"Grace, bangun."
Steven menggoyang-goyangkan tubuh Grace agar ia terbangun. Tetapi bukannya bangun, Grace malah berbalik dan berganti posisi tidurnya.
"Grace, ayo bangun!." Seru Steven.
Grace mengerang. "Huh... apa sih? Ini kan masih pagi, sudah sana. Aku mau tidur lagi." Usir Grace sambil menggeliat dan memeluk bantalnya.
"Tidak bisa. Cepat bangun!." Steven mulai kesal, lalu melemparkan bantal ketubuh Grace.
"Uh... lima menit lagi."
"Tidak." Steven menarik selimut yang melilit tubuh Grace. "Kau harus bangun. Sekarang. Juga." Ujarnya penuh penekanan.
Grace mendengus. "Memangnya untuk apa sih? Bangun pagi-pagi begini." Keluhnya.
"Kita mau lari pagi."
Grace bangkit terduduk tiba-tiba. "Hah?."
"Ayo kita lari pagi."
"Ngapain sih?." Sungut Grace sebal.
"Lari pagi, Grace." Ujar Steven untuk yang kesekian kalinya.
Grace memutar bola mata. "Untuk apa lari pagi? Tidak ada manfaatnya,Steve."
"Tentu saja ada, badan kita jadi sehat dan kita jadi segar."
"Tidak mau ah! Capek, gak ada pengaruhnya juga. Kan aku sedang koma."
"Justru itu, kalau kau sehat, nanti juga kau akan cepat bangun dari koma."
Grace menunduk. Tapi kan aku tak ingin bangun dari koma Steve. Batinnya.
"Kita pergi ya?." Ajak Steven sambil mengenggam telapak tangan Grace.
Jantung Grace mulai berdegup kencang seperti biasanya. Perasaan aneh menelusup dihatinya. Membuat dirinya merasa ada sesuatu yang terasa ganjil antara dirinya dan Steven. Ini terasa...
Seperti mereka bukan lagi sahabat.
Tetapi mengapa semuanya kelihatan sama?. Dirinya, Steven, sikap Steven padanya, semuanya sama. Atau ada satu hal yang tak diketahui Grace?.
"Grace?."
"Ah! Iya, apa?." Grace gelagapan sendiri. Ia mengusap tengkuknya untuk menghilangkan perasaan gugupnya.
"Kita... jadi lari pagi, kan?."
"Oh! Ya, tentu. Tentu saja jadi, aku kan sangat suka berolah raga! Haha..."
Steven hanya bisa terdiam bingung. Tadi kan bilangnya tidak mau...
Aneh. Steven melipat tangan didepan dada. "Kau ini kenapa sih?."
"A-aku? Aku... baik-baik saja kok! Kenapa memangnya?."
Steven menggeleng. "Tidak..."
"Yasudah ayo kita pergi jogging!." Seru Grace antusias.
"Ganti dulu bajumu sana, aku tunggu diluar." Steven berjalan keluar kamar dan kembali menutup pintu.
Selepas Steven pergi, Grace akhirnya dapat menghela nafas lega. Ia mengganti bajunya dengan celana olahraga dan juga jaket denim berwarna abu-abu. Lalu, ia keluar dari kamarnya. Ternyata Steven sudah tak ada.
Grace mendengus. Pasti ia pergi duluan.
Ia akhirnya memutuskan untuk berlari menyusul Steven. Saat ia keluar rumah, ia mendapati Steven tengah melakukan pemanasan didepan rumah.
"Pemanasan ya?." Tanya Grace.
"Hm." Jawab Steven singkat.
Grace mengumpat dalam hati. Untuk apa ia bertanya kalau ia sudah tau jawabannya. Benar-benar bodoh. Batinnya.
Padahal ia hanya ingin mencari topik agar suasana diantara mereka tak lagi canggung. Tetapi entah kenapa malah pertanyaan bodoh itu yang ia lontarkan.
Grace menghela nafas, lalu menggembungkan pipinya. Berharap hal tersebut dapat mengurangi sedikit perasaan canggung yang kini menyelimuti hatinya.
"Kenapa pipimu?."
Tiba-tiba saja Steven sudah berada disampingnya sambil melihati Grace dengan satu alis naik keatas. Grace tersipu malu, lalu memberhentikan kegiatan anehnya tersebut.
"Ah, tadi itu aku sedang melakukan senam wajah, hehe..." Grace terkekeh sendiri bagai orang bodoh.
Steven menggumam tak jelas, lalu menarik tangan Grace untuk berlari. "Ayo."
∞
Grace berhenti tiba-tiba lalu jatuh bersimpuh. Steven ikut berhenti, lalu melihat kearah Grace sambil mengerutkan dahi bingung. Ia menghampiri Grace sambil berjongkok melihat keadaannya.
"Grace, ada apa?."
Grace tak menjawab. Nafasnya terputus-putus dan sedari tadi ia terus memegangi dadanya. Steven teringat akan sesuatu, lalu matanya melebar kaget.
"Grace! Asma mu kambuh!." Seru Steven panik. Ia mengalungi lengan Grace pada lehernya, lalu membantunya berdiri. Steven menempatkan Grace duduk dibawah pohon yang rindang.
"Sebentar, aku akan mencarikan inhaler untukmu." Lalu Steven berlari pergi meninggalkan Grace.
Dalam hatinya ia bertanya-tanya. Dimana aku bisa mendapatkan inhaler?. Ia mulai bingung, akhirnya ia memutuskan untuk mencarinya dirumah.
Tak lama berlari, Steven akhirnya sampai dirumah. Ia mulai mencari inhaler dengan tergesa. Memberantaki seisi rumah akibat ulahnya. Akhirnya, ia menemukan benda kecil tersebut pada kotak P3K yang berada dikamar tempat biasa Grace tidur.
Ia berlari kembali ke tempat Grace tadi secepat mungkin. Tak lama, ia akhirnya sampai dan menemukan Grace masih dengan nafas terputus-putusnya.
Ia segera menghampiri Grace dan menyodorkan inhaler tersebut."Ini, Grace."
Grace mengambil inhaler tersebut dengan cepat. Setelah selesai memakai inhaler tersebut. Grace akhirnya bisa kembali bernafas dengan normal. Ia menghela nafas lega.
"Huh... hampir saja aku mati."
"Maaf Grace, aku tak bermaksud membuat penyakitmu kambuh. Aku pikir penyakitmu tak akan kambuh karena ini adalah dunia khayalan." Sesal Steven.
"Tak apa, aku tak menyalahkanmu kok." Grace tersenyum. "Biasanya juga kita selalu berlari bersama kan? Dan saat itu penyakitku tak pernah kambuh. Jadi wajar kalau kau tak tahu, karena sekarang ini aku hanya setengah sadar. Duniaku sekarang adalah dunia khayalan."
Steven mengepalkan tangan sambil menunduk. "Grace." Panggilnya pelan.
"Ya?."
"Apakah kau mau mencobanya lagi?."
Grace mengerutkan dahi. "Mencoba apa?."
"Percobaan kita. Percobaan kita untuk membawamu kembali ke dunia nyata."
Grace terkejut bukan main mendengar penuturan Steven barusan. "A-apa? Apa... kau serius?." Tanya Grace meyakinkan.
"Yup, i'm seriously."
Grace tercekat. "W-why?."
"Kenapa apanya?." Tanya Steven heran.
"Kenapa kau menanyakan hal itu?." Grace membuang pandangan kesamping. "Kukira kau sudah menyerah." Lanjutnya.
"Tidak." Steven menggeleng tegas. "Aku tidak pernah menyerah, aku hanya... menunggumu siap untuk mencobanya kembali." Ujarnya.
"Oh... be....gitu." Grace berusaha keras menahan air matanya agar tak keluar membanjiri pipinya.
Grace menghela nafas. "Baiklah, Ayo kita mencobanya lagi." Grace memaksakan diri tersenyum lebar, berusaha memberitahu Steven bahwa dirinya baik-baik saja.
Steven merengkuh Grace kedalam pelukannya.
It will be alright. Everything will be alright. I'm promise.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion
FantasyGrace sangat suka berkhayal. Grace pikir dunia khayalannya lebih indah dibandingkan dengan dunia asli dimana ia tinggal. Pada suatu hari Grace mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia koma. Grace pun malah terjebak di dunia khayalannya sendiri.