Informasi mengenai penyebab kecelakaan Opa masih belum pasti. Walaupun Al sudah menghadiri pemakaman dari jenazah yang diidentifikasi sebagai Opa, tapi ia masih merasa ada yang janggal. Illy tidak ikut dalam acara pemakaman itu, ia yakin tidak akan sanggup melihatnya. Apalagi, jasad Opa didapati dalam keadaan mengerikan.
Beberapa hari setelah acara pemakaman, Illy sudah lebih baik, walaupun masih selalu murung. Dan sekarang, ia justru mendapat masalah baru, pernikahannya. Ya, sebenarnya itu yang cukup menyita perhatiannya sehingga tidak lagi sibuk menangisi opa.
~~~
Illy tengah makan siang bersama Efan di halaman belakang. Semenjak surat wasiat itu dibacakan, ia masih belum tahu harus berbuat apa, selain menunggu nasibnya sendiri yang memutuskan.
"Ly... perjodohan ini emang akhirnya cuma jadi paksaan buat kamu. Parahnya, ini ditentuin berdasarkan kepemilikan saham perusahaan dan jadi terkesan sebagai pernikahan bisnis. Tapi, dari awal aku emang selalu nunggu kamu nerima cinta kamu. Kamu tahu pasti itu. Jadi, please jangan benci aku karena perjodohan ini." Efan sudah berulang kali berusaha membuat Illy mengerti posisinya, tapi Illy tetap berubah dingin padanya.
"Aku masih belum bisa tentuin apa-apa. Toh, aku cuma tinggal nunggu nasib aku dieksekusi, kan?" sahut Illy akhirnya. Ia kemudian beranjak meninggalkan Efan dengan makan siang yang sama sekali tidak disentuh.
"Ly! Please! Jangan gara-gara perjodohan ini sikap kamu ke aku jadi berubah. Kita bisa mulai ini pelan-pelan, Ly...." Efan berusaha menahan Illy. Tapi, Illy yang akhirnya sudah bisa berjalan dengan baik bahkan tidak menoleh padanya lagi.~~~
Al membuka sebuah surat. "Mungkin ini waktunya saya pergi, nona. Saya akan memenuhi panggilan tugas saya," gumamnya. Ia seolah sudah yakin dengan kesimpulannya sendiri akan nasibnya.
Al menerawang. Satu minggu ini, ia selalu berusaha menghindar saat bertemu pandang dengan Illy, dan hanya berbicara seperlunya. Ia bahkan tidak tahu harus melakukan apa setiap kali melihat Illy melamun. Walaupun begitu, ia bisa merasakan kesedihan di hati Illy.
"Boleh gue masuk?"Al masih melamun saat Illy sudah akan masuk melalui pintu kamarnya yang tidak tertutup sempurna. Cepat-cepat ia memasukan surat di tangannya ke dalam laci nakas. Tapi, sesuatu terjatuh saat ia menarik laci itu dengan cepat, dan ia tidak sempat mengambilnya. "Masuk aja," jawabnya. "Efan udah pulang?”
Illy mengendikan bahu. "Mungkin...."
"Jadi, sekarang nona udah yakin dengan pernikahan kalian?" Al tersenyum simpul."Kenapa lo ngomong gitu? Kenapa lo gak nanyain hal lain?”
"Misalnya?"
"Misalnya, lo nanya, apa gue mau terima perjodohan ini?" Illy duduk di samping Al. "Lo ingat kata-kata opa, kan?" Ia memberikan jeda untuk Al berpikir.
“…”"Opa bilang, gue harus dengerin kata-kata lo," imbuhnya, saat Al tidak juga membuka suara.
"Nona mau saya ngomong apa?" sahut Al pasrah.
"Menurut lo, gue harus terima perjodohan ini atau gimana?" Illy menatap Al lekat, berharap Al akan memberinya jawaban yang sesuai dengan keinginan hatinya.
Al menghela nafas dalam-dalam. "Nona, Opa memang nyuruh nona dengerin kata-kata saya. Tapi, surat wasiat itu juga kata-kata Opa, dan udah cukup jelas. Apa nona mau melanggar wasiat opa?"
"Wasiat itu bilang gue harus nikah sama pemegang saham terbesar setelah Opa, tapi-"
"Dan itu Efan," sela Al.
"Tapi, dalam surat wasiat itu gak ada nama Efan!" Nada suara Illy mulai meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOR YOU
FanficMungkin benar, kau memang diciptakan khusus untukku. Tuhan mengirimu untuk menjagaku, menjadi malaikat pelindungku. Bahkan, kau sudah lebih dulu menginjakan kaki di bumi sebelum aku. Itu karena kau yang harus menungguku dan bersiap menjagaku saat ak...