Grace pov
Enam bulan berlalu sejak aku telah terbangun dari koma.
Semuanya berjalan normal. Selepas keadaanku telah membaik, ayah lantas membawaku liburan ke swiss untuk menebus kesalahannya, sekarang ia juga telah membatasi waktu pekerjaannya dan memberikan lebih banyak waktu untukku. Sekarang aku sudah punya banyak teman, dan syukurlah aku berhasil naik kelas meski aku melakukan ujian susulan tanpa persiapan apa-apa.
Aku bersyukur aku selamat dan terbangun dari koma. Meski aku akhirnya harus kehilangan dunia khayalanku dan juga orang yang kucintai. Kenyataannya memang harus begitu. Kami harus berpisah karena kami berada di dunia yang berbeda.
Meski begitu, harus ku akui aku masih belum bisa melupakannya. Senyumnya, tawanya, dan suaranya, semua dari dirinya sangat sulit kulupakan. Bahkan aku rindu bertengkar dengannya.
Aku harap ia baik-baik saja dimanapun ia berada sekarang.
"GRACE!!!!."
Suara teriakan dari seseorang membuyarkan lamunanku. Sepertinya aku tahu siapa...
"Grace! Aku pinjam buku matematikamu ya!."
Allison.
Aku mendecak malas, selalu saja seperti ini. Sepertinya Allison benar-benar tidak ingin berusaha dalam pelajaran matematika. "Kau ingin menyalin pr lagi?."
"Ya tentu saja! Apalagi yang bisa kulakukan? Membaca bukumu?." Ujar Allison.
Cih, Allison memang sangat menyebalkan. Tapi harus ku akui dia sahabat yang sangat setia, ayah bilang saat aku koma Allison selalu menemaniku jika ayah sedang sibuk kerja. Dia sahabat yang baik meski sifatnya menyebalkan.
Akhirnya aku mengambil buku matematika didalam tasku dan menyodorkannya pada Allison. Allison mengambilnya dengan gembira dengan senyuman lebar diwajahnya, ia langsung memelukku dengan erat. Aku mengerjapkan mataku dan mendorong tubuh Allison pelan.
"Sudahlah, nanti Eric cemburu." Kataku.
Memang Allison kini telah berpacaran dengan Eric. Awalnya ia bilang tidak ingin berpacaran karena takut tidak mempunyai waktu untuk bersamaku. Tetapi aku meyakinkannya untuk menerima Eric, lagipula Eric lelaki yang baik, aku yakin ia tidak akan menyakiti Allison. Allison berhak mendapatkan kebahagiaannya sendiri.
Allison mengerucutkan bibirnya. "Tidak mungkin Eric cemburu padamu, Grace." Gerutunya.
Aku mengedikkan bahu. "Yah, siapa tahu kan." Ujarku enteng.
Allison mendengus, lalu mencubit pipiku dengan kencang. "Yasudah, pokoknya terimakasih dan sampai jumpa lagi." Lalu ia melenggang pergi ke tempat duduknya sendiri.
Aku mendengus seraya mengusap pipiku yang terasa sakit. Aku dan Allison memang tidak duduk sebangku, alasannya?
Ya karena aku bosan dicontek.
Oke, sepertinya bukan itu saja alasanku. Masih banyak alasan lain seperti Allison yang selalu menguasai meja, menghilangkan alat tulisku, menjahiliku, dan menyembunyikan barang-barangku.
Sungguh sahabat terbaik sepanjang masa.
"Pagi." Sapa Lucy, gadis cantik dan populer di angkatan kami. Ditambah lagi dia adalah teman sebangkuku yang baru.
"Oh, hei Luc." Sapaku.
Lucy menghempaskan diri dusuk disampingku dengan wajah cemberut. "Kau selalu memanggilku begitu." Gerutunya.
"Memang kenapa?."
"Terdengar aneh." Ia mengibaskan rambutnya yang membuat anak lelaki yang melihatnya langsung terpana. Huft.... pesonanya memang kuat sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion
FantasyGrace sangat suka berkhayal. Grace pikir dunia khayalannya lebih indah dibandingkan dengan dunia asli dimana ia tinggal. Pada suatu hari Grace mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia koma. Grace pun malah terjebak di dunia khayalannya sendiri.