XIV : Jeda Setelah Titik

1.7K 60 0
                                    

"Wow, Anne. Kau benar-benar sudah mematahkan hatinya!" Komentar Key saat aku selesai menceritakan asal-usul pertengkaranku dengan Jimmy. Mata dan tangan kami tetap pada game.

Aku memutar mata. "Sangat membantu, Key."

"Tidak. Sungguh. Dia benar-benar patah hati. Untuk laki-laki, kau tak tahu sangat sulit menerima hal seperti itu. Buktinya dia terombang-ambing selama..berapa hari katamu tadi dia tak menghubungimu? Dua? tiga? Kalau aku, aku akan pergi ke klub untuk mabuk atau mencari seseorang untuk memukuliku saat itu."

Tanganku jatuh ke atas pangkuanku. Aku shock. Tertampar oleh kata-kata Key barusan. "Benarkah?" Kata itu keluar hanya berupa bisikan dari mulutku.

Key menghentikan gamenya lalu mendesah. "Anne, kau benar-benar tak tahu pria seperti apa, iya kan? Begini, katakan padaku, seperti apa dia saat kau tinggal tadi?"

Aku menatap Key. Tak mengerti maksud pembicaraannya. "Diam."

"Lihat? Diluar sedang hujan tapi dia diam saat kau pergi. Kau tahu mengapa?"

Aku menggeleng.

"Karena kau baru saja menabur garam di atas lukanya, Anne. Lihat, pertama dia sudah terluka saat tahu kau masih menyimpan perasaan purbakalamu. Lalu dia mengiris lagi lukanya menjadi lebih besar dengan mengambil keputusan sulit itu. Dan yang kau lakukan adalah menolaknya. Kau menepis bola yang ia berikan dengan susah payah. Wahh.. bravo. Bravo." Key bertepuk tangan.

"Aku melakukannya?"

"Ya. Tapi sudahlah. Pria tak menangis dan akan pulih dengan cepat." Key kembali bersandar dan memulai kembali gamenya.

Wajahku jatuh di atas tanganku tanpa sadar. Aku benar-benar tak tahu akan jadi serumit ini. "Apa yang sudah aku lakukan..?" Dan aku mulai terisak. Kasihan Jimmy. Harusnya kau tak... betapa kejamnya aku ini.

"Sudah kubilang, pria tak menangis dan pulih dengan cepat. Jadi tak perlu terlalu dipikirkan."

"Itu bahkan lebih parah!" suaraku kini berupa pekikan. "kau tak tahu luka itu bisa meninggalkan bekas yang takkan hilang selamanya? Kau tak akan tahu."

"Lalu kau mau bagimana?" Gamenya berhenti lagi. "Mau kuberi saran? Karena kau sudah cukup jelas mengatakan padanya maksudmu siang tadi, jadi untuk sekarang beri dia waktu. Beri dia waktu untuk mengolah semua kejadian ini dan mengambil keputusan lagi. Dan kau.." ia meletakkan stik game ditanganku lagi, "sehatkan kembali otakmu selama proses itu. Jadi permainan ini akan diselesaikan atau tidak?"

Aku masih diam. Berpikir. Benarkah seperti itu? Bisakah aku membuatnya semudah itu? Hanya memberikan dia waktu? Baikkah jika aku melakukan ini sedangkan jimmy.... bisakah aku?

"Tentu saja bisa! Oh ayolah kau sudah ketinggalan jauh." Kata key tiba-tiba seperti sedang menjawab pertanyaan dikepalaku. "Ayoooo!!"Teriak Key lagi. Dan aku mengangkat stiknya dan kembali bermain tanpa berpikir panjang.

"Nah, begitu dong."

Aku meliriknya dan key sedang tersenyum.  Baiklah. Aku akan melupakan masalah itu sebentar. Untuk sementara terhanyut dalam dunia bocah ini dan merasakan sedikit cara hidupnya. Seperti sebuah jeda setelah titik. Key memeberiku jeda setelah titik yang keberikan pada Jimmy. Pertanyaan berikutnya, akankah jeda itu cukup untuk bisa ku nikmati?

****

Hari sudah gelap. Diluar tampak begitu indah dengan lampu-lampu kota. Aku melirik jam di dinding, sudah pukul tujuh lebih. Key masih tertidur di sofa setelah lelah terus-menerus merayakan kemenangannya dariku. Makanan tiba beberapa menit yang lalu setelah kami memesannya lewat telepon. Aku tak ingin membangunkan key, jadi aku mengambil piringku dan berjalan perlahan ke tempat tidur untuk makan. Hanya nasi goreng dengan telur, sayuran, dan sosis. Sama dengan nasi goreng di tempat-tempat lainnya sebenarnya, hanya saja yang ini sedikit lebih sedikit dan....lebih enak! Hotel besar memang berbeda. Aku menghabiskan sepiring penuh nasi goreng itu dan meneguk habis minuman sodanya setelah makan. Benar-benar kenyang. Piring Key masih tak tersentuh. Masih ada dua mangkuk salad buah, beberapa minuman soda, dan kue diatas meja ini. Aku mengambil salah satu salad buah dan duduk dengan sedikit menghentak di ujung sofa yang satunya dengan sengaja agar Key bangun. Dan benar saja, ia sadar sekarang.

Dia Hujan dan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang