Aku kembali mematut diriku di depan cermin. Kulihat diriku dari atas sampai bawah.
Aku memakai kaos pendek berwarna merah maroon dan celana belel panjang. Rambutku lurus tergerai dan wajahku berseri meskipun dengan make up tipis. Perfect! Ngga terlalu mencolok dan ngga terlalu santai.
Aku mengambil tas kemudian memasukkan buku matematika dan beberapa buku yang aku pinjam di perpustakaan kemudian segera berlalu meninggalkan kamarku menuju dapur.
"Mau kemana non? Tumben hari minggu pagi-pagi sudah mau pergi". Mbok Indun melihatku dengan kening berkerut. Well, memang tidak biasanya aku pergi dihari minggu. Biasanya aku Cuma berdiam diri dikamar, mengerjakan tugas atau sekedar membaca-baca buku, seharian.
"Mau ngerjain tugas sama temen, Mbok. Tetangga sebelah". Aku meneguk minuman dingin yang baru saja aku ambil dari kulkas.
"Oh, anak bu Ratih tetangga baru itu temen sekolah non Virgie?". Aku mengangguk. Untung ayah dan ibu sedang pergi ke Semarang selama beberapa hari untuk mengurusi bisnis hotel cabangnya disana, jadi aku tidak perlu repot-repot mencari alasan untuk pergi kerumah Derren.
"Mbok kotak bekal warna biru yang kemarin mana ya?". Tanyaku sambil mencari-cari kotak bekal Derren di salah satu lemari kecil.
"Ada di rak itu non". Aku melirik kearah yang di tunjuk mbok Indun dan dengan cepat menemukan kotak bekal Derren. Aku tersenyum kemudian mengambilnya.
"Yaudah mbok aku pergi dulu ya. Tolong jaga rumah". Pamit ku.
"Iya non. Biasanya juga simbok yang jagain". Mbok Indun meringis. Iyalah, selalu mbok Indun yang jagain. Kapan ayah sama ibu pernah jagain rumah coba? Berada di rumah aja jarang banget!
Aku mengangguk sambil tersenyum kemudian berbalik meninggalkan mbok Indun.
Tok tok tok.
Aku mengetuk pintu rumah Derren. Duh aku grogi nih. Aku udah cantik belum ya? Penampilanku aneh ngga ya? Apa aku terlalu menor? Apa malah terlalu biasa? Elah ribet amat mau ketemu Derren doang ya.
Aku hendak mengetuk pintu lagi tapi pintu itu sudah terbuka duluan dan memunculkan sosok Derren yang errrr... amat sangat tampan dengan segala macam baju santai yang dipakainya. Huh mau pakai apa aja Derren emang tetep ganteng sih.
"Hai". Sapaku kikuk di depan pintu. Ekspresiku bener-bener kayak orang bodoh deh kayaknya.
"Masuk yuk". Derren dengan kalem mempersilahkanku masuk ke dalam rumahnya kemudian membimbingku berjalan menuju ruang tamu.
"Kita belajar disini". Aku mengangguk sambil memperhatikan rumah Derren. Rumahnya mewah tapi terkesan sederhana dengan beberapa ornamen-ornamen yang ngga aku tahu namanya menghiasi dinding. Belum banyak perabot, lukisan atau foto yang dipajang disini. Belum sempet kali yah, kan Derren baru pindah seminggu ini.
"Duduk aja. Aku mau ambil buku math ku dulu. Mau minum apa?". Tanya Derren lagi-lagi kalem. Aku sedikit berfikir.
"Jus jeruk kalo ada". Ujarku kemudian. Derren mengangguk.
"Oiya, ini Der. Makasih ya omeletnya. Aku suka". Aku menyodorkan benda kotak itu pada Derren. Derren melirik sekilas kemudian mengambilnya sambil tersenyum tipis. Tipis tipis gitu tetep aja bisa ngebuat aku melting euyyy.
"Oke, tunggu sebentar". Derren berbalik meninggalkanku, antara ke kamar atau ke dapur. Entahlah.
Aku mendaratkan pantatku di sofa coklat yang ada di ruang tamu Derren kemudian mengeluarkan beberapa buku matematika yang ada di dalam tasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sunshine
Teen FictionKau datang seperti sebuah sinar kecil yang menyinari hidupku. Kau hadir seperti sebuah cahaya bintang yang menyinari gelapku. Aku menemukanmu, membuatku membuka ruang kecil dalam hatiku. Aku membutuhkanmu untuk terus menerangi dan mewarnai hari-hari...