Grace mengelap tangannya sehabis mencuci piring. "Aku sudah menyelesaikan hukumanku, sekarang aku boleh pergi kan?." Tanya Grace ketus.
Steven tersenyum miring. "Okay, tapi besok kau harus mencuci piring lagi."
Grace mendengus. "Ya aku tau!." Lalu ia memakai mantel dan berjalan pergi sembari menghentakkan kaki.
Jika kalian bertanya mengapa Grace dihukum mencuci piring, jawabannya adalah karena ia melanggar peraturan yang Steven buat kemarin malam. Meski Grace tidak sengaja— karena Grace memang kalau tidur tidak bisa diam—dan Steven tidak serius membuat peraturan itu, tetapi Steven tetap menghukum Grace. Entah kenapa, ia hanya ingin melihat wajah kesal Grace saat dihukum.
Steven berlari menyusul Grace lalu menahan lengannya. "Eits, tunggu sebentar."
Grace menengok dengan muka masam. "Apa lagi?." Ucapnya tak sabaran.
"Aku harus mengukur suhu badanmu terlebih dahulu." Jelas Steven.
"Huft, baiklah! Cepat!."
Steven cepat-cepat mengambil thermometer lalu menyuruh Grace membuka mulut. "Aaaa..."
Grace memutar bola mata, lalu membuka mulutnya. Steven memasukkan thermometer tersebut kedalam mulut Grace, lalu Grace menutup mulutnya. Beberapa lama kemudian, diambilnya kembali thermometer tersebut dari dalam mulut Grace.
"Suhu badanmu turun, baguslah." Ucap Steven setelah melihat hasil thermometer tersebut.
Grace berbalik, lalu cepat-cepat pergi keluar pondok. Menuju tempat tujuannya yang seperti biasa.
Taman bunga.
Grace sudah tak sabar untuk sampai kesana. Meski baru sehari ia tak pergi kesana, ia sudah sangat merindukan suara ayahnya tersebut.
Sampai ia tak sadar bahwa ada seseorang yang memperhatikannya dari dalam rerimbunan semak-semak.
∞
Grace tertawa mendengar lelucon yang ayahnya buat. Grace baru tahu bahwa ayahnya bisa membuat lelucon. Grace pikir wajah datar ayahnya itu tercipta karena ia jarang tertawa. Tapi. Disini, Grace mendengar sendiri bahwa barusan ayahnya tertawa.
Dulu, saat ibunya Grace masih ada, ia sering membuat lelucon tentang ayahnya Grace. Misalnya tentang wajah ayahnya yang selalu datar, ibunya Grace bilang, ayah Grace adalah keturunan dari papan triplek makanya wajahnya menjadi datar seperti itu. Lalu Grace akan tertawa dan ayahnya mencebikkan bibir persis seperti anak kecil.
Ayahnya Grace memang sejak dahulu jarang tertawa. Nenek Grace bilang, ayah Grace sejak dulu sangatlah pendiam dan tak banyak ekspresi. Makanya teman-teman ayah Grace menjulukinya "Hantu Wajah Datar". Nenek bilang, ia heran bagaimana ibu Grace tahan terhadap sikap ayahnya itu.
Ah, masa lalu.
Grace jadi teringat akan neneknya. Sudah lama sekali ia tidak mengunjungi neneknya tersebut. Sejak ibunya meninggal, ayah jarang membawanya kerumah nenek, bahkan tidak pernah!. Padahal Grace sangat merindukan neneknya.
Grace tak mendengar suara ayahnya lagi. Ia menghela nafas. Sampai kapan aku harus berada disini?. Tanya Grace dalam hati.
Grace rindu ayahnya yang bermuka datar.
Grace rindu sahabatnya, Allison yang sangat cerewet.Grace rindu semuanya.
Bahkan Grace rindu pergi ke sekolah.
"Aku ingin pulang." Lirihnya pelan. Bahkan lirihan tersebut hanya dapat didengar oleh dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion
FantasyGrace sangat suka berkhayal. Grace pikir dunia khayalannya lebih indah dibandingkan dengan dunia asli dimana ia tinggal. Pada suatu hari Grace mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia koma. Grace pun malah terjebak di dunia khayalannya sendiri.