Grace bersenandung kecil sambil membuat coklat panas di dapur. Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Ternyata itu adalah Steven, ia kelihatan linglung seperti orang baru bangun tidur.
"Sedang apa kau?." Tanya Steven.
"Membuat coklat panas." Jawab Grace kalem.
"Buatkan untuk ku juga ya." Suruh Steven.
"Enak saja! Buat sendiri sana!." Tolak Grace sambil melengos pergi membawa segelas coklat panas.
Steven menggerutu kesal, lalu mulai membuat coklat panas untuk dirinya sendiri. Grace duduk di sofa sambil menonton televisi dan menyesap coklat panasnya.
Tak lama kemudian, Steven datang sambil membawa segelas coklat panas. Ia duduk disamping Grace ikut menonton televisi sambil menyesap coklat panasnya. Keadaan menjadi hening seketika.
Tiba-tiba saja Grace jadi penasaran akan sesuatu dan ingin menanyakan hal tersebut pada Steven.
"Steve." Panggil Grace.
"Hm?."
"Um..." Mendadak Grace menjadi ragu untuk menanyakan hal tersebut. Ia menggigit bibir bawahnya bimbang.
"Ada apa Grace?." Steven bertanya.
"Uh... a-aku ingin bertanya satu hal padamu."
Steven terkejut dengan apa yang dikatakan Grace. Ia mulai mengira-ngira apa yang akan ditanyakan oleh Grace. Pikirannya mulai cemas kalau-kalau Grace akan menanyakan soal ciuman kemarin. Ia meremas gelas ditangannya saking gugupnya.
"B-bertanya a-apa?." Tanya Steven gugup.
"Bagaimana bisa kau menemukan rumah ini?."
Steven menghela nafas lega, untung saja ia tidak membahas soal kemarin. "Yah... sebenarnya aku sudah lama memukan rumah ini." Ujar Steven
"Lalu? Kenapa kau tidak menunjukkan rumah ini padaku sejak awal?."
"Sebenarnya aku mau menunjukkan rumah ini padamu seminggu yang lalu, tapi sebelum aku menunjukkan rumah ini, kita sudah bertengkar terlebih dahulu, maka aku memutuskan untuk menjadikan rumah ini sebagai tempat persembunyianku." Jelas Steven panjang lebar.
"Ooh... begitu ya." Grace manggut-manggut mengerti.
"Kau tahu Steve?." Tanya Grace sambil melihat langit-langit rumah dengan pandangan menerawang.
"Tahu apa?."
"Rumah ini persis seperti rumahku yang dulu."
"Rumahmu yang dulu?."
"Iya, rumah yang aku tempati sebelum ibuku meninggal."
"Kau pernah tinggal disini?." Tanya Steve kaget.
"Yup, hanya saja mungkin ini versi dunia khayalanku."
"Ah begitu, pantas saja aku lihat ada foto keluarga mu."
"Benarkah? Dimana?." Tanya Grace antusias.
"Di kamar tidur yang aku tempati." Jawab Steven.
Grace langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu pergi dengan tergesa-gesa.
Steven mengerutkan dahi bingung. Ia memutuskan untuk melihat kemana Grace pergi. Saat ia lihat pintu kamarnya terbuka, ia langsung menyimpulkan kalau Grace sekarang sedang berada di dalam kamarnya. Karena seingatnya tadi, ia telah menutup pintu kamarnya tersebut.
Saat ia memasuki kamarnya, ia mendapati Grace tengah memandang sebuah figura besar di depannya dengan mata berkaca-kaca. Ia menghampiri Grace lalu menepuk pundaknya pelan.
"Grace, apa yang kau lakukan disini?." Tanya Steven heran.
"I-itu foto keluarga kami saat aku masih berumur 8 tahun." Ucapnya tanpa menjawab pertanyaan dari Steven. Ia seperti sedang menggumam sendiri.
"Saat itu ibu memaksaku untuk memakai dress formal, tapi aku menolak dan berlari menjauhi ibu, tapi ibu tidak marah padaku, ia berlari mengejarku lalu menangkapku dan memelukku sambil tertawa." Grace bercerita.
"Harusnya aku menurut pada ibu saat itu."
Perlahan bulir-bulir bening terjatuh dan mengalir di pipi Grace. Steven mengelus kepala Grace lembut.
"Are you okay?." Tanyanya.
Grace menghapus air matanya, lalu mengangguk pelan. "I'm okay." Jawabnya.
Steven menghela nafas pelan. "I know you're not."
Ia menarik dan merengkuh Grace kedalam pelukannya. Grace menangis pilu menumpahkan kesedihannya.
"Aku rindu ibuku." Lirihnya dalam tangisan.
Seberapapun lama waktu berjalan meninggalkan kenangan tentang ibunya. Tak dapat dipungkiri bahwa Grace masih tak merelakan ibunya pergi. Tak ada siapapun yang tahu bahwa terkadang ia menangis di tengah malam karena teringat tentang ibunya.
"Tidak apa-apa Grace, ibumu sudah tenang di alam sana."
Grace masih tak berhenti menangis. Akhirnya Steven memutuskan untuk menemani Grace sampai ia dapat tenang dan berhenti menangis. Mereka tak melepaskan pelukan itu sama sekali.
Tanpa mereka sadari. Satu perasaan kecil tiba-tiba muncul dan bersarang di hati seseorang.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion
FantasyGrace sangat suka berkhayal. Grace pikir dunia khayalannya lebih indah dibandingkan dengan dunia asli dimana ia tinggal. Pada suatu hari Grace mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia koma. Grace pun malah terjebak di dunia khayalannya sendiri.