"Wah! Lihat! Ternyata waktu kecil aku imut juga." Puji Grace, seraya tersenyum memandangi fotonya saat berusia 5 tahun.
"Mana?." Steven memajukan kepalanya, hendak melihat foto yang sedang Grace pegang.
Grace menahan nafas saat ia rasa jarak antar wajahnya dengan wajah Steven terlampau dekat.
Deg deg deg deg.
Jantungnya mulai berdetak lebih cepat, dan darahnya berdesir. Membuat rona merah yang kentara dipipi Grace.
"Wah, iya! Waktu kecil kau imut, beda sekali dengan sekarang." Ejek Steven seraya memundurkan kepalanya kembali.
Grace berusaha menormalkan ekspresinya dan menutupi rona kemerahan dipipinya dengan rambut. "A-apa sih, sekarang aku juga masih imut tahu?." Grace memuji diri sendiri untuk menghilangkan kegugupannya.
Steven menaikkan satu alis lalu terkekeh geli. "Baiklah, aku akui kau imut." Ucapnya seraya mencubit kedua pipi Grace.
Grace termangu.
Deg deg deg deg deg deg.
Ya tuhan!!! Selamatkan jantungku!!!.
Grace menarik pelan kedua tangan Steven dari pipinya. Ia tersenyum gugup. "Ya, terima kasih sudah mengakui aku imut, tapi jangan cubit pipiku dong!." Protes Grace berpura-pura kesal, padahal dalam hatinya ia bersorak senang karena perlakuan Steven padanya.
"Haha... aku suka pipimu, tembam sekali, seperti panda."
Grace yang sedang mengelus-elus pipinya, kontan tersenyum karena perkataan Steven. "Oke, aku anggap itu pujian."
Steven tertawa kecil. Grace melanjutkan kembali melihat album foto yang ia dapatkan dari kaleng kapsul waktunya. Steven bangkit, dan duduk disamping Grace, ikut melihat album foto tersebut.
"Wahahahaha! Lihat! Kau telanjang! Hihi..." Seru Steven sambil menunjuk suatu foto.
"Mana?!." Tanya Grace panik. Ia melihat kearah foto yang Steven tunjuk, dan terpaparlah foto saat ia masih berusia 3 tahun dalam keadaan telanjang-hanya memakai popok.
"Jangan dilihat!." Grace menutupi bagian foto tersebut.
"Untuk apa aku melihat tubuh mungil gemuk seperti itu, lebih baik aku melihat yang lebih seksi." Ia tersenyum menyeringai kearah Grace seraya menaik-turunkan alisnya menggoda Grace.
Grace memukul lengan Steven salah tingkah. "Aishh! Dasar mesum!."
Steven tergelak. "Bercanda." Ujarnya seraya membentuk.huruf 'v' dengan kedua jarinya.
Grace mendengus. "Tidak lucu tahu."
Steven terkekeh." Wah! Apa itu?!." Serunya sembari menunjuk langit dengan heboh.
Grace menoleh kearah yang Steven tunjuk, tetapi yang kini ia dapati adalah langit putih bersih, tak ada apapun disana. "Mana? Tidak ada apa-apa." Tiba-tiba ia merasakan seseorang menarik album foto yang berada dipangkuannya.
Steven bangkit, tersenyum mengejek seraya mengangkat tinggi album foto dengan cover gambar teddy bear tersebut. Grace ikut bangkit berdiri, berusaha mengambil kembali album fotonya tersebut.
"Kembalikan!." Serunya sembari berjinjit-jinjit, berusaha mengambil album foto yang kini berada ditangan Steven.
Steven menggeleng seraya tersenyum miring. "Kalau mau aku berikan, ada syaratnya."
"Apa?." Tanya Grace tak sabaran.
"Hmm..." Steven berpikir sebentar. "Cium aku." Ucapnya kemudian.
Grace diam membeku saking kagetnya. "S-steve, a-apa kau bercanda?." Tanya Grace shock.
Steven menggeleng. "Tidak." Ujarnya.
Grace menelan ludah sambil mengepalkan tangannya yang dingin. Ia merasa sekarang darahnya sudah berhenti mengalir.
Oh tidak.
Sepertinya sebentar lagi aku akan mati.
"Bercanda!." Seru Steven mengagetkan Grace.
Grace tersentak, tapi tak urung menghela nafas lega. Ia mendelik pada Steven, lalu menerjang Steven secara tiba-tiba sampai-sampai keduanya terjatuh ke tanah. "Bodoh! Kau membuatku jantungan, tahu?! Mati saja sana! Hihh!!." Sungutnya sembari menyerang Steven bertubi-tubi.
Steven tertawa seraya menangkis serangan-serangan dari Grace. Ia menangkap kedua tangan Grace, lalu memeganginya agar Grace berhenti memukulnya. Ia bangkit terduduk dengan masih menahan kedua tangan Grace ditangannya.
"Ayolah, aku hanya bercanda." Ujar Steven seraya terkekeh.
Grace mengerucutkan bibir. "Tidak lucu tahu."
"Kenapa? Kau menganggapnya serius ya? Atau kau memang ingin menciumku? Kau kecewa karena ini hanya bercandaan? Begitu?." Tuduh Steven.
Mata Grace melebar mendengar penuturan Steven. "Jangan sembarangan menyimpulkan!." Ia menggerakkan tangannya untuk memukul Steven, tetapi ia sadar, tangannya kini tengah ditahan oleh Steven.
Steven tersenyum miring. "Kau tidak akan bisa memukulku lagi, dear."
Grace mendengus. "Sudah, cepat lepaskan tanganku." Ucapnya seraya memberontak dan menarik-narik tangannya.
"Tidak mau, nanti kau memukulku lagi." Sergah Steven.
Lagi-lagi Grace mendengus. "Tidak akan, sudah cepat lepaskan!."
"Janji ya."
Grace mendecak. "Iya!." Ketusnya.
Steven tersenyum, lalu melepaskan cengkraman tangannya pada kedua tangan Grace.
Grace menghela nafas lega. Ia laly memukul lengan Steven dengan cukup kuat.
"Hei! Kau memukulku!." Protes Steven.
"Ya! Rasakan itu!."
Steven mendecak. "Kau kan sudah berjanji tidak akan memukulku kalau kulepaskan tanganmu."
"Oh? Dan kau percaya?." Kini giliran Grace yang tersenyum miring. "Percaya padaku tidak semudah itu, man."
Kini giliran Steven yang mendengus. "Kau berniat membalasku, huh?."
Grace mengedikan bahu. "Selama aku bisa, kenapa tidak?." Ia melipat tangan didepan dada. "Lagipula menyimpan dendam itu tidak baik, lebih baik jika kau membalas dendam saja, Hohoho." Grace tertawa jahat seperti peran tokoh antagonis di film-film.
"Dasar gila." Steven mendengus geli. "Keduanya sama-sama bukan hal yang baik, tahu?."
"Yah, hal seperti itu tidak tertulis dalam kamus hidupku. Hal baik bisa jadi jahat dan sebaliknya, hal jahat bisa jadi baik."
Steven tersenyum tulus, ia mengacak rambut Grace penuh kasih sayang. "Itulah yang kusuka darimu, selalu menjalani hidup apa adanya dan menjadi dirimu sendiri."
Grace tersipu malu. "Ahaha... biasa saja kok, kalau hal seperti itu, semua orang juga bisa melakukannya kan?."
Steven tertawa kecil seraya mengacak-acak rambut Grace dengan gemas. "Ternyata kau adalah 'nona yang rendah hati' ya?."
Grace tersenyum malu tanpa menanggapi ucapan Steven.
'Nona yang rendah hati'....
Aku suka julukan itu.
∞
Grace memasukkan kaleng kapsul waktunya dibawah tempat tidur.
Jangan sampai Steven menemukan fotoku yang telanjang!.
Grace mendengus. "Hanya ini tempat persembunyian yang aman." Gumamnya.
Semoga dia tak menemukannya!.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion
FantasyGrace sangat suka berkhayal. Grace pikir dunia khayalannya lebih indah dibandingkan dengan dunia asli dimana ia tinggal. Pada suatu hari Grace mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia koma. Grace pun malah terjebak di dunia khayalannya sendiri.