9- am I false?

2.3K 125 0
                                    

Devan menyandarkan tubuhnya pada sofa disamping jendela. Senyum terpancar tepat diwajahnya. Gadis itu hampir membuatnya gila. Dia masih bertanya tentang perasaannya. Apa memang dia yang mengatakan hal itu.
Dia pun beranjak dari sofa. Mendaratkan tubuh pada tempat tidur. Matanya seolah tak ingin tertutup.

"Gue kenapa sih? Aneh banget!" Devan kembali bangun

Ia seolah tidak bisa terlelap. Perasaannya tak karuan. Masih terbayang wajah merona Gita.

---+---

Gita melangkah memasuki gerbang sekolah. Matanya menerawang ke setiap sudut. Sesekali ia berlari. Ia tidak ingin bertemu seseorang. Sudah pasti, itu Devan. Ia tak ingin Devan memberi tahu Via.

Benar! Gita menyesali semua itu. Tapi, dia tak mampu membohongi perasaannya. Kakinya melangkah lebih cepat melewati koridor-koridor ramai itu.

Sebuah tangan menghentikannya. Amanda? Wajahnya penuh tanda tanya.

"Kenapa?" Gita menatap gadis didepannya

"Kok, jalannya cepet banget? Kenapa? Takut ketauan?"

"Ketauan? Apa sih?" Gita mencoba menghindar

"Udahlah, Ta! Lama-lama bangkai itu akan tercium juga baunya!"

"Amanda, Lo denger ya! Lo sendiri yang ngejauh dari kita jadi, jangan pernah berfikir untuk misahin gue dan Via!"

Amanda terdiam

Gita berlalu meninggalkannya. Matanya fokus pada sebuah kelas diujung koridor. Kali ini ia tak terlambat. Via belum datang. Beberapa menit kemudian kelas mulai ramai.

Seorang gadis dengan rambut yang digerai, serta pita biru yang tampak manis dikepalanya masuk dengan perlahan. Via. Hari ini ia tampak lebih manis.

Gita bergegas menghampirinya. Menatap wajah Via untuk beberapa detik.

"Apaan sih Lo?" pecah Via

"Kok, hari ini Lo lebih cantik?" Gita heran "ada acara apa?"

Via meraih sesuatu dari dalam tasnya. Lantas memperlihatkan pada Gita.

"Ini, cake khusus buat kak Devan!"

Gita terdiam.

"Menurut Lo, kak Devan bakalan suka nggak ya?"

"I..iyalah"

"Itu berarti gue harus berjuang buat dapetin dia! Lo harus bantu gue, ok?"

Gita hanya dapat menjawab 'ya'. Ia masih bertanya-tanya pada dirinya. Apa ini benar. Apa dia tak salah melakukan ini.

"Sebenernya, gue sempet mikir Lo suka sama kak Devan, tapi kayaknya gue salah!" ujar Via " dan gue mutusin buat terus ngejer kak Devan"

"Emang Lo bener-bener suka sama kak Devan?"

"Iyalah, gue nggak pernah serius banget kayak gini!"

Bel memecah pembiacaraan mereka. Pelajaran dimulai. Berbagai rasa terus berkecamuk dihati Gita. Bagaimana jika Via mengetahui tentang hubungannya dengan Devan. Ia bahkan tak berani menatap kearah Via.

Saatnya semua anak istirahat. Gita bergegas keluar tanpa menghiraukan Via. Ia harus menemui Devan sebelum Via.

Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Tidak ada sosok Devan disana. Ia menuju ruang olahraga. Lelaki itu tak kunjung ia temukan. Nafasnya mulai tak teratur. Pikirnya jauh kedepan. Tiba-tiba seseorang menariknya ke sudut koridor.

Gita lantas menghela nafasnya. Akhirnya ketemu! Sontak batinnya. Devan saat ini ada dihadapannya.

"Hai pacar!" sapa Devan dengan senyum manis.

"Lo nyariin gue ya? Kenapa? Kangen?"

"Emm.. Gue mau bilang sesuatu!" jawab Gita dengan serius.

Devan meletakkan tangannya di dada. Matanya menatap lurus kearah gadis didepannya.

"Please, jangan bilang siapa-siapa kalo kita udah pacaran!"

"Emang kenapa?"

"Pokoknya jangan! Terutama Via"

Gita tampak tertunduk. Ia tak sanggup menatap mata Devan yang tampak tajam itu.

"Bukannya Via temen Lo? Harusnya dia seneng kalo, cewek kayak Lo dapetin gue"

"Tapi, Via suka sama Lo!" jawab Gita dengan nada rendah

Devan berlalu meninggalkannya. Lelaki itu tak melirik kearahnya lagi. Gita terdiam. Ia masih ragu dengan yang telah dilakukannya.

---+---

"Misi, Kak!" Via menyapa beberapa orang di sebuah kelas "Liat Kak Devan nggak?"

Matanya menerawang ke setiap sudut kelas. Tak ada jawaban dari sana. Devan pun tidak terlihat. Dengan kotak kue Via berlalu kembali mencari Devan.

Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang