Aku masih menggenggam erat jemari Virgie saat membawanya mengikutiku. Ia hanya diam tidak banyak bertanya sampai akhirnya aku berhenti di sebuah koridor panjang yang sangat aku kenali.
Aku berbalik menghadap Virgie dan menemukannya sedang mengernyitkan dahi.“Kok berhenti?” Tanyanya kebingungan membuatku gemas sendiri.
“Tepat di sini. Di koridor ini. Pertemuan pertama kita.” Ujarku meregangkan kernyitan di dahinya dengan jemariku.
“Bukannya pertama kali kita ketemu di SMA? Waktu MOS?” Aku langsung menggeleng. Sudah menduga kalau Virgie pasti melupakannya. Ah tepatnya, dia tidak menyadarinya.
“Kamu ngga ingat pernah ke sekolah ini?” Virgie menggeleng ragu. Membuatku gemas dan tidak bisa untuk tidak mengacak rambutnya sekilas.
“Dulu waktu kita kelas VII, ada perlombaan besar yang di gelar di sekolah ini,” dengan sabar aku menceritakan, “dan kamu, mewakili sekolahmu untuk ikut Lomba Cerdas Cermat bersama dua temanmu. Waktu itu sekolahmu menjadi juara satu. Kamu ingat?”
Virgie kembali mengerutkan kening dan menyipitkan mata, terlihat berpikir keras sebelum berteriak membuatku kaget, “Ah, iya aku ingat! Waktu itu aku, Raka sama Naya yang ikut lomba di sekolah ini.” Aku memutar bola mata mendengar nama cowok yang sialnya punya potensi sangat tinggi untuk merebut Virgie dariku. “Kok kamu tahu?”
Mencoba mengabaikan nama cowok yang membuat moodku sedikit buruk, aku menjawab kebingungannya, “Aku lihat kamu. Dari awal kamu ikut lomba sampai juara. Aku lihat semuanya.”
“Masa? Kok aku ngga sadar ya?” Virgie terkekeh untuk menutupi rona wajahnya yang sudah berubah jadi merah. Ya Tuhan, kapan Virgie tidak menggemaskan sih?
“Aku bahkan sudah tahu namamu sebelum kamu memulai lomba itu.”
“Bagaimana bisa?” Tanya Virgie tidak percaya. Tentu saja, bahkan dulu aku sempat berpura-pura tidak mengetahui namanya kan waktu di kantin. Padahal jauh sebelum itu, aku sudah menyimpan namanya rapi di hatiku.Perlahan aku mengeluarkan sebuah benda dari saku celanaku. Benda yang sudah kusimpan lama dalam laci kamarku. ID card. Bertuliskan nama Virginia Bagaskara, SMP Cendana serta Lomba Cerdas Cermat.
“Dari ini,” Virgie memandang tidak percaya pada ID card yang ada dalam genggamanku.
“Ko... kok bisa ada di kamu?” Tanyanya terbata, “Dulu aku kehilangan ID card lombaku sampai akhirnya aku nyetak yang baru. Tapi ini...” Virgie mengambil ID card yang ada di tanganku, “kenapa bisa ada di kamu?”
“Aku temuin pas ngga sengaja kamu jatuhin,” kataku menatap matanya. “Entah kamu ingat apa engga. Tapi kamu dulu pernah nabrak aku di koridor ini. Kamu terlihat buru-buru sampai lari-larian dan ngga lihat jalan. Kamu cuma sempet bilang maaf sebelum lari lagi ninggalin aku yang lengannya kesakitan karena kamu tabrak.” Virgie meringis tidak enak mendengar ceritaku.
“Aku emang sempat ngumpat karena kecerobohan kamu. Tapi saat lihat ada ID card jatuh, aku jadi ikut berlari nyusul kamu karena aku tahu ID card itu penting.” Aku menyempatkan diri untuk mengusap kepala Virgie. “Aku ngga nemuin kamu, makannya aku tanya guru dimana tempat LCC. Tapi saat sampai di tempatnya, aku lihat kamu udah di depan memulai perlombaan dengan ID card baru. Awalnya aku mau langsung pergi, tapi entah kenapa lihat semangat dan keseriusan kamu ngebuat aku jadi bertahan sampai akhir lomba. Aku jatuh hati, pada perjuangan dan pada binar yang ada di matamu saat memenangkan lomba. Maka dari itu, aku memutuskan menyimpan ID card itu untukku.” Virgie mengerjabkan matanya, rona merah sudah menjelar hingga ke telinganya.
“Tapi bagaimanapun, ID card itu adalah milikmu. Jadi sekarang aku kembalikan lagi padamu.” Virgie masih diam saja seperti kehilangan fokusnya. Aku tersenyum dan membawanya ke dalam pelukanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sunshine
Teen FictionKau datang seperti sebuah sinar kecil yang menyinari hidupku. Kau hadir seperti sebuah cahaya bintang yang menyinari gelapku. Aku menemukanmu, membuatku membuka ruang kecil dalam hatiku. Aku membutuhkanmu untuk terus menerangi dan mewarnai hari-hari...