Lo ngapain kesini?" tanyaku dengan suara parau.

Dia menyuapiku tanpa menjawab pertanyaanku. Sejujurnya aku tidak suka dicueki, tapi hari ini berbeda. Aku tidak ingin marah, tidak ingin melampiaskan emosiku, aku sudah cukup kapok. Kapok kataku? Ini bukan Key!

"Gue? Ya jengukin lo lah. Masa iya gue yang buat lo sakit gini, malah santai-santai aja. Gue ga sejahat itu Key,"

Aku tertegun mendengar jawaban juteknya itu. Dia tidak pernah berbicara dengan nada ramah padaku. Aku sadar itu. Jadi, dia merasa bersalah padaku? Aku pikir sifat skeptis dan apatis itu, membuatnya melupakan kesalahan. Yah, walaupun ini terbilang bukan masalah besar sih.

"Wina.. Boleh gue minta tolong?"

"Kenapa?" tanyanya menghentikan kegiatannya menyuapiku.

"Tolong pijitin kepala gue. Rasanya sakit banget Win," lirihku.

Ah! Key! Kenapa semanja ini sih? Aku masih merutuki diriku. Tetapi, tetap tak terpungkiri bahwa aku membutuhkan bantuan gadis yang ku anggap musuh selama ini. Ini konyol. It's damn true.

"Tunggu bentar, gue pindahin bubur sama airnya dulu ke nakas, biar ga tumpah," jawabnya sambil beranjak memindahkan tray yang berisi mangkok dan gelas.

Kurasakan sebuah tangan bergerak pelan di kepalaku. Memijit dengan irama yang sederhana, cukup meredakan rasa nyeri di lokasi penyimpanan semua memori kehidupanku.

Perfect Badly (gxg) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang