Seorang pedagang arum manis tengah sibuk melayani anak-anak yang mengantri untuk bagian arum manisnya. Sekilas Al melihat kapas-kapas manis itu dari sela kerumunan pembeli saat tengah mendorong kursi roda Illy keluar dari area pasar malam.
"Ke taman itu dulu, yu...?" ajak Illy saat mereka akan melewati taman.
Tanpa menjawab, Al langsung melangkah masuk ke dalam taman yang tidak terlalu luas itu. Bahkan, dari taman itu berada di pinggir jalan raya. Al berhenti di dekat kolam air mancur yang di sisi-sisinya dikelilingi lampu hias.
"Gak nyangka bakal datang ke tempat-tempat kayak gini. Pasar malam, taman kota juga," kata Illy sambil memandangi air mancur.
"Jadi, ke mana aja non selama ini?" tanya Al datar.
Illy menoleh seraya memicing pada Al. "Gue sibuk belanja di Paris, Milan, Hongkong, dan negara-negara lain! Puas?!"
"Ya... kelihatan, kok." Al tidak bermaksud mencibir, tapi tetap terkesan seperti iitu.
Illy yakin Al tengah meledek atau semacamnya. "Denger , ya! Belanja itu juga pekerjaan mulia! Kalau gak ada yang belanja, roda ekonomi dunia bisa macet! Kemajuan Ekonomi itu ditentukan dari adanya transaksi."
Al menghela nafas dalam-dalam. "Jadi, yang non pelajari dari ekonomi cuma itu? Please, jangan naif gitu! Ekonomi dunia? Umm... jangan ngomongin dunia dulu, deh! Kita ngomongin perekonomian di Indonesia aja. Saya rasa yang bisa nyelamatin perekonomian Indonesia itu, ya... saya yakin non ngerti, ya orang-orang kayak nona. Seandainya orang-orang kayak nona bisa bantu pengusaha-pengusaha kecil dengan beli hasil produksi mereka, mungkin itu yang bisa meningkatkan taraf perekonomian kita. Toh, hasil produksi dalam negri gak kalah oke, kok. Ngapain jauh-jauh ke luar negri. Cuma demi brand terkenal? Hedonis!"
Illy berpikir sambil mengerucutkan bibir. 'Bener juga, sih! Omongan gue tadi emang terlalu dangkal.' Itu hanya alibi konyol untuk menyelamatkan pandangan orang tentang hobi belanjanya. "Oke, lo bener!" sahutnya malas.
"Prinsip nona juga sebenernya tepat. Tapi, pemahaman nona tentang belanja itu yang salah," imbuh Al.
"Hei, bentar! Lo itu tentara, ngapain ngurusin ekonomi? Lo bahkan berani nyalahin gue!" Illy mulai kagum sekaligus heran.
"Kalau salah, ya dibenerin," jawab Al sekenanya.
"Hmm... gue rasa gue mulai ngerti kenapa opa bilang kalau gue gak boleh nyamain lo sama bodyguard gue sebelumnya. Haha!" Illy tertawa pelan. "Sekarang, gue malah jadi penasaran sama buku-buku tebel lo itu." 'Ya, dilihat dari segi mana pun dia terlalu sempurna buat dijadiin bodyguard, kan?'
"..." Al tidak mengerti, itu pujian atau ledekan?
"Sini!" Illy mengulurkan kedua tangannya, seperti mau memeluk.
Al mengernyit. "Sini apanya?" tanyanya kaku.
"Bonekanya...," jawab Illy. "Di sini dingin, jadi mau peluk boneka biar hangat."
"Ooh...." Apa Al baru saja berpikir yang tidak-tidak? Akhirnya, ia memberikan tedybear itu, dan langsung Illy peluk. "Kalau gitu, kita pulang sekarang, aja? Takut kemaleman, nanti nona sakit, lagi."
Tapi, sebelum Illy menjawab, tiba-tiba Al teringat sesuatu. "Eh, tapi saya ke sana dulu sebentar. Gak papa kalau nona nunggu sendri di sini?"
"Umm... ya udah, lagian gue masih mau di sini, kok." Illy mengangguk. "Jangan lama-lama tapi, ya."
"Iya." Al berlari, kembali ke arah pasar malam.
Sebenarnya, Illy penasaran dengan apa yang ingin Al lakukan. Tapi, setelah Al menghilang dari pandangannya, ia memilih kembali fokus pada kolam air mancur di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOR YOU
ФанфикMungkin benar, kau memang diciptakan khusus untukku. Tuhan mengirimu untuk menjagaku, menjadi malaikat pelindungku. Bahkan, kau sudah lebih dulu menginjakan kaki di bumi sebelum aku. Itu karena kau yang harus menungguku dan bersiap menjagaku saat ak...