Chapter 11 - Smell Jealousy

502 48 15
                                    

Siang ini aku pulang bersama dengan, ehem, Derren.

Setelah kejadian Ibu menitipkanku pada Derren, aku dan Derren jadi sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Entah sengaja atau tidak, pak Dadang jadi sering berhalangan menjemput maupun mengantar ku. Seperti siang ini, pak Dadang bilang mobilnya sedang di pakai Ibu pergi bertemu dengan klien karena mobil ibu sedang dibawa ke bengkel. Ibu sama sekali tidak mengizinkanku naik bus atau angkutan umum lainnya. Anehnya, Ibu malah memintaku untuk berangkat dan pulang bareng Derren aja. Lebih aman, katanya. Jadi beginilah, aku 'terpaksa' nebeng Derren.

Ck, lebih aman katanya? Lebih aman apanya?! Justru itu bahaya buat keselamatan jantungku! Aku bisa kena serangan jantung mendadak kalau terus-terusan deket sama dia!

"Vir, ke toko buku dulu ya. Aku mau beli detik-detik". Suara Derren membuyarkan semua lamunan ngalor-ngidul ku. Aku meliriknya yang kini sedang mengangsurkan helm padaku.

Dan ini salah satu alasan yang membuatku tidak suka pulang bareng Derren. Setiap pulang, Derren selalu ngajak mampir-mampir. Entah itu ke kafe, ke toko buku, ke toko bunga, ke toko sepatu, kemana-mana deh pokoknya. Bikin aku harus deketan lebih lama sama dia! Huh! Sabar ya jantungku, semoga kamu masih selamat sampai rumah.

Aku menerima uluran helm darinya, "Oke". Jawabku sok biasa. Padahal jantung ini rasanya udah mau lompat dari tempatnya!

Nasib orang nebeng, jadikan harus ngikut aja sama sopirnya. Tapi aku ikhlas kok, kan supirnya ganteng.

Ih, apaan sih! Kok labil! Ngga, aku ngga ikhlas! Tapi tetep aja aku suka L

Abaikan pergulatan batinku yang absurb diatas.

Sesampainya di toko buku, aku dan Derren berpencar. Sebenarnya ini alibi untuk menyelamatkan jantungku sih, aku tidak bisa lama-lama berdua sama dia jadi aku memutuskan untuk berpisah dengan dia. Derren berjalan menuju rak yang berisi buku detik-detik dan sukses UN sementara aku melangkah menuju rak-rak novel.

Yah sebenarnya aku memang suka membaca novel, tapi aku tidak bisa terlalu sering membacanya. Aku hanya punya beberapa novel romance dan teenlit dirumah, selebihnya rak buku ku dipenuhi dengan buku pelajaran dan pengetahuan umum. Semua waktuku hampir aku habiskan dengan membaca buku pelajaran atau pengetahuan umum. Ibu bisa marah kalau aku terlalu sering membaca novel-novel romance dan teenlit yang tidak ada hubungannya sama pelajaran sama sekali. I mean, pelajaran yang di ajarkan di sekolah.

Saat masih sibuk menjelajahi rak yang berisi novel-novel, tiba-tiba saja ada yang menepuk bahuku, "Hei". Aku berjengit pelan, terkejut mendapatkan sentuhan tiba-tiba ini.

"Raka?". Setelah berbalik, aku cukup kaget saat mendapati seorang cowok tinggi berdiri menjulang di depanku. Aku menyipitkan mataku untuk memastikan bahwa aku tidak salah mengenali orang.

Senyum manis nan sumringah tercetak di wajahnya, menampakkan lesung di pipi kirinya, "Masih inget ternyata". Ujarnya.

Aku balas tersenyum. Ternyata aku tidak salah orang, "Ya masih lah". Cuma kamu, Ka. Cowok tinggi dengan lesung di pipi kiri yang aku kenal.

Raka ini temanku waktu SMP. Dia merupakan pesaing potensialku di bidang akademik. Aku selalu 'kejar-kejaran' dengan dia dalam hal peringkat pararel di angkatan. Setiap semester, kalau bukan aku, pasti Raka yang mendapatkan peringkat satu. Namun diluar hal itu, kami berdua juga merupakan partner yang hebat. Aku dan Raka sering kali mewakili sekolah dalam Lomba Cerdas Cermat (LCC) mulai dari lomba antar sekolah sampai ke propinsi. Tidak jarang kami mendapatkan juara. Karena hal itu, kami menjadi dekat dan berteman akrab.

"Gimana kabar kamu? Udah lama banget ya kita ngga ketemu". Aku menanyakan kabarnya.

Sejak lulus dari SMP, aku dan Raka memang sudah tidak pernah bertemu. Kami melanjutkan studi ke sekolah yang berbeda. Aku hanya pernah mendengar Raka masuk ke sekolah yang tidak kalah favorit dengan sekolahku. Dan sepertinya itu benar, terlihat dari seragam sekolah yang dipakainya.

My Lovely SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang