16_ With You

4K 378 53
                                    

Gelap dan sesak. Rasanya begitu pengap hingga Illy semakin berkeringat. "Al...."

"Ya...?" Nafas Al masih tersengal, seperti juga Illy.

"Kapan kita keluar?" tanya Illy berbisik.

Mereka akhirnya hanya saling menatap dalam gelap. Yang terihat hanya... mereka.

"Saya rasa mereka udah lewat semua...," jawab Al akhirnya.

Mereka kompak terperanjat saat tiba-tiba tempat yang mereka duduki bergetar, tak lama bergerak maju. "Mobilnya jalan!" Illy kaget dan mulai panik.

Al langsung membuka terpal yang cukup lama mereka gunakan untuk bersembunyi di atas mobil bak pengangkut barang. Akhirnya, mereka bisa menghirup udara segar juga. Mereka terpaksa bersembunyi di situ untuk menghindari orang-orang suruhan Sandi yang masih saja mengejar, bahkan setelah mereka berlari cukup jauh.

"Jangan panik, nona!" kata Al sambil terus menjauhkan terpal berdebu itu dari mereka.

"Tapi sekarang gimana caranya kita turun?!" Illy masih panik.

"Ya..., kita tunggu sampai mobil ini berhenti aja, gimana lagi?" AL mengendikan bahu, berusaha tetap tenang. "Nona tenang aja, yang penting sekarang kita aman dari mereka."

Illy menghela nafas lalu merengut. "Ya udah, deh. Gue cape...," rengeknya. Kemudian, ia mengusap-usap kulitnnya yang terkena langsung debu dari terpal. "Gatal-gatal juga! Huhuuu...."

"Mana yang gatal?" Al memeriksa kulit Illy mulai merah-merah. "Duh, gimana ini?"

"Ada minyak telon, gak? Atau kayu putih? Sanitizer?" tanya Illy sambil terus menggaruk-garuk lengannya.

"Mana mungkin saya bawa begituan? Umm... Nona tahan ya, nanti kita beli. Sekarang jangan digaruk, nanti malah jadi bentol-bentol." Al memegang lengan Illy, mengusap dan meniupinya lembut. "Maafin saya, gara-gara saya nona jadi gini...," sesalnya.

Illy menatap Al lekat. Al terlihat begitu tulus mencemaskannya. Tapi, tiba-tiba saja ia tidak tahan ingin menangis. "Hiks... hiks...!"

Al berhenti meniupi lengan Illy saat mendengar isakan itu. "Nona kenapa? Saya kan udah minta maaf. Saya tiupin lagi ya, biar gak gatel? Jangan nangis...."

"Hiks... lo jahat! Kenapa gak pernah bilang kalau lo itu kaka arum manis gue? Lo gak taku kalau gue gak pernah bisa lupain lo dari kecil sampai sekarang. Aneh, kan? Dan lo pasti udah dari lama tahu soal ini! Kenapa gak bilang?!"

Untuk beberapa saat Al hanya terpaku melihat Illy menangis, kemudian ia memberanikan diri mengusap air mata di pipinya. "Maafin saya. Saya gak ada maksud nyembunyiin apa-apa. Saya cuma mikir, umm... saya ini cuma bodyguard nona, gak pantas berharap sesuatu yang lebih dari nona."

Illy mengernyit, tak habis pikir. "Al, bahkan dengan status lo sebagai bodyguard aja, lo udah bisa ngambil hati gue. Gue malah stres mikirin lo! Bukan lo-nya, tapi gue heran aja, kenapa gue bisa suka sama bodyguard gue sendiri?! Parahnya, lo sukses bikin gue mikir kalau lo sama sekali gak suka sama gue...!"

"Sebenarnya... selama ini saya juga gak pernah lupa sama gadis kecil gendut itu. Saya selalu pengen ketemu lagi sama nona." Al tertunduk. "Saya rasa... saya udah jatuh cinta sama nona sejak pertama kali kita bertemu, dulu. Dan bahkan, setelah saya tahu gadis kecil itu adalah nona, saya tetap lancang mencintai nona. Saya mencintai nona sejak dulu sampai detik ini."

Illy yang terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti menangis, akhirnya hanya memeluk Al sekuatnya.

Di atas mobil bak terbuka yang terus melaju itu, mereka melewati banyak orang yang heran saat melihat seorang pengantin wanita memeluk seorang pria yang tidak terlihat seperti mempelai pria.

"Sekarang gue tahu, kenapa selama ini gue suka sama mata lo. Bukan cuma karena mata lo teduh atau indah, tapi karena gue jelas-jelas kenal mata lo ini. Pangeran arum manis yang hadir dalam mimpi itu beneran nyata.... Dan itu... kamu, Al." Illy melepaskan pelukannya, lalu menatap Al lekat. "Maaf, selama ini aku pasti bikin kamu repot setengah mati.... Maafin aku."

I FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang