Gita berlari dengan kaki kecilnya. Memilih jalanan tanpa percik bekas air hujan. Ia menerawang setiap sudut. Mencari gadis bernama Via. Sedari tadi dia tidak terlihat dikelas. Gita bertanya-tanya dimana sahabatnya itu.
Akhirnya, sosok gadis manis tampak diujung koridor. Via. Akhirnya, Gita menemukannya. Dia pun bergegas menghampiri Via.
"Lo darimana?"
"Dari.. Dari.. UKS! Iya UKS"
"Vi, Lo sakit? Sakit apa?" Gita menyelidik
Via mencoba menghindar "udah yuk! Pulang aja, Gue mau ngambil tas dulu"
Gita hanya memandangi langkah gadis yang semakin jauh itu. Otaknya berputar. Khayalnya bertaburan.
Sepanjang jalan tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Via. Ia tampak menyorot kedua kakinya yang terus melangkah. Gita mencoba membuka pembicaraan.
"Vi, Lo nggak dijemput atau gimana gitu?"
"Oh, iya gue pulang naik taksi, kalo Lo udah dijemput nggak apa-apa pulang aja!"
"Sebenernya, gue juga nggak dijemput!" Gita menelan ludahnya "Vi, Lo harus percaya kalo gue nggak pernah suka sama kak Devan, Ok?"
"Apaan sih Lo, haha!" Via pun terhenti pada sebuah halte "gue pasti percaya lah! Lo nggak mungkin khianatin gue kan?"
Gita hanya tersenyum lega. Mereka pun melanjutkan tapak kaki yang letih itu.
Senja mulai menutup hari. Matahari telah lelap dalam tidurnya. Bulan beranjak hadir bersama taburan bintang. Gita tersenyum menatap layar ponselnya. Seorang mengirim beberapa pesan padanya.
Devan. Sudah pasti. Gita mendaratkan tubuhnya di tempat tidur. Menatap langit-langit yang kosong. Ia ragu dengan hatinya. Beberapa menit kemudian sebuah panggilan masuk. Video-call. Wajah Gita aneh, hatinya bertanya mengapa lelaki ini menghubunginya.
Gita pun menerima panggilan itu. Tampak sosok yang familiar di layar ponsel. Gita bungkam.
"Gita! Lo bisu ya?" teriak Devan
Gita tetap bungkam.
"Ya udah, bisu! Gue kayaknya mau jadi pacar Lo deh!"
Gita membulatkan matanya.
"E..emang siapa juga yang mau jadi pacar Lo?" sanggah Gita tersipu
"Tuh, yang lagi merah pipinya,"
Gita mencoba menutupi wajahnya yang memang mulai memerah.
"Gue mau jadi pacar cewek yang dihukum hormat depan tiang bendera!"
"Yang nuduh gue mesum di UKS!"
"Yang manjat pohon dan jatuh!"
"Yang kalah taruhan sama gue"
"Yang kaku didepan gue!"Gita tak dapat menahan perasaannya. Wajahnya makin tersipu, setelah Devan melantunkan beberapa melodi gitar bersama suara serak basahnya. Suara yang membuatnya tak dapat benafas. Perasaan tak menentu berkecamuk didalam hatinya.
"Lo mau kan jadi, oksigen gue?" akhir Devan "please, jangan nolak. Gue nggak pernah se-serius ini!"
Gita menutup matanya. Dan tanpa ia sadari perasaan itu tak bisa berbohong. Ia menggerakan kepalanya pertanda, 'ya'.
Malam itu membuat Gita tak berhenti tersenyum. Membuatnya terbayang-bayang. Ia hanya memikirkan wajah lelaki di layar ponsel tadi. Ia hampir mencubiti seluruh tubuhnya. Memastikan ini bukanlah mimpi atau khayalannya. Sesekali ia berteriak kecil. Wajah manisnya masih merona.
Sekarang ia berfikir bagaimana menghadapi lelaki itu besok. Apa yang harus ia katakan. Apa dia harus mengganti panggilannya. Atau dia harus menyembunyikan hal ini. Ia menarik selimut dan bergegas tidur. Berharap mimpi indah menghampirinya malam ini. Baru saja ia terlelap, matanya seketika terbuka.Ia bertanya pada dirinya sendiri apa hanya lelaki itu yang akan dihadapinya besok? Gita kembali mengingat. Mata Gita sekali lagi membulat begitu ia mengingat Via.
![](https://img.wattpad.com/cover/51894743-288-k766275.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile
Roman pour AdolescentsSenyuman adalah sebuah hiasan yang akan menimbulkan berbagai jawaban. Dengan senyuman semua orang dapat mengekspresikan diri mereka. Tapi, pada masa ini, apakah aku bisa mempercayai sebuah senyuman dengan hanya melihatnya? Bahkan aku tak percaya men...