XII : I'll Fix You

1.9K 81 2
                                    

Tiga hari berlalu begitu saja. Shela telah mengerti aku, namun Jimmy masih belum menghubungiku sama sekali. Akan menjadi sangat tidak tahu diri jika aku menghubunginya seakan tak ada yang terjadi. Itulah kenapa aku menahan diri untuk tak menghubunginya lebih dulu. Aku tak akan memaksanya. Aku tak akan berkata apa-apa hingga berpengaruh terhadap keputusannya. Jika dia bisa menerima keadaanku, dia akan datang kembali padaku. Namun jika itu terlalu sulit untuknya, aku ingin dia lari sekarang tanpa melihatku lagi. Akan aku anggap ia mengakhiri hubungan kami.

Jimmy bisa mendapatkan yang lebih baik dari sekedar aku. Aku tak akan meminta cintanya dan mengambil resiko yang akan melukai hatinya. Karena aku tahu, sangat tahu, seperti apa rasanya terluka oleh cinta. Karena itulah, aku akan mencoba menerima apapun keputusan Jimmy nanti.

 Karena itulah, aku akan mencoba menerima apapun keputusan Jimmy nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perpustakaan sangat sepi hari ini. Hanya ada dua pustakawan yang duduk di meja peminjaman buku, dan tak lebih dari lima orang yang sedang membaca dan menulis. Aku duduk di ujung meja dekat jendela dan merenung. Aku menggunakan headphone di telinga agar orang lain tak menghampiriku. Aku benar-benar tidak dalam suasana hati yang cukup baik untuk mendengarkan siapapun. Cerita shela, omongan tedy, dan rasa terluka jimmy,, adalah semua yang terus berputar dikepalaku.
Jika saja bisa, rasanya ingin lari saja dan bersembunyi. Hidup di tempat dimana tak ada seorangpun yang ku kenal dan menyendiri. Jika bisa....

Aku menggelengkan kepala sekuat tenaga--menghapus semua pikiran itu. Mengandai-andai disaat seperti ini takkan ada gunanya.

"Kau tidak apa-apa?" Seseorang bicara dari belakangku. Tapi aku benar-benar tidak ingin bicara dengan siapapun jadi aku mengabaikannya. Tidakkah dia melihat headphone dikepalaku? "Hei." Kali ini dia menyentuh bahuku.

Aku berbalik dengan marah. "Kenapa sih?!"

Saat aku melihat, seorang pria sedang berdiri disana. Ia memakai kemeja jeans dan topi yg dipakai terbalik. Gayanya tidak terlihat seperti orang yang akan kau lihat duduk membaca diperpustakaan. Tapi ada dua buku tersusun ditangan kanannya dan minuman botol ditangan kirinya. Wajahnya serius saat berbicara,"kau tidak apa-apa?" membuatku tidak bisa marah.

Aku mengangguk dan berbalik lagi dengan harapan dia segera pergi. Tapi pria itu meletakkan bukunya di tempat kosong di sampingku lalu meletakkan minuman di depanku. Apa-apaan dia?! Aku menatap sebal lagi ke arahnya.

"Minum saja. Kau terlihat lebih membutuhkannya dari aku." Ia berkata sambil membuka-buka bukunya.

Merasa tersinggung, aku mengabaikannya dan menutup mata dengan Kedua tangan terlipat didada. Seolah-olah kembali menikmati musik di headphoneku. Jangan ganggu aku. batinku.

Untunglah setelah itu dia diam. Hanya suara kertas yang dibalik yang terdengar dari dia. Aku membuka mata dan memalingkan kepalaku ke arah jendela dan kembali menerawang jauh. Jauh ke malam dimana tedy menelponku. Malam dimana jimmy terluka. Benarkah tedy yang aku inginkan? Benarkah jimmy yang harus ku lepaskan? Aku benar-benar bingung. Bagaimana jika tedy masih tak berubah? Dan bagaimana dengan semua wanita yang menyukainya itu? Akan bahagiakah aku jika memilih tedy? Bagaimana aku akan-

Dia Hujan dan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang