"Lo lama deh, bangunnya!" Gita memapah temannya yang masih terlihat pucat.
"Kok bisa ada kak Devan di UKS? Dia nungguin gue ya?" gadis yang masih belum sadar itu bertanya dengan nada lemah
Gita hanya menghela nafas "please deh, Vi! Lo itu baru pingsan tapi masih sempet aja nanyain tuh orang!" omelnya.
Via pun pulang dengan mobil yang memboyong tubuhnya. Tanpa disadari, Gita melupakan tasnya di UKS. Ia bergegas menuju ruangan yang berada di sisi depan taman.
Lelaki itu masih berbaring di sofa. Gita memandanginya untuk beberapa detik. Memastikan ada yang disebut tampan dari wajah lelaki ini. Devan menyipitkan matanya berharap tak terlihat telah bangun oleh Gita. Ia ingin melihat gadis ini memandanginya.
"Gue tau, Lo udah bangun! Udah minggir gue mau ngambil tas!" cetus Gita yang ternyata telah menyadari tindakkan orang didepannya ini.
Dengan kembali memejamkan matanya, kali ini Devan mengecup ibu jarinya seraya memeluk tas Gita. Ia bertingkah seolah bayi raksasa. Tanpa berfikir panjang, Gita lantas meninggalkan lelaki itu tanpa perduli dengan tasnya. Ia membanting keras pintu dan keluar menuju parkuran diluar gerbang.
Devan sesekali menoleh, memastikan gadis yang sedari tadi berbicara dengannya masih berdiri di sampingnya. Lalu ia tersenyum simpul begitu sadar Gita telah berlalu
Terlihat banyak anak berkumpul tampak memperhatikan sesuatu. Benar saja, sebuah tas berwarna gelap tergantung di dahan pohon disertakan harga. Gita mendekat kearah keramaian itu. Sial! Hal pertama yang terlintas dipikirannya.
"Ta, itu tas Lo kan?" tanya Via " kok bisa ada di situ?"
Lantas Gita segera memanjat pohon yang besar dan tegap itu. Beruntung, ia tengah mengenakan kaos olahraga. Tubuhnya tampak lincah menaklukan satu per satu dahan. Beberapa saat kemudian, sosok Devan berdiri tepat dibawah pohon. Ia tampak mapan dengan tangan didalam saku celana. Matanya tertuju pada perempuan yang ada diatasnya.
"Cupu! Beraninya mainan lama!" gerutunya sendiri.
Begitu ia berhasil meraih tasnya. Ia sempat tergelincir dan tubuhnya terjatuh dari pohon. Tepat kearah Devan. Namun, lelaki itu menghindar dan membuat Gita harus merasakan tanah dipagi hari.
"Ketemu tasnya, nona?" kata yang pertama dilemparkan Devan ke gadis itu.
Semua orang terdiam sekejap. Gita memcoba bangkit dan menatap lurus kearah Devan. Ia menganggukan kepalanya seraya tersenyum simpul. Lantas meninggalkan kerumunan itu disusul Via.
Gita dan Via pun berhenti disebuah bangku taman. Duduk seraya membersihkan pakaiannya. Via hanya menatap kearah sahabatnya itu.
"Apa?" tanya Gita akhirnya
Via hanya menggelengkan kepalanya "tadinya, gue harap Lo bisa akrab sama kak Devan" ujarnya "jadi, waktu gue jadian sama dia, enak gitu liatnya, temen sama pacar akur" lanjutnya
Gita terhenti seketika, "Alvia, cowok kayak dia yang Lo suka? Duh, gue jamin nggak ada satu pun cewek waras yang suka sama dia!" celotehnya
"Kalo gitu gue cewek nggak waras pertama yang suka sama kak Devan!" jawab Via santai
Gita berangkat dari tempatnya dan berlalu meninggalkan gadis yang tengah dimabuk cinta itu. Jalannya kini tak benar-benar lurus. Kakinya terasa sedikit sakit setelah terjatuh tadi. Ia merasa benar-benar bodoh meninggalkan tasnya dengan orang idiot itu.
Ia melewati koridor hingga sampai di toilet. Gita mengganti pakaiannya yang kotor. Wajahnya masih tampak kesal. Lantas membasuh wajahnya dan menatap kearah kaca. Terbersit dipikirannya untuk membalas dendam. Ketika ia keluar dari toilet...
"Jadi, kak Devan biarin Gita jatuh gitu aja?" beberapa orang tampak berbincang didepan toilet "emang ya, Gita itu terlalu cowok sih, jadi nggak ada yang doyan"
Gita berjalan melalui mereja dengan melempar senyum sumringah. Namun, didalam hatinya ia ingin sekali meremas hancur bibir gadis-gadis tak berguna itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile
Teen FictionSenyuman adalah sebuah hiasan yang akan menimbulkan berbagai jawaban. Dengan senyuman semua orang dapat mengekspresikan diri mereka. Tapi, pada masa ini, apakah aku bisa mempercayai sebuah senyuman dengan hanya melihatnya? Bahkan aku tak percaya men...