Chapter 8 - The Moment

464 55 16
                                    

Sebelumnya aku mau ngingetin kalau part ini pendek parah :3

Happy Reading :)

************

Derren membawaku menuju lokernya. Tangan kirinya masih menggenggam tanganku erat sementara tangan kanannya digunakan untuk membuka loker dan mencari-cari sesuatu di dalamnya.

Aku masih diam, bahkan sejak Derren menarikku sampai kemari aku dan dia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Jujur, dari tadi suaraku sulit sekali keluar, seperti ada biji duren yang nyangkut di kerongkongan. Aku... gugup. Hei, siapa yang tidak gugup kalau tangannya digenggam erat oleh seorang yang disukai? Acungkan tangan.

Oke, lupakan.

Aku melirik kearah tangan ku yang masih di genggam oleh Derren. Sepanjang perjalanan kemari, Derren tidak pernah melepas genggamannya, membuat kami menjadi pusat perhatian di sepanjang koridor. Anak-anak yang sedang berdiri di koridor menatap kami sambil berbisik-bisik, dan tatapannya itu....... tanpa aku jelaskan pasti kalian sudah tahu sendiri lah. Intinya, tatapan mereka menyeramkan.

Jangan kira aku tidak pernah mencoba untuk lepas dari genggaman Derren. Di sepanjang koridor aku selalu mencobanya, tapi apa yang aku dapat. Bukannya lepas malah Derren menggenggamku semakin erat. Membuatku menjadi semakin sulit bernafas.

Ingatkan aku untuk membawa tabung oksigen saat Derren menggenggam tanganku lagi. Oke, kali ini aku terdengar berharap.

Setelah menemukan sesuatu yang dicari, Derren menutup lokernya dan kembali menarikku untuk mengikutinya. Dan seperti sebelumnya, aku hanya bisa pasrah mengikutinya.

"Pakai ini". Derren menyodorkan seragam atasan kepadaku begitu kami sampai di depan toilet. Aku mengernyitkan keningku.

Jadi tadi Derren ngambil seragam?

"Eung.... ngga usah, Der. Aku pakai ini aja. Ini dibersihin dikit nodanya juga ilang kok". Ujarku meyakinkannya.

Derren melepaskan genggamannya dan kini kedua tangannya sudah berpindah ke bahuku, meremasnya pelan.

"Virgie". Panggil Derren pelan yang membuatku otomatis mendongak.

"Ya?". Mata kami bertemu, membuat pandanganku terkunci di mata coklat berkilau nya. Tolong, tolong ingatkan aku untuk bernafas.

"Maaf". Aku bisa melihat ketulusan di mata dan setiap ucapannya.

"Bu... buat?". Syukurlah aku masih bisa mengeluarkan suaraku. Meskipun sedikit bergetar.

"Mereka berkata seperti itu karena aku. Maaf karena telah membuatmu mendengarkan kata-kata kasar seperti itu".

"Tidak, itu bukan salah kamu, Der". Aku menggeleng pelan, "Anggap aja ini sebuah takdir yang harus aku lewati". Aku merutuki diriku sendiri.

Alasan macam apa itu?!

Tiba-tiba Derren menarikku mendekat dan membawaku kedalam pelukannya.

Aku terkejut dan mataku otomatis melotot taja. Tolong katakan bahwa aku tidak mimpi! Derren memelukku?! Ya tuhan, aku butuh tabung oksigen, sekarang!

"Tetap saja aku merasa bersalah", gumamnya pelan diatas kepalaku. "Aku minta maaf".

Aku hanya bisa mengangguk di balik dada bidang Derren. Tidak tahu harus bereaksi seperti apalagi dengan posisiku yang seperti ini.

Wangi mint yang bisa kuhirup dengan jelas dari tubuh Derren membuat detak jantungku semakin berpacu. Semakin lama semakin cepat. Dan... eh kurasa itu bukan Cuma suara detak jantungku. Apa jantung Derren juga berdetak sangat cepat sama sepertiku?

My Lovely SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang