XVIII : AKHIR UNTUK AWAL

1.6K 61 0
                                    

Jimmy memutar kran dengan kasar, gerakan itu membuat air mengalir deras dengan suara keras.  Setelah itu, tanpa mengangkat lengan bajunya, ia membasuh wajahnya dua kali. Sedangkan aku masih berdiri membeku di tempatku setelah mengusir Key pergi. Menunggu Jimmy menjadi lebih tenang agar sedikit lebih mudah untuk berkomunikasi.

"Kau..baik-baik saja?" tanya Jimmy setelah membasuh wajahnya . Ia menatapku dari cermin besar di atas wastafel.

Sekarang nada suaranya turun kembali. Sudah hampir seperti Jimmy lagi. Seperti kemarahannya ikut tersapu air dari wajahnya. sayangnya itu tak membuat rasa takutku kendur sama sekali. Emosinya bisa saja naik lagi sewaktu-waktu jadi aku hanya mengangguk.

"Kau yakin?"

"Jimmy, dengarkan." Aku memulai. Basa-basi seperti ini takkan membantu sama sekali.

"Tidak. Anne, dengar. Maafkan aku. Aku hil.." Jimmy berkata tiba-tiba, seperti tahu kemana arah pembicaraanku.

Jimmy hendak berbalik menghadapku. saat aku menghentikannya. "Berhenti!"

Jimmy membeku, ia kembali hanya menatapku dari cermin. Bisa aku lihat ia sendiri terguncang dengan respon waspadaku. Sekilas, terlintas tatapan menyesal di matanya, namun aku terus menguatkan diriku sendiri bahwa semua ini harus diperjelas sekarang juga.

"Tetap seperti itu. Jangan berbalik." Aku masih takut jika Jimmy mendekat lagi. Akan lebih aman jika berbicara dalam posisi kami yang seperti ini.

"Anne, maafkan aku. Tadi itu.." Jimmy menggeleng pelan dengan wajah menyesal.

"Aku tahu. Tapi aku ingin kau mendengarku sekarang."

Jimmy mendesah tidak senang, tapi ia tetap diam. Menunggu apa yang akan aku katakan.

Aku menarik nafas panjang. "Aku pikir, sebaiknya kita akhiri semua sandiwara kita sampai disini saja. Aku tidak bisa, Jimmy, untuk kembali berpura-pura seperti dulu. Menjalani hari-hariku seperti tak pernah terjadi apapun."

Jimmy diam sebentar, mengambil waktunya untuk mencerna kata-kataku. "Apa maksudmu?"

"Awalnya aku pikir hubungan kita bisa berhasil. Aku sudah melakukan yang terbaik yang bisa ku lakukan untukmu, dan aku yakin kau juga begitu. Tapi ternyata kau menginginkan lebih padahal kita berdua tahu bagaimana keadaanku. Dari semua hal yang bisa aku beri, kau malah terus menuntut cinta meski kau tahu itu sulit."

"Anne.."

"Sejak awal sudah kukatakan tentang hal itu dengan jelas padamu. Katamu kau bisa menerimanya, selama aku ada disampingmu." Aku mendengus. "Dan aku terus ada ditempat yang kau inginkan, menjadi yang terbaik untukmu, dan berusaha melupakan masa laluku. Tapi kau mengungkit hal itu lagi sekarang? Kau bahkan mencurigaiku dan mengaitkan semua hal dengan hal itu.."

"Aku tidak.." bantah Jimmy.

"Jadi aku pikir kita mungkin memang tidak akan berhasil."

"Apa??" Sekarang ia berbalik padaku. Aku menjaga ekpresiku tetap tenang meski jantungku kembali berpacu tak karuan.

"Kau tahu apa maksudku."

"Kau ingin kita putus sekarang?" Ia mengatakannya seperti ia sendiri tidak percaya akan apa yang baru saja ia katakan. "Kau tahu hari ini hari kita bukan?" Ekspresi sedih tergambar jelas di wajah Jimmy. Meskipun aku merasa sangat bersalah, aku menguatkan diri untuk mengatakan kenyataan yang sebenarnya padanya.

"Akan aku katakan apa yang aku tahu. Yang aku tahu pacarku sedang menjauhkan sahabat-sahabatku dariku. Tidak. Mungkin dia mencoba menjauhkan semua orang terdekatku dariku. Untuk siapa? Untuk kebaikanku? tidak. Untuk dirinya sendiri. Lalu ia meledakkan emosinya dan hampir saja bertindak kasar padaku untuk masalah sepele. Dan di satu tahun hubungan kami, aku baru mengetahui semua kebohongan itu. Seperti aku hanya hidup di dunia yang ia tulis untukku."aku tertawa miris tanpa sadar, merasa diri telah dibodohi selama ini. "Aku bahkan tidak tahu siapa orang-orang yang sedang duduk diluar sana."

Dia Hujan dan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang