Setelah selesai mandi dan menyegarkan tubuhku, aku menjatuhkan diriku diatas kasur queen size milikku. Ku pandangi langit-langit kamarku sambil menerawang mengingat kembali apa yang aku lihat saat di teras tadi siang.
Aku ngga mimpi atau ngigau kan?? Tadi aku ngga salah lihatkan?? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
Ngga! Ngga mungkin aku salah lihat. Tadi itu beneran Derren kok. Aku yakin kalau yang aku lihat tadi siang itu Derren.
Jadi.... Derren yang bakalan jadi tetangga baruku?? Derren bakalan tinggal disamping rumahku? Omaigat! Jadi aku bakalan bisa lihat Derren setiap hari dong? Selain di sekolah, dirumah aku juga bisa ketemu Derren. Omaigawt!
Aku menangkup kedua pipiku yang terasa panas dengan kedua tanganku. Aku yakin kedua pipiku sudah menampakkan rona merah dengan sempurna sekarang. Bagaimana pipiku tidak merah kalau aku tahu Derren akan selalu ada di dekatku, Derren kan sekarang sudah menjadi tetanggaku kekeke.
Tapi tunggu, kenapa Derren tiba-tiba pindah? Kenapa dengan rumahnya yang dulu? Dan kenapa Derren bisa pindah ke lingkungan rumahku? Pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul di pikiranku. Wajahku yang tadi merah merona sekarang sudah digantikan oleh kerutan-kerutan kecil yang menghiasi keningku.
Tapi apa pentingnya memikirkan hal itu? Yang pentingkan sekarang Derren akan jadi tetanggaku. Ngga peduli alasannya apa, yang jelas mulai sekarang Derren akan selalu ada di dekatku. Jadi kalau aku kangen sama Derren ngga perlu nunggu hari esok, tinggal keluar rumah saja aku pasti bisa melihat wajahnya. Aaaa senangnyaaaa kekeke.
Ahh iya aku ingat, waktu itu ayah pernah bilang keluarga Derren hanya tinggal di rumah itu selama beberapa minggu. Berarti cepat atau lambat Derren bakalan pindah kerumahnya yang dulu lagi dong? Derren ngga bakalan jadi tetanggaku lagi? Huh kenapa Derren ngga pindah selama aja sih?! Kenapa harus beberapa minggu doang coba? Huhuhu.
Tok tok tok.
Aku sedikit terkesiap saat mendengar ketukan suara pintu kamarku. Seketika imajinasiku tentang Derren langsung buyar. Huh siapa sih yang ngetuk pintu? Ganggu aja.
"Non Virgie. Non......". Terdengar suara lirih Mbok Indun dari balik pintu kamarku.
"Iya Mbookk masuk aja". Teriakku dari dalam kamar kemudian mengubah posisi tidurku menjadi duduk. Beberapa saat kemudian kulihat wajah Mbok Indun muncul dari balik pintu kamarku, dia menutupnya pelan kemudian berjalan mendekatiku. Aku melirik sekilas kearah jam weker yang ada di meja samping kananku.
"Mbok Indun udah mau pulang?". Tanyaku.
"Iya, Non. Makan malamnya sudah mbok siapin di meja. Kalau mau makan Non Virgie bisa langsung turun saja". Jelas Mbok Indun.
"Iya makasih mbok. Oiya mbok, besok tolong masakin aku omelet ya. Tiba-tiba aku pengen makan omelet di sekolah". Ucapku pada mbok Indun.
Jangan kaget ya. Aku memang sudah beberapa kali bawa makanan sendiri atau biasa dibilang bawa bekal dari rumah. Karena jujur aku kurang begitu berselera kalau makan masakan kantin, aku lebih suka masakan buatan mbok Indun. Sebenarnya aku lebih suka masakan buatan ibu sih, tapi mau bagaimana lagi. Ibu tidak mungkin punya waktu untuk membuatkan ku bekal makan siang. Masak dirumah saja jarang, entah kapan terakhir kalinya aku makan masakan ibu.
"Iya non, besok pagi akan mbok siapin. Kalo gitu mbok permisi pulang dulu. Hati-hati dirumah, non". Aku mengangguk kecil. Kulihat Mbok Indun mulai berbalik meninggalkanku hingga akhirnya mbok Indun menghilang dibalik pintu kamarku.
Aku menghempaskan tubuhku ke kasur empukku sambil menghembuskan nafas berat. Aku sendirian lagi dirumah.
Yah seperti ini lah kehidupanku, setiap malam selalu sendirian, selalu membosankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sunshine
Teen FictionKau datang seperti sebuah sinar kecil yang menyinari hidupku. Kau hadir seperti sebuah cahaya bintang yang menyinari gelapku. Aku menemukanmu, membuatku membuka ruang kecil dalam hatiku. Aku membutuhkanmu untuk terus menerangi dan mewarnai hari-hari...