Chapter 5 - What Should I Do?

580 53 12
                                    

Aku melemparkan tas ranselku ke sembarang tempat kemudian menghempaskan tubuhku dengan kasar ke kasur kamarku. Aku mendekap Moni sambil menenggelamkan kepalaku kepadanya. Aku terisak, air mata ku tidak kuasa jatuh membasahi Moni yang ada dalam dekapan ku.

Ibu, ayah. Aku benci mereka. Aku benci mereka yang selalu mengaturku. Aku benci mereka yang selalu membatasiku. Aku benci mereka yang tidak pernah ada untukku tapi mereka sok-sokan mengetahui apa yang terbaik untukku.

Aku benci ayah dan ibu! Di saat aku menemukan sedikit cahaya di kehidupanku yang teramat gelap, mereka kembali menarikku ke dalam kegelapan. Membuatku kembali jauh jatuh ke dalam lubang gelap, sempit dan tak bercahaya.

Flashback On.

"Siapa laki-laki tadi Vir?". Tanya ibu dengan nada serius, matanya memicing dan kedua tangannya sudah menyilang di dada. Duh kayaknya ibu marah nih.

"Temen bu". Jawabku setenang mungkin.

"Kalo cuma temen kenapa sumringah gitu wajahnya?". Glekk. Aku menelan ludahku. Sebegitu kentaranya kah?

"Beneran cuma temen kok bu". Jawabku masih mencoba tenang. Semoga saja ibu percaya. Eh tapi aku sama Derren kan emang cuman temen. Jadi aku ngga salah kan?

"Virgie, ibu harap kamu mau dengerin nasehat ayah. Jangan sampai kamu jatuh cinta apalagi pacaran. Ayah sama ibu ngga mau nilai kamu turun cuma gara-gara cinta monyetmu itu". Aku mendengus. Tuh kan nilai lagi yang dipikirin.

"Ibu tenang saja, aku ngga jatuh cinta ataupun pacaran sama siapapun kok". Bohong sedikit ngga papa lah ya.

"Jatuh cinta atau ngga, pacaran atau ngga, ayah tetep ngga suka lihat kamu diantar pulang laki-laki terutama laki-laki tadi". Nah loh ayah yang tiba-tiba dateng entah dari mana main nyamber aja.

"Mulai sekarang jauhi laki-laki itu dan fokus saja sama tugasmu yaitu belajar". Aku kembali mendengus. Lagi-lagi ayah mengaturku. Aku hendak angkat suara namun ibu lebih dulu menyelanya.

"Dan lagi, ibu dengar selama ini kamu ngga pernah mau dianterin sama pak Dadang ke sekolah. Jadi ini alasan mu ngga mau dianterin sama pak Dadang? Biar bisa dianterin sama laki-laki itu?". Aku membesarkan mataku, sangat terkejut dan tidak percaya dengan perkataan ibu. Bisa-bisanya ibu menuduh anaknya sendiri seperti itu?

"Ngga bu. Virgie sama seka...".

"Ibu ngga mau dengar alasan kamu. Pokoknya mulai sekarang mau ngga mau kamu ke sekolah harus dianter jemput sama pak Dadang setiap hari!". What?!! No!! Memangnya aku anak TK apa?

"Tapi...".

"Tidak ada tapi-tapian. Ini sudah keputusan ayah dan ibu, semua demi kebaikan kamu, Vir". Ck kebaikanku apanya?? Aku sudah membuka mulutku hendak mengeluarkan segala macam protesan tapi -lagi"- suara nyaring ayah menghentikanku.

"Ngga pake protes. Sekarang cepat kamu masuk kamar!!". Aku menghembuskan nafas kasar dan tanpa babibu aku langsung berlari menuju kamarku dengan mata berkaca-kaca.

Flashback Off.

Sekarang kalian sudah tahu kan kenapa aku sangat membenci ayah dan ibuku? I mean, aku memang menyayangi mereka, tapi aku sangat tidak suka saat mereka sudah mulai mengatur kehidupan ku seakan-akan aku ini robot yang dirancang untuk terus menjalankan perintah mereka.

Dari dulu mereka selalu menyuruhku belajar, belajar dan belajar hingga mereka tidak membiarkanku mengenal dunia lain selain belajar. Aku bahkan tidak punya banyak teman apalagi teman laki-laki karena ayah dan ibuku selalu mengatur dengan siapa aku boleh bergaul.

My Lovely SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang