Gita melangkah dipinggir trotoar dengan kepala tertunduk. Ia masih terbayang semua yang diceritakan oleh Bagas.
--+--
"Tadi Via kebetulan ketemu gue dirumah sakit. Dia lari-lari di koridor, terus berenti didepan gue dan nangis!"
Gita hanya menatap Bagas penuh tanya."Ya, waktu gue tanya dia nggak mau jawab dan tetap nangis jadi gue tunggu sampai selesai.. Dan Via cerita, katanya dia nggak pernah bahagia semenjak nyokap dan bokapnya selalu berantem!" ujar bagas "dan kebahagiannya saat ini cuma Lo dan Devan! Dia berharap banget sama Devan! Via bilang, dia cinta banget sama Devan, dan dia yakin Devan akan buat dia bahagia!" lanjutnya
Dan sepanjang itu Gita hanya diam kehabisan kata-kata.
--+--
"Lo bodoh banget sih, gimana bisa Lo rebut kebahagiaan sahabat Lo sendiri!" gerutunya seraya mengutuk diri sendiri.
Hari bertambah larut. Hawa malam pun menembus kulit. Gita duduk sendiri didepan gerbang sekolah. Ia tak tahu harus kemana. Pikirannya tengah kacau. Dering handphone sedari tadi terdengar. Namun, tak dihiraukannya. Ia hanya terdiam menatap jalanan. Cukup lama. Hingga suara motor terdengar dari jauh hingga mendekat. Dan benar-benar berhenti dihadapannya. Motor itu tampak dikenalnya. Devan. Darimana lelaki itu tahu Gita sedang tak ada dirumah.
Devan menghampiri Gita yang masih duduk.
"Gue cari kemana-mana, taunya Lo disini!" ujar Devan
"Darimana Lo tau kalo gue keluar rumah?" nadanya masih terdengar lesu.
"Via nelpon Lo tapi nggak diangkat, katanya Lo dari rumah sakit, jadi dia minta gue untuk cari Lo!"
Gita berdiri seraya tersenyum simpul menutupi kesedihannya "bisa tolong gue?"
Devan mengangkat salah satu alisnya, pertanda bertanya.
"Tolong, buat Via bahagia! Se-nggaknya sampe dia bisa senyum lagi"
"Itu lagi, ok gue bantu! Tapi kali ini gue nggak mau Lo minta putus lagi" jawab Devan "ya udah. Sekarang gue anter Lo pulang!"
Mereka pun melaju dengan kencang. Gita memeluk erat pundak Devan. Lalu dengan perlahan ia berbisik "gue sayang banget sama Lo, Devan"
Devan hanya diam dan fokus mengendarai motornya. Ia berpura-pura tak mendengar apapun kala itu.
Beberapa saat kemudian mereka tiba didepan rumah Gita.
"Denger ya, berhubung Lo pacaran sama orang ganteng, jadi Lo nggak boleh sedih-sedihan gitu lagi!"
Sebelum sempat membalas perkataan Devan, lelaki itu telah melaju kencang dengan motornya. Kali ini Gita benar-benar tersenyum bahagia. Ia melangkah masuk sebelum hari benar-benar gulita.
------+------
Gita mengusap-usap rambutnya dengan handuk agar cepat kering. Dimalam yang gelap ia mencuci rambut untuk menjernihkan pikirannya. Tiba-tiba ponsel nya berdering. Lantas ia menggulung rambutnya dalam balutan handuk. Ia menatap layar ponsel dengan aneh. Via! Sentaknya. Malam-malam begini?
"Halo Vi? Kenapa? Tumben malem-malem nelpon?"
"Emm, menurut Lo, kalo mama dan papa gue pisah itu bagus nggak? "
"Apa? Via, jangan aneh-aneh! Kalo masih bisa sama-sama terus kenapa harus pisah?"
"Lo nggak ngerti, Ta! Gue yang anaknya aja nggak pernah bahagia sama mereka!" jawab Via "mereka nggak pernah mikirin gue! Ada bagusnya kalo mereka pisah kan?"
"Iya, tapi.."
"Udahlah Ta, Lo nggak akan ngerti!" lantas ditutupnya ponsel sepihak.
Gita terkejut. Temannya nampak sedang depresi berat. Masalah yang datang padanya membuat dirinya semakin tertekan. Gita dapat mengerti itu. Ia juga berharap Via akan baik-baik saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/51894743-288-k766275.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile
Ficção AdolescenteSenyuman adalah sebuah hiasan yang akan menimbulkan berbagai jawaban. Dengan senyuman semua orang dapat mengekspresikan diri mereka. Tapi, pada masa ini, apakah aku bisa mempercayai sebuah senyuman dengan hanya melihatnya? Bahkan aku tak percaya men...