"Aku akan selalu mengawasimu. Aku tau wanita licik sepertimu. Jangan pernah berharap kau bisa bersanding dengan dengan cucuku"
"Saya mengerti sa....."
"Ingat aku akan selalu mengawasimu. Sekarang keluar"Aku kembali ke apartement kecil yang aku sewa dulu. Membuka kembali kamarku. Masih seperti saat aku meninggalkannya. Merebahkan tubuhku yang seakan takpunya daya dan kembali menangis. Menangisi ketidakberdayaanku.
Aku duduk di bangku taman ini mengusir sepi walau hatiku tetap terasa kosong. Melihat anak anak kecil berlarian di iringi teriakan dari ibu mereka agar hati hati. Ak tersenyum kecil mengingat bagaimana ibu dan ayahku memperlakukanku dengan sayang seperti aku malaikatnya.
Dengan kesederhanaan yang ada justru aku merasa kaya. Tak ada yang kurang semua yang diberikan ibu dan ayah ku seakan melebihi semuanya yang ada di dunia ini. Aku yang menyayangi ayah dan ibuku dan ayahku yang memuja ibu ku dan ibuju yang sangat mengagumi ayahku. Namun kami lupa kalau semuanya tak selamanya sama. Ketika ibu pergi ayah tidak tau bagaimana cara melangkah dan aku tak tau caranya bahagia. Semuanya berubah, aku tak menyalahkan ayah yang selalu melamun ketika malam hari sambil menatap langit berharap ibu ada disana dan ayah dapat melepas rindunya pada ibu. Sehingga ayah menjadi sakit. Walaupun sudah ke dokter dan fokter memberinya obat tapi sakitnya ayah bukan terletak pada dirinya tapi pada hatinya. Ayah patah hati, patah hati karna kehilangan separuh hatinya.Aku mengalihkan pandanganku aku melihatnya seorang pemuda menggunakan kemeja kotak kotak berwarna merah celana blue jeans dan sepatu converse serta kamera yang menggantung di lehernya dan terarah padaku. Dia menurunkan kameranya dan tersenyum padaku dan berjalan ke arahku
"Maaf Nona jika aku mengambil gambarmu. Wajah mu sangat menarik perhatianku.. eemm namaku Daniel, Daniel Carlson"