Grace dan Steven terlelap nyenyak. Karena menangis, Grace pun menjadi lelah dan tertidur. Sementara Steven, karena lelah menemani Grace seharian menangis ia pun tertidur juga.
Jam di dinding menunjukkan pukul 07.00 p.m, entah sudah berapa lama Grace menangis sampai-sampai membuat matanya bengkak. Tetapi akhirnya ia merasa lega sekali, seperti beban yang dipikulnya selama ini telah terangkat dan hilang.
Grace menggeliat dan meliuk-liukkan tubuhnya. Membuat Steven yang berada disampingnya terganggu dan ikut terbangun.
"Hoahm..." Grace menguap lebar.
"Hush, anak perempuan tidak boleh menguap lebar seperti itu." Tegur Steven.
"Berisik." Grace menggerutu, lalu bangkit dari tempat tidur.
"Lho, kau mau kemana?." Tanya Steven bingung.
"Memangnya kenapa?." Grace balik bertanya sambil berkacak pinggang.
"Tidak, memangnya kau tidak ingin kembali tidur disampingku seperti tadi? Nanti kita tidur sambil berpelukan." Ujar Steven sambil tersenyum jahil.
Grace mendengus. "Dasar mesum!." Ia berseru lalu melemparkan buku yang ada didekatnya pada Steven. Steven melindungi dirinya menggunakan bantal.
"Lho, kenapa? Padahal tadi saat menangis kau memelukku." Ejek Steven mengungkit kejadian tadi.
Kontan wajah Grace memerah. "Bodoh!." Ia kembali melemparkan barang-barang yang ada didekatnya pada Steven.
"Kenapa mukamu merah? Malu ya?." Steven menunjukkan cengiran jahilnya.
"Berisik!!!." Grace berseru murka. Ia berjalan keluar kamar sembari menghentakkan kaki kesal, lalu membanting pintu dengan keras.
Brakk!!
Sementara Steven dibelakangnya tersenyum geli sendiri.
∞
"Hei, buku apa itu?." Tanya Steven heran saat mendapati Grace sedang membaca suatu buku dengan serius.
Tidak pernah sekalipun ia melihat Grace membaca buku. Bahkan ia sampai mengira bahwa Grace tidak bisa membaca buku. Tapi Grace bilang, ia malas membaca buku. Steven heran, kalau Grace malas membaca buku, kenapa sekarang ia malah membaca buku?.
Grace sama sekali tak menggubris pertanyaan Steven barusan. Ia masih saja membaca buku dengan serius sambil sesekali dahinya berkerut bingung. Karena merasa di acuhkan, Steven pun menjadi jengkel. Ia menghampiri Grace lalu mengambil buku yang berada ditangan Grace dengan tiba-tiba.
Grace merasa terganggu dan kesal karena Steven dengan tiba-tiba menarik buku yang sedang ia baca. Ia mendelik sebal pada Steven. "Kembalikan bukuku!."
"Darimana kau mendapatkan buku ini?." Steven bertanya bingung sambil menggumamkan judul buku tersebut. "Grace's delusion world." Dahinya berkerut dalam. "Aneh, kau yang menulis buku ini?." Tanya Steven
"Bukan, cepat kembalikan." Ucap Grace ketus.
"Apa sih isi buku ini?." Steven sama sekali tak menggubris Grace. Ia membuka buku itu secara acak, lalu membacanya.
"Itu bukan urusanmu, kembalikan!." Grace bangkit dan berusaha meraih bukunya yang berada didalam genggaman Steven. Tetapi usahanya sia-sia, karena tingginya yang hanya sebatas pundak Steven membuatnya susah untuk meraih bukunya tersebut.
Sementara Steven terus membaca buku itu sambil mengangkatnya agak keatas agar Grace tak dapat meraih bukunya. Grace terus berlompat-lompat kecil agar ia dapat meraih bukunya, Steven membaca buku tersebut sambil berjalan mundur agar Grace tak dapat meraihnya. Sampai akhirnya Steven tak sengaja tersandung suatu benda.
Brukk!!
Tubuh Grace dan Steven sukses membentur lantai dengan keras. Terjatuh dengan posisi tubuh Steven dibawah dan Grace diatasnya.
"Aduh..." Steven mengaduh kesakitan.
Grace bangkit terduduk diatas tubuh Steven. Ia memegang kepalanya yang agak pusing akibat terjatuh tadi. Saat ia melihat kebawahnya, jantungnya langsung berdegup kencang tak keruan membuatnya merasa gugup tetapi senang. Perlahan semburat merah bermunculan di pipinya yang berwarna putih pucat, membuat semburat itu sangat kentara dan nampak jelas saat dilihat.
Steven yang sadar sedang diperhatikan, langsung melihat kearah wajah Grace yang sudah semerah kepiting rebus.
Dia... blushing?. Batin Steven.
Steven terkejut dalam hati bersorak senang. Ia menunjukkan cengiran jahilnya sambil menatap Grace dengan jenaka. "Blushing, huh?." Godanya.
Sontak, Grace menjadi salah tingkah dan langsung mencubit lengan Steven dengan cukup keras. Membuat si empunya mengaduh kesakitan sambil memegang lengannya.
Grace bangkit berdiri, lalu mengambil bukunya yang terlempar cukup jauh saat Steven tersandung tadi. Setelahnya, ia menghampiri Steven yang bangkit terduduk sembari memegangi lengannya yang sempat menjadi korban kekerasan Grace saat ia salah tingkah.
"Sakit, huh?." Balas Grace sambil tersenyum puas.
Steven mendengus lalu bangkit dari duduk. "Sakit, tapi lebih sakit yang disini." Ujarnya, lalu menunjuk bagian bawah dadanya, tempat dimana organ yang bernama 'hati' berada.
Grace memutar bola mata. "Drama king."
"Habis, kenapa sih kau terus membaca buku itu? Memangnya sangat penting ya?." Gerutu Steven sembari bangkit berdiri.
"Lewat buku ini, aku bisa tau bagaimana cara untuk kembali ke dunia nyata." Jelas Grace.
Steven langsung terdiam mendengar penjelasan Grace barusan. Entah kenapa, ia tak rela Grace kembali ke dunia nyata. Ia sangat ingin Grace selalu menemaninya disini selamanya. Sebenarnya, itulah hal yang selama ini selalu menjadi impian Steven. Hanya saja, ia tak pernah mau memberitahukan impiannya ini pada Grace. Karena ia tahu.
Impian ini sangat mustahil untuk diwujudkan.
Ia tahu bahwa Grace juga mempunyai kehidupannya sendiri di dunia nyata. Tak mungkin Grace akan selalu berada di dalam dunia khayalannya sendiri. Ia sadar, dan ia tahu diri akan hal tersebut. Maka, ia tak akan mencegah Grace kalau memang ia ingin kembali ke dunia nyata.
Tempatnya disana, bukan disini. Batin Steven muram. Ia terus merapalkan kalimat tersebut dalam hatinya, sambil menunduk dalam dan mengepalkan tangannya kuat.
Grace yang menyadari suasana menjadi hening, langsung mendongak dan melihat kearah Steven heran. Kontan, ia menyadari kesalahannya yang telah membuat Steven sedih karena tadi ia bilang ia ingin kembali ke dunia nyata.
Perlahan ia bangkit, lalu berjalan ke arah Steven. Ia menepuk bahu Steven pelan, membuat si empunya agak kaget karena tepukan Grace yang secara tiba-tiba.
"Steve, kau tak apa?." Tanya Grace pelan. "Maafkan aku,
aku... aku bukannya tidak senang berada disini bersamamu, ta-tapi kau tahu kan..." Grace menggigit bibir bawahnya ragu untuk melanjutkan kalimatnya."A-aku rindu ayahku." Tuturnya kemudian.
Steven tersenyum lirih dan sedih namun sayang Grace tak dapat melihatnya karena Grace tengah menunduk menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Tak apa." Steven berucap setelah berhasil menormalkan ekspresinya kembali. Ia tak mau terlihat sedih didepan Grace dan membuat Grace merasa tak enak.
"Aku tahu kau sangat menyayangi ayahmu, begitupun ayahmu yang sangat menyayangimu." Ujar Steven, mati-matian ia berusaha menahan rasa sesak yang timbul didadanya. "Masa iya aku harus memisahkan seorang ayah dan anaknya." Steven berusaha menunjukkan cengirannya agar meyakinkan Grace bahwa dirinya baik-baik saja.
"Lagi pula, setelah itu kau masih bisa datang untuk mengunjungiku kan?." Steven memaksakan tersenyum lebar.
"Yah, kau benar." Grace tersenyum.
"Oleh karena itu." Ucap Steven. "Biarkan aku membantumu kembali ke dunia nyata."
Saat itu, Grace dan Steven saling menatap sambil melemparkan senyum satu sama lain.
Dan pada saat itu Steven sangat merasa jijik pada dirinya sendiri.
Sungguh munafik.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion
FantasyGrace sangat suka berkhayal. Grace pikir dunia khayalannya lebih indah dibandingkan dengan dunia asli dimana ia tinggal. Pada suatu hari Grace mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia koma. Grace pun malah terjebak di dunia khayalannya sendiri.