Wajahnya tampak tak asing lagi. Ia heran mengapa terus terjebak masalah dengan lelaki yang memiliki nama lengkap Devan Bagaskara ini. Lelaki itu memandanginya dengan salah satu alis yang terangkat.
Gita memindahkan jalurnya. Namun, ia kembali dihalangi. Dan kali ini Devan mempersempit geraknya. Ia mengunci Gita dengan kedua tangan yang ditancapkan didinding. Gita hanya bersandar didinding dengan kepala yang masih tertunduk.
"Udah nabrak gue, terus Lo berharap bisa kabur gitu aja?"
Gita masih dalam diamnya. Ia mencoba kabur dengan merendahkan tubuhnya. Devan lantas mengikuti gerakkannya, hingga akhirnya mereka duduk berhadapan.
Gita melemparkan kembali senyuman manisnya "maaf, ya. Gue boleh pergi kan sekarang?"
Devan berdiri dan berlalu tanpa melirik kembali. Gita tetap duduk lemas. Ia hampir tak bisa bernafas karena lelaki itu. Via menghampiri sahabatnya yang tampak aneh.
"Lo kenapa? Sorry gue tadi ke toilet dulu!" seraya membantu Gita berdiri
Dengan wajah polosnya, Gita hanya menggelengkan kepala.
Bel pulang pun berbunyi. Membuat semua siswa berhamburan keluar gerbang. Tak terkecuali Gita. Matanya melirik kekanan dan kiri. Hari ini ia tak mengendarai mobil ke sekolah. Terpaksa ia harus menunggu sopirnya menjemput.
"Hei! Mau ikut?" seketika Devan muncul dihadapannya dengan mengendarai motor
"Emang boleh?"
"Nggak!" Devan pun melaju meninggalkan Gita dengan wajah tanpa dosa.
"Dasar cowok sayko! "
Gita pun melangkahkan kakinya menyusuri jalanan yang ramai. Rasanya terlalu lama ia menunggu. Mungkin ada halangan hingga si sopir tak kunjung menjemputnya.
"Kok, Lo jalan sih?" sebuah suara kembali mengejutkannya
Gita hanya menoleh. Orang itu mengendarai motor dengan kecepatan rendah. Mengiringi langkahnya. Devan. Siapa lagi. Dia terus mengiringi Gita dengan mengendarai motornya.
Gadis ini pun menghentikan langkahnya disusul Devan dan motornya "gue capek! Lo nyebelin banget sih" teriaknya "gimana kalo kita taruhan? Kalo gue bisa lari lebih cepet dari motor Lo sampe air mancur,Lo harus dorong nih motor sampe rumah gue!"
"Tapi kalo, seorang Gita yang kalah, Lo harus loncat kaki satu sampe rumah Lo!" balas Devan
Mereka pun bersiap. Hingga hitungan ketiga, Gita mulai berlari sekuat tenaga. Devan menyalakan motor dan melaju meninggalkan Gita. Sesekali ia melihat ke-spion motor. Gadis itu kini tak terlihat lagi. Ia menghentikan laju motornya. Tepat didepan air mancur.
Tiga puluh menit kemudian Gita tampak diujung jalan. Masih terus berlari walau sesekali terhenti untuk sekedar bernafas. Lima belas menit kemudian, Gita telah berdiri didepan Devan. Dengan wajah yang pucat dan berkeringat.
"Hosh..hosh..hosh" ia masih meluruskan nafasnya
"Yakin mau loncat satu kaki?" ledek Devan kearah gadis ini
Gita mengangkat salah satu kakinya. Lantas meloncat dengan satu kaki. Ia benar-benar melakukannya. Devan tetap mengiringinya dengan motor. Untuk beberapa meter loncatan ia berhasil. Namun, tiba-tiba ia terjatuh.
Kakinya tampak cidera. Tak berhenti, ia kembali berdiri dan melanjutkan loncatannya. Kini mereka telah berdiri tepat didepan pagar rumah Gita. Gadis itu duduk bersandar dipagar seraya mengatur nafas. Kakinya terlihat mengeluarkan darah.
"Hosh.. Gue udah sampe, hosh..hosh.. Pulang sana!"Devan melaju dengan cepat. Sangat cepat hingga bayangannya tak terlihat lagi. Gita terus menggedor pagar hingga seorang lelaki renta-satpam rumah- membuka pagar dan membantunya masuk ke rumah.
-----+-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile
Teen FictionSenyuman adalah sebuah hiasan yang akan menimbulkan berbagai jawaban. Dengan senyuman semua orang dapat mengekspresikan diri mereka. Tapi, pada masa ini, apakah aku bisa mempercayai sebuah senyuman dengan hanya melihatnya? Bahkan aku tak percaya men...