VIII : Hujan

2.8K 76 2
                                    

Taman bunga masih ramai dengan pengunjung. Aku, yang masih terkejut dengan kedatangan tedy yang tiba-tiba, masih terpaku menatapnya. Sedangkan sosok yang dirindukan itu,terus tersenyum nakal padaku.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu disini." Tedy berkata dengan satu tangannya terayun padaku. Seolah ia masih perlu menegaskan keberadaanku disini.

Keningku bertaut bingung. tidak yakin dengan maksud ucapan Tedy. "aku...juga."

"Maksudku, kau seperti tidak begitu menyukai tanaman.. rupanya bunga adalah pengecualian untukmu."

" Benarkah??"

Tedy mengangguk mantap. "Ya. Bukankah dulu kau selalu menolak mengurus taman sekolah? bahkan walau teman-teman kita memarahimu, kau tak mau menyentuh tanaman sama sekali."

Kau melihat itu? Aku meleleh dalam beberapa detik hanya karena perhatian kecil Tedy."Oh, itu."

Tedy tertawa kecil. "Ya.itu." ucap Tedy di sela tawanya. "Jadi..kau menyukai bunga huh?"

Aku tersipu. "Tidak juga. Aku datang bersama seseorang yang sangat menggemari bunga jadi.. Disinilah aku." Tanpa sadar aku mendenguskan tawa. Lucu memang kalau dipikir. Karena kegemaran Jimmy, disinilah aku sekarang. Berdiri di antara benda yang membuatku alergi.

"Shela?" Tedy menebak.

Aku menggeleng. "Yang pasti Shela tak akan membuang waktunya hanya untuk berkeliling tempat ini bersamaku."

"Benar." Tedy mengiyakan sambil tertawa.

Tanpa sadar, aku terus menatap Tedy. Tawa itu lebih indah dari semua bunga ini. Aku tahu aku tak boleh mengatakan ini--mengingat aku telah bersama jimmy sekarang--tapi apa yang bisa ku lakukan saat bahkan jantungku tak memperlambat debarannya.

"Maaf lama." Jimmy muncul tiba-tiba dengan 2 gelas minuman di tangannya. Ia berdiri di depanku dan tedy.

Aku sontak berdiri. "Oh. Eh. Iya. Tak apa." Kataku terbata-bata. Aku mengambil salah satu gelas itu dari jimmy sebagai refleks alami. "Ehm..Jim kenalkan, ini Tedy. Tedy, ini Jimmy." Aku memperkenalkan dua pria dalam hidupku ini dengan gugup. Alih-alih terdengar biasa-biasa saja, suaraku malah hampir terdengar seperti sebuah pekikan aneh.

"Jimmy." ujar Jimmy santai. Ia yang pertama mengulurkan tangan untuk menyalami Tedy.

Aku menatap cemas kedua pria itu.

Tedy menjabat tangan jimmy dengan sedikit mengguncangnya. "Tedy."

"Eeh Tedy ini temanku semasa sekolah dulu. Teman anne dan icha juga. kita dari SMP yang sama." Aku menjelaskan pada jimmy tanpa alasan.

Jimmy menatap Tedy--menilai lebih tepatnya. "Benarkah?"

"Ya." Tedy kali ini. "kami teman lama. Tak di sangka akan bertemu dia disini."

"hahaha.." Aku tertawa gugup, lalu meneguk minuman yang dibelikan Jimmy tadi.

"Maaf aku hanya membeli 2 gelas. Kalau tahu ada kau tadi aku akan.."

"Tidak apa-apa." potong Tedy. "Aku sudah mau pergi. Tadi hanya menyapa Anne saja." Tedy berpaling menghadapku. "Kalau begitu aku pergi dulu. Bye Anne." Kata tedy sambil menepuk lenganku.

Aku mengangguk dan melambaikan tangan padanya.

Tedy berjalan menjauh tanpa berbalik lagi. Aku memandangi pria itu berjalan dikerumunan orang sendirian. Dalam hati menyesal tidak mengajaknya mengobrol lebih lama lagi.

Dia Hujan dan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang